Yessi Eka Nofita

Yessi Eka Nofita, berasal dari Bukittinggi dan seorang guru SMK di Kota Bekasi Jawa Barat,...

Selengkapnya
Navigasi Web
Keluargaku Tanggung Jawabku

Keluargaku Tanggung Jawabku

Bagian 1. Mengapa?

Anak-anak adalah titipan Allah yang diberikan kepada kita. Mereka menjadi amanah yang harus diramut dan dibimbing hingga bisa mandiri saat berkeluarga. Ketika mereka masih kecil, mungkin mudah membimbing mereka agar patuh dan ikut apa yang kita inginkan. Apakah saat remaja hal yang sama juga terjadi? Itulah yang menjadi bebanku saat itu.

Anak-anakku yang remaja ada 4 orang. Mereka kuserahkan di pondok pesantren sejak lulus SD. Bukan karena ku ingin mereka jauh dariku. Tapi karena aku ingin mereka memahami agama dan menjadi lebih baik diwaktu yang akan datang.

Penyerahan mereka di pondok pesantren tentunya bukan hal yang mudah. Dua jam lamanya aku menangis karena harus jauh dari mereka. Sedih tentunya. Tapi kuingin mereka paham agama. Setiap minggu kami bicara lewat telepon. Tak banyak yang bisa dibicarakan. Hanya kebutuhan-kebutuhan mereka, kabar mereka dan juga apa yang mereka inginkan. Meskipun sudah zaman digital, namun kami tidak dapat melihat eekspresi wajah mereka. Krn penggunaan alat elektronik berupa HP dilarang di sana untuk kenyamanan anak-anak.

Sekali 3 bulan kami menemui mereka. Membawa mereka mengelilingi wilayah sekitar pondokan mereka. Dengan harapan dapat bisa memahami mereka lebih jauh. Dapat bercerita panjang lebar. Dan dapat melihat pertumbuhan mereka.

Ternyata tidak semudah yang kami bayangkan dalam membimbing remaja. Selama mereka dipondok, ilmu agama yang mereka dapatkan lumayan banyak. Pelaksanaannya juga bagus

Namun tak sesuai yang kami inginkan. Alhamdulillah karena kejadian wabah covid 19 ini banyak hikmah yang kami dapat untuk merekatkan hubungan keluarga yang tercerai berai karena keinginan menuntut ilmu agama lebih.

Sebualan awal mereka berkumpul. Masih terlihat biasa saja. Penurut, masih sibuk dengan kegiatan pondok. Rajin baca Al-qur'an dan lain sebagainya. Namun dibeberapa bulan berikutnya mulai terlihat kejanggalan. Mereka sibuk dengan diri masing-maaing. Tidak ada pedulinya dengan saudaranya. Membantu saudara hanya sekedarnya. Gampang emosi dan sulit menerima masukan dari yang lain. Sekali dinasehati, mereka menurut. Namun beberapa hari berubah lagi.

"Apa yang terjadi dengan mereka?" Pikirku. Aapa kah kami sebagai orang tua yang salah karena berharap mereka mengikuti kemauan kami? Apakah kami terlalu berharap banyak pada mereka? Siapa yang harus diperbaiki? Pikiranku menari-nari memikirkan ini.

Setiap ada pertentangan antara satu sama lain. Menjadi perhatianku memikirkan salah siapa. Semua saling memaksakan kehendak. Tak ada yang mau mengalah.

"Pak, bagaimana cara orang menyelesaikan maslah ya pak?" Tanyaku pada suamiku. Aku takut beloau tersinggung kalau langsung ku sampaikan niatku

"Ya... Musyawarahlah. Itu dapat menyelesaikan masalah sebesar apapun masalah itu.

Hmmm... Pas banget nih buat masukin ide. Pikirku lagi.

"Kalau kita adakan juga musyawarah dalam keluarga kita gimana?" Tanyaku padanya.

"Memang ada masalah apa dalam keluarag kita?" Beliau balik bertanya seolah-olah kejadian didalam keluarga ini hal yang bisa.

#tantangan gurusiana hari ke 5

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren. Sukses trus ibu, trutama dlm musyawarahnya

14 Nov
Balas

Mantap,semua jadi tulisan. Sukses ya

12 Nov
Balas

Hehe makasih bu :)

12 Nov

Keeren yaaa

11 Nov
Balas

Trimakasih bu

11 Nov



search

New Post