KADO UNTUK IBU
Kaki-kaki letih sang bocah terlihat gontai dan mulai tampah goyah. Rindu sang bocah tersebut terus menyusuri gang-gang sempit sebuah perkampungan yang berada di gang kecil. Dia ingin menemui teman sekolahnya yang baru saja pindah di tempatnya menimba ilmu.
Panas mentari menyumbangkan teruknya membuat kulit Rindu teras perih, dahagapun mulai menggrotinya. Namun tekadnya sudah bulat dia harus sampai di rumah Adi untuk dapat bertanya dan berkeluh kesah, karena beberapa hari ini Rindu dekat dan merasa Adi mmapu menjawab segala tanya yang selama ini menggunung di kepalanya.
Teringat pagi tadi teman-teman sekelas sibuk berkasak kusuk ingin memberikan hadiah buat sang bunda tercinta terkait hari ibu. Besok Jum'at tanggal 22 Desember biasanya ditanggal itu para anak merayakannya untuk sang ibu. Dan hal itulah yang membuat Rindu ingin berkeluh kepada Adi.
"Hari ibu besok pagi, hadiah apa yang kau siapkan untuk mamamu Ca? Winda memulai perbincangan dengan Risa".
"Hari ibu besok aku mau menghadiahkn buket bunga, akan kubeli dengan uang tabunganku, jawab Winda sembari tersenyum membayangkannya".
Lain hal lagi dengan temn yang lain, yang Rindu rekam dibenaknya. Ada yang memesan kue, ada yang buat puisi, ada yang menghadiahkan jam tangan dari tabungannya, dan banyak lainnya.
Sedangkan Rindu terdiam dengan semua itu, bukan Rindu tak mau membelikan juga namun Rindu bingung hadiah istimewa apa buat sng ibu yang sudah dijemput sang khalik. Dan itu sedari tadi berputar dan berkutat dipikirannya. Setelah merenung dan berpikir untuk bertanya maka hal yang terpikirkan adalah Adi teman segala tahunya yang menjadi tempat curhatannya belakangan ini.
Langkah gontai itu terus menanjak menyusuri gang-gang kecil. Rindu tak lagi merasa lelah karena melihat pintu rumah Adi yang di depan mata.
"Tok-tok, bunyi pintu diketuk Rindu, sembari mengucap salam". Namun pintu itu belum juga kebuka, Rindu sudah mulai merasa risau melihat pintu itu masih tertutup rapat, tak terdengar satu orangpun di dlamnya. Sepertinya sepi, pada kemana keluarga Adi dan Adi ya, Rindu bergumam sendiri. Lelah menanti setengah jam namun belum juga tampak batang hidung Adi, Rindupun beranjak menuju rumahnya.
Baru saja sampai rumah, kembali sepi yang menemani Rindu. seperti itulah biasanya rumah Rindu itu. Semenjak ibunya Rindu pergi, sang ayah sibuk bekerja mencari nafkah. Kata ayah itu semua buatnya Rindu. Secepat mungin Rindu beranjak ke belakang untuk meepas dahagany dan menyeruput air yang begitu bening itu.
Sejenak Rindu bernapas lega, lalu Rindupun beranjak masuk ke kamarnya mengganti baju dan beristirahat. Mungkin nanti Adi bisa Rindu telpon saja pikirnya Rindu. Rindupun tidur tanpa sedikitpun mengisi perut yang sedari tadi meronta untuk diisi. Lelah hati dan fisik membuat Rindu segera melayang ke alam mimpi.
Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB, terdengar suara di dapur membuat Rindu bangun dari tidur lelapnya. Segera Rindu mendirikan shalat Ashar yang sudah telat dari waktunya. Iapun beranjk ke dapur terlihat disana sang ayah berkutat dengan alat dapur menyiapkan makanan untuk mereka berdua.
Malam ini Rindu terlihat begitu sedih, membuat sang ayah bertanya. Padahal belakangan ini Rindu terlihat tegar tak sedikitpun Rindu melihatkan ketidakberdayaannya pada sang ayah. Melihat itu ayahpun bertanya kepada Rindu.
Saat masuk kekamar Rindu, Ayah hanya bisa menghela napas panjang melihat Rindu menatap foto sang istri. "Sedang apa anak ayah, sapa Rangga menyapa anaknya yang tak kunjung sadar kalau ia berdiri di sisinya dari tadi".
Lalu tumpahlah air mata Rindu, yang sedari tadi tertumpuk berat dikelopak matanya. Terdengar pilu, namun Rangga berusaha untuk kuat agar tak ikut larut dalam tangis juga.
"Anak ayah kenapa, Rindu kangen sama ibu ya? tanya Rangga". Rindupun menganggukkan kepalanya. Setelah sedikit tenang akhirnya Rindu menumpahkan segala yang menjadi pikirannya dari tadi.
"Rindu... sejenka Rindu diam. Namun kembali dia mengajukan tanya, bwsok hari ibu yah, Rindu harus memberikan apa buat ibu yang di sana yah sambil telunjuk Rindu menunjuk kelangit. Seketika Rangga merasa mulutnya terkunci, dia merasa 3 tahun ini bahunya mampu menggantikan peran ibu, namun dia salah. Seorang ibu tetaplah dibutuhkan Rindu.
Dengan penuh cinta, Rangga membelai rambut dan mengecup keningnya Rindu, dengan penuh hati-hati Rangga berkata Rindu cukup menghadiahkan ibu dengan doa dan jangan pernah putus untuk doa untuk ibu ya nak, ucap Rangga.
Rindu terdiam dan menganggukkan kepalanya tertanda setuju dengan apa yang diusulkan sang ayah, dengan begitu cepat gadis berumur 10 tahun itu berubah dia langsung sennag mendapat ide dari sang ayah.
Malampun mulai menanjakkan kakinya, sorepun melambaikan tangannya. Rindupun khusuk dengan shalat magribnya kemudian rutinitas Rindu disusul dengan mengaji. Sedangkan di kamarnya Ranggaapun ikut trenyuh dengan semua tanya anaknya tadi dan itu semua dimunajatkannya dalam doa.
Pagi ini Rindu begitu semnagat menjalani harinya, diapun dengan senng hati menyalami sang ayah untuk beranjak ke sekolah. Sampai di sekolah diapun berbaur dengan sang teman. Banyak yang bercerita mereka bahagia melihat wajah wajah ibu mereka bahagia, karena masih mampu meluapkan cintanya kepada ibu dengan cara mereka masing-masing.
... Next
Kampung Dalam, 22 Desember 2022
#memulaikembalimenulis
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap Uni. Rancak bana. Sukses selalu
Keren Bu....sehat dan sukses selalu