Yessi Eka Nofita

Yessi Eka Nofita, berasal dari Bukittinggi dan seorang guru SMK di Kota Bekasi Jawa Barat,...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sedetik Sebelum Menikah Masih Milik Bersama

Sedetik Sebelum Menikah Masih Milik Bersama

Lanjutan 3

Lama kami menunggu diluar. 

"Uni, jika ini gagal. Berarti ada yang tidak niat karena Allah diantara kita," katanya padaku sambil menunggu pintu dibuka.

Aku mengangguk tanpa melihatnya. Rasanya aku belumnyaman untuk melihatnya. Cowok berkulit kuning langsat yg berhidung mancung itu bukan tipeku. Dia berjanbang. Itu yang membuatku tidak suka. Kefahamannya yang membuatku luluh.

"Wa'alaikumslm, ayo masuk," kata pak tuoku dan istrinya. 

"Kenapa ga boncengan aja kesininya?" Tanyanya. Sepertinya mereka melihat kami tadi.

"Belum mahrom pak tuo," kata kiki  menjawab.

Pak tuo dan istrinya yang biasa kami panggil mama mengangguk-angguk. 

Lama kami bercerita tentang persiapan acara pernikahan. Beliau berjanji akan membantu mempermudah acara kami. Dan akhirnya kamipun pulang.

Aku tetap berjalan kaki menuju angkot, sedangkan kiki mengikutiku dibelakang dengan motornya. 

Kenapa tidak ada masalah ya? Pikirku, karena awalnya kami justru merasa khawatir. Apa ini jawaban istikhoroh kami.

Memang sejak malam itu aku tak berhenti melakukan sholat istikhoroh dengan harapan Allah yang memilihkan pendampingku. Bukan hawa nafsuku.

Sebelum sampai ditempat angkot. Kami bertemu penjual sate. 

"Ayo, kita makan sate dulu," kata kiki padaku.

"Ga, ah. Aku mau pulang aja," jawabku ketus. Aku khawatir syetan ikut mempengaruhiku kalau sudah berduaan. Meskipun hanya beli sate.

Setelah beberapa hari, akhirnya tibalah waktunya orang tua saling mengunjungi. Orang tuanya kerumahku dan orang tuaku kerumahnya. Sebagai calon pengantin, aku tak diajak.

Selesai acara itu akhirnya mamaku memanggilku.

"Kamu yakin mau menikah dengannya? Apakah sudah kamu pikirkan matang-matang?" Tanya mamaku meyakinkanku.

"Ya,"jawabku. 

"Alangkah baiknya kamu berpikir ulang," kata mamaku.

"Kami hanya minta restu. Ga ada hajatanpun ga masalah. Karena hajatankan ga wajib," kataku menebak pikiran orang tuaku utk acaranya.

Mamaku terdiam. Akhirnya mereka mengikuti kemauanku.

Tibalah saatnya kami harus membeli perlengkapan kamar. Dalam adat minang seperti di Bukittinggi. Tugas pengantin laki-laki adalah mengisi peralatan kamar pengantin wanita. Karena mereka akan menempatinya nanti. 

Kami pergi bertiga ditemani ni Fera. Kami janjian bertemu dirumahnya. Sesampai dirumah ni fera, dia bertanya padaku.

"Uni mau dibelikan mahar apa?" Tanyanya padaku.

Belum sempat aku menjawab, dia telah mengeluarkan dalil.

"Sebaik-baiknya perempuan yang meminta mahar tidak memberatkan suaminya," katanya sambil tersenyum.

"Hmmm, belum juga dibilangin sudha diingatkan. Padahal rencanaku mau minta pesawat," kataku se enaknya.

"Ya udah, seperangkat alat sholat aja," jawabku lagi.

Dia tertawa mendengar jawabanku. "Kita belinya di Bukittinggi aja" katanya lagi.

"Ayo," kata ni Fera mengajakku yang sudah selesia dandan.

Kami pamit sama amak dan bapaknya ni Fera dan berangkat menuju bukittinggi. Setelah membeli seperangkat alat sholat, kami mencari perlatan kamar dan kamipun kembali pulang. 

Persiapan pernikahan sudah dimulai. Mulai dari hiasan rumahnya, peralatan masaknya dan banyak lagi. Tak lupa kelapa satu karung dari rumah ni Fera. Karena daerahnya terkenal 

banyak kelapanya. 

Biasanya acara begini butuh banyak kelapa. Begitulah masakan di daerah kami. 

Para tetangga dan saudara datang kerumah untuk membantu. 

Besok waktunya acara akad nikah. Kamar pengantin sudah rapi. Maskaan sudah disiapkan. Pelaminan juga sudah rapi. Akhirnya semua kembali pulang malam itu.

Paginya kesibukan mulai terjadi. Segala persiapan disegerakan. Pernikahan dilakukan dimasjid besar didesaku. Yang hadir hanya laki-laki saja. Tek ti saudara pakku menasehatiku.

"Kamu panggil siapa ke calon suamimu?" Katanya padaku.

"Panggil kiki aja," kataku tertawa.

"Harusnya panggil uda atau abang atau mas, siapa kek. Agar ada rasa hormatnya," katanya

"Hehe, belum sah. Sedetik sebelum menikah masih milik bersama. Belum ada hormat-hormat,"  kataku.

Tek ti menjitak kepalaku, dan aku berusaha mengelak. Kamipun tertawa. 

"Kalau sudah berumah tangga uanga jangan masing-masing. Uangmu uang dia juga. Agar ga jadi masalah nantinya," nasehatnya lagi.

"Siap komandan," jawabku.

Aku diminta ganti pakaian. Karena calon pengantin prianya mau datang.

"Assalamu'alaikum," rombongan mereka datang.

"Wa'alaikumslm," jawab orang diluar sana.

Jantungku berdegup kencang. Kok bisa aku deg-degan begini. Ada apa? Aku tak berani keluar kamar. Tanganku dingin seketika.

(Bersambung)

#tantangangurusiana hari ke 11

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Di tunggu kelanjutannya lg bu. Penasaran. Mantap

29 Oct
Balas



search

New Post