Yessy Eria, S.Pd

Guru SMAS Muhammadiyah 2 Medan. Belajar adalah sebuah keharusan dan belajar adalah ibadah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
ZAHRA

ZAHRA

#Tagur hari ke 109

Bagian 42

Zahra dan Indah datang dan ikut nimbrung bersamaku, juga yang lainnya. Shafa yang dari tadi memang jarang bicara terlihat senang atas kedatangan mereka.

“Indah, kau tadi jawab semua soal?” giliran Shafa yang bertanya

“Ga, karenakan petunjuk soalnya tadi kalau jawabnya salah minus satu!”

“Baaah aku ga baca tadi. Emang ada petunjuknya seperti itu? maaati aku. Udahlah, ga menang ini!” semua terkekeh-kekeh melihat ekpresi Lano. Bibirnya langsung membulat bulat dan pipinya yang seperti bakpao membuat teman-temannya suka menjailin Lano.

“Eh udah ya, kuminta kelen jangaaaan lagi bicarakan olymsos tadi. Sakit perut aku!”

“Ya udah buk kami yang laki-laki mau keliling-keliling dulu, sembari liat cewek-cewek. Mana tahu adakan buk yang...!”Faroch menyeret Lano

“Maaak kau Lan, kubilangin Mutia tahu rasa kau!” mereka terus saja berceloteh hingga menghilang dari pandagan ku.

Aku, Shafa, Indah dan Zahra tetap di mushalla. Kami saling berdekatan dan duduk melingkar persis seperti orang yang mau liqo’.

“Bu Indah cwapek kali lhaa rasanya!”

“Kenapa Ndah?” tanya Shafa.

“Entahlah!” Indah merapatkan lututnya padaku, kemudian ia menunduk agak dalam hingga mukanya mengenai lututku. Aku mengusap bahunya dan kurasakan siswaku ini badannya semakin kurus saja.

“Ndah kau kutengok agak kurusan?”

“Gimana aku ga kurus Ra. Kau sich enak!”

“Enak apanya?”

“Ya enaklah dibandingkan dengan aku!” Zahra melihat ke arahku. Dahinya berkerut tanda tak mengerti apa yang diucapkan Indah.

“Emang kau kenapa sich Ndah cerita lha ke kami!”

“Iya Ndah, Zahra benar!” ujar Syafa.

Sementara aku diam saja. Tanganku mengelus-elus punggungnya, kemudian ia mengangkat wajahnya.

“Bu, sebentar lagi Indahkan mau tamat. Yang Indah pikirkan, kalau Indah tak lulus dari jalur undangan, mungkin Indah tak kuliah bu, meski hati Indah ingin”

“Ko gitu Ndah?” kembali Zahra bertanya dengan muka prihatin. Syafa terdiam tidak tau mau bicara apa.

“Kaliankan punya mamak yang punya cukup uang dalam membiaya kuliah, iyakan buk? Sedangkan Indah ga punya. Ini saja Indah selalu kena marah oleh oma karena telat pulang buk.” Indah menatapku.

“Oma itu siapa Ndah?” tanya Syafa.

“Oma itu saudara mamakku. Aku dari kelas tiga SD tinggal dengannya!”

“Mamakmu?” mata Zahra terlihat membola.

“Indah kalau tinggal dengan mamak bisa-bisa tidak sekolah. Adikku ada dua. SD kelas 4 dan kelas 2!”

“Jaraknya jauh ya Ndah denganmu?”

“Iya. Tapi buk Indah kasihan dengan mamak Indah!” Indah menatapku.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren cerpennya bu, tokohnya jelas karakternya. salam

12 Aug
Balas

termikasih Bund

13 Aug

Besambung,, mantap BU

12 Aug
Balas

terimakasih Pak. Salam literasi

13 Aug



search

New Post