Yessy Eria, S.Pd

Guru SMAS Muhammadiyah 2 Medan. Belajar adalah sebuah keharusan dan belajar adalah ibadah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
ZAHRA

ZAHRA

#Tagur , Hari ke 102

Bagian 33

Suara Adzan Ashar telah bergema di Mesjid Taqwa Muhammidiyah Tanjung Sari. Percakapan kami hentikan lalu bergegas memenuhi panggilan tuhan. Rasanya banyak sekali yang hendak aku tumpahkan dan aku adukan pada pemilik jiwa.

***

Mobil grab melaju membawaku ke alamat yang dikirim mama Zahra. Ia katakan padaku bahwa ia menungguku di dekat swalayan Super yang ada kawasan perum TASBIH 1. Di mobil aku memperhatikan photo profil mama Zahra. Backgroundnya tampak ia sedang berada di depan patung. Penampilannya persis seperti ibu-ibu yang ada di sosialita. Kulitnya putih bersih. Makeupnya tidak menor namun terlihat cantik. Tak banyak asesoris yang melekat di badannya. Hanya sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Mobil akhirnya berhenti setelah hampir sepuluh menit aku merasakan hawa sejuk di dalam mobil ertiga berwarna silver yang kutumpangi.

Aku turun tepat di depan swalayan super. Kuperhatikan banyak cafe-cefe mengitarinya. Namun aku belum menemukan di mana mama Zahra. Mataku terus saja mencari-cari dan terlihat ada seorang wanita duduk dengan mengenakan baju merah di sebuah cafe yang letaknya tidak jauh dari gerbang swalayan. Perempuan itu melambaikan tangannya padaku.

Setelah aku mendekatinya ia mempersilahkan kududuk dengan ramahnya. Bibirnya tak henti-henti untuk tersenyum padaku.

“Waaah, Miss tidak menyangka akhirnya kita bisa ketemu di sini ya!” katanya memulai pembicaraan denganku dan menjabat tanganku. Aku duduk bersisian dengannya. Kemudian ia memanggil pelayan cafe.

“Miss silakan pesan makanannya?” ia memperlihatkan menu makanan yang di bawa pelayan cafe. Aku jadi tak enak hati, dan sepertinya ia paham.

“Ga usah sungkan Miss. Pesan aja!” Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal untuk menghilangkan sedikit rasa canggungku dan meminum air putih yang baru saja di bawakan pelayan.

“Miss masih muda. Udah nikah?” aku terbatuk mendengar pertanyaannya.

“Udah Bu!”

“Udah punya anak?”

“Alhamdulillah saya punya dua putri!”

“Kelas berapa anaknya?”

“Yang besar sudah kelas 4 SD dan yang kecil TK B”

“Hmmm pantas si Zahra bilang walikelasnya cwantik. Saya perhatikan tadi waktu miss turun dari mobil, saya pikir Miss masih gadis!” ujarnya padaku sambil terus memperhatikan wajahku.

“Akh ibu bisa aja!”

Mungkin karena aku ini dianggapnya jauh lebih muda, bahkan dibandingkan dengan anaknya yang bungsung, ia terus menanyaiku.

Pertanyaannya mulai dari berapa umurku, kapan aku mulai mengajar. Aku nakal apa tidak waktu duduk dibangku sekolah dan umur berapa aku nikahpun menjadi bahan pertanyaannya.

bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Say salam sehat selalu dan salam Literasi skss ya!

03 Aug
Balas

Salam sehat dan salam literasi bund

04 Aug

Mantab bunda Yessy. Terus bergairah berliterasi tiada henti. Salam hangat.

03 Aug
Balas

Salam literasi Pak

04 Aug



search

New Post