Udin dan Siti merupakan teman yang satu sekolah dan juga bertetangga. Udin memiliki sifat usil, jika Udin suka ngisengin temannya maka yang akan meminta maaf kepada teman yang diusilan ialah Siti. Sifat mereka juga berseberangan, yang satu sangatlah ceria dan yang satu pendiam. Namun mereka bisa akrab dan kompak dalam hal pembelajaran di kelas.

Suatu ketika, Udin membaca sebuah puisi yang ditempel di mading sekolah, judulnya melukis hari. Udin penasaran kenapa juga judulnya harus melukis hari, apakah bisa hari dilukis? menurut udin hari adalah waktu yang akan terus bergerak, bagaimana cara melukisnya kalau bergerak terus, sekarang saja Senin, besok Selasa begitu seterusnya oceh Udin pada Siti. Atau yang mau dilukis itu si Hari anaknya Bu Minah yang di kelas 3 bukan Ti katanya lagi kepada Siti. Siti hanya bisa senyum-senyum mendengar ocehan Udin.

Karena Udin teris ngoceh, dengan penuh senyuman Siti akhirnya menjelaskan kepada Udin, Udin kamu benar kalau yang akan dilukis adalah hari yang merupakan waktu dan waktu akan terus bergerak maju, maka untuk itulah kita sebagai anak harus juga tetap maju dengan menggoreskan tinta emas atau keberhasilan-keberhasilan yang akan membuat orang tua kita bangga, namun lihatlah sekali-kali ke belakang sebagai pedoman di mana tadinya kita mulai untuk melangkah. Jadi Udin, melukis hari itu adalah menjalani takdir dengan sebaik-baiknya kita.

"Hehehehe... terima kasih bu guru, kata Udin". sambil dia mencoel dagunya Siti dengan keras dan dia berlari setelah itu takut Siti mengejarnya, padahal Siti hanya duduk sambil senyam senyum lihat tingkah laku Udin.

Kota Tabuik, 07012022