SEPENGGAL LUKA HATI
Kuusap air mata yang mengalir dari balik tembok kamar, lamat-lamat kudengar isak tangis ibu.
"Da, kenapa Da" tanya ibu kepada ayah dan ayah hnaya diam tanpa bicara sepatah katapun. Kudengar isak tangis ibu yang semakin mengguncang hatiku.
"jawab da, kenapa suara ibu terdengar parau menuntut penjelasan dari ayah, sementara ayah hanya terpaku diam melihat ibu ketika kuintip dari balik pintu kamar. Mata ayah terlihat memerah, dengan suara menggelegar ayah menjawab.
"Aku lelah, sudahlah aku mau tidur", ucapnya pergi ke kamar.
Aku sering bertanya dalam hati, mengapa banyak lelaki yang tak bisa menjaga marwah kesetiaan. Apakah karena agama mengizinkan, namun kalaupun diizinkan tentu harus ada kata rela dari istri yang pertama dan ada kata dan tindakan adil dari yang namanya suami.
Ibu adalah sosok yang paling kuagungkan. Dia wanita yang paling kuat dan bisa menguatkan kami ketika terperosok. Namun aku harus menelan pil pahit ketika si penyulam kebaikan itu pergi dengan cara yang sangat tak disukai oleh Allah. Mungkin dia lelah dengan beban hidup dan tekanan batin yang dialaminya.
Sedangkan ayah adalah cinta pertamaku, lelaki yang tiada cela bagiku kalau saja tidak kudengar teriakan ibu malam itu, mungkin bagiku ayah adalah lelaki yang luar biasa tapi melihat kejadian ini, betapa hati ini rasanya hancur berkeping seolah tak bisa disatukan lagi.
Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa karena bagaimanapun inilah takdir bagi keluargaku, mau mengelakkanpun percuma toh ini sudah terjadi.
Semua kejadian ini membuatku bekerja keras untuk segera bangkit. Bukanlah saatnya meratapi apa yang sudah terjadi, namun sejak kejadian itu ayah sering terlihat melamun, bahkan terkadang menangis sambil bicara sendiri. Ntahlah apa yang sebenarnya terjadi aku juga bingung dengan semua kondisi yang melanda keluargaku. Aku yang hanya anak semata wayang bagi ayah, harus bisa bangun dari keterpurukan ini.
Sejak kejadian itu ayah terlihat depresi berat kemungkinan akibat rasa bersalah yang selalu menghantuinya. Sejak itu ayah harus rutin berobat ke dokter jiwa, namun semua tak ada perubahan. Saat itu juga adik ayah yang bernama Herman bersedia menanggung biaya hidup kami berdua dan menyekolahkanku sampai ke tingkat aku bisa menjadikan impianku nyata.
Hari berlalu, tahunpun berlalu dan lima tahun kemudian aku bisa menjadi seorang perempuan yang bergelar dokter jiwa. Untung semua bis kuraih dengan kerja keras yang maksimal. Dibalik ujian ada himah yang besar dapat kupetik. Untung Allah memberikan aku ketulusan hati untuk menjaga sang heroku yang depresi.
Hingga tiba pada waktunya, semua berlalu ke kapal pernikahan termasuk semua sepupuku anak-anak dari Pak Herman, beberapa orang diajukan pak Herman untuk bisa dijodohkan denganku, namun hatiku merasa tak sedikitpun menerima ini semua. Ntahlah mungkin hatiku terluka oleh pernikahan kedua orang tuaku, aku takut jika semua akan terulang karena bagaimanapun hatiku terlalu rapuh seperti halnya ibu.
Bertahun berlalu ayahpun dinyatakan sembuh dari depresinya. Ayah bisa kembali mengingat hal-hal yang pernah kami jaani bersama. Aku bahagia dengan perubahan ayah, ayah yang kubanggakan. Hingga suatu hari datang teman sewaktu kuliahku Randy yang memintaku menjadi istrinya. Dia datang mengkhitbatku kepada ayah dan itu sudah berlalu sepuluh hari yang lalu. Aku yang tadinya meragu mau menerima, tentu ini semua kodrat dari Allah.
Sehari sebelum penikahanku, air mata ini tak mau berhenti menatap senja yang mulai beranjak. "Kamu kenapa Rin", tanyanya Randi sambil menatapku dalam.
Gak kenapa-napa, ucapku sambil menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi. Ini, ini semua hanya karena kangen ibu, jawabku. Ya aku memang sangat merindukan ibu. Hujanpun sudah reda dari tadi ternyata kopi yang kubuat tadipun sudah dingin karena gak disentuh sama sekali.
Kami terdiam beberapa saat, Aku yang memulai untuk memecah keheningan ini, Randy yang duduk jauh dihadapanku menatapku sambil tersenyum.
"Randy, bisakah kamu berjanji satu hal sebelum besok kita melangkah ke pernikahan ?"
"Berjanji, apa Rin?"
Setelah menghela napas, kukatakan dengan tegas "menjaga kesetiaanmu untukku satu-satunya wanita yang akan selalu mengisi hari-harimu".
Senyum manis terukir di bibirnya, akupun ikuttersenyum melihat wajahnya.
Itu pasti, calon ratu hatiku dan calon ibu anak-anakku, ucapnya sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Aku dan dia meninggalkan senja yang telah beranjak malam. Begitulahdi balik kesulitan pasti ada kemudahan. Semua Allah yang menunjukkan jalannya, kita hanyalah manusiabiasa yang menjalankan sebaik-baiknya di japan kebaikan. Hatiku yang terpenggal luka seizinnya Allah insyaallah akan kembali bertaut dengan lem yang kuat seperti menghadirkn ketegaran hidup dengan adanya Randy yang mau menjadikan aku layaknya Fatimah Az Zahra istri Ali bin Abi Thalib.
****
Tamat
Pariaman, 11022022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang menarik. Semoga sehat dan sukses selalu buat Ibu bersama keluarga tercintanya
Luar biasa bunda
Keren ceritanya, Bu Yessy. Salam sukses selalu.
Keren menewen Chi. Cerita yang menarik. Ditunggu bukunya.
Keren dan cadas semakin memukau ceritanya. sehat selalu bunda Yessy Hasni