SEPENGGAL LUKA HATI
Rani menikmati sorenya dengan secangkir kopi hitam yang aromanya sangat menenangkan hati, bersama buliran air mata langit yang tiada henti sedari siang. Tiada yang bisa kuucap dalam tarikan napasku, semuanya kelu dalam kebisuan, dan kenangan yang tak pernah lari dari pikiran ini.
Ya, hujan mengingatkanku pada sepenggal luka yang tak berdarah, selarik cerita yang selalu ada di hati. Hujan membuatku rindu pada dia, permata jiwa yang mampu membuatku tegar menjalani luka hidup dan terpaan masalah. Inilah kisahku yang slalu meleraikan air mata yang jatuh ke dalam.
Ketika itu, aku masih duduk di bangku kelas dua semster akhir menuju kenaikan kelas. Hujan turun cukup lebat dan tak mau bersahabat. Membuat para siswa di sekolahku, banyak menepikan langkahnya untuk berteduh, jam pulang yang tlah lewatpun tak dihiraukan. Namun aku tak peduli, kutetap melangkah kakiku dengan cepat seperti firasat hati dan gelora jantung yang berdegum kencang. Aku sendiri bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi hingga firasatku ini terasa tak mengenakkan. Dengan perasaan berkecamuk kulajukan motor kesayangan yang dibelikan ayah setahun yang lalu.
Seakan diketuk beripu palu, aku terpana dan tercekat. Seketika senandung lirih yang kunyanyikan ketika melajukan motor terhenti mataku nanar melihat ada bendera hitam dan keramaian orang di depan rumahku.
Kuparkirkan motor itu sembarangan, kuberlari masuk ke dalam rumah. Baju seragam yang sudah basah kuyuppun tak kupedulikan, kuterobos keramaian itu dengan terhuyung-huyung. Aku terhenyak, luruh jatuh ke bawah. Sosok ibu yang tadi pagi memberikan senyuman manisnya melepas keberangkatanku ke sekolah terbujur kaku ditutupi secarik kain panjang batik. Hati ini tak bisa kompromi ku lari dan meraung keras di samping ibu, hingga ada sebuah tangan yang mencegahku mengguncang mayat ibu.
Aku terus menangis sambil memeluk orang yang menghalangiku tadi, ya tangan kekar itu adalah tangan ayah. Aku tersedu-sedu melihat kenyataan yang seakan tak bisa kuterima. Ibu, wanita yang selalu memberikan ketulusan cintanya kepada kami keluarganya. Ibu wanita yang sabar dengan segala perih yang diciptakan ayah.
Ayah mencoba menenangkanku, ayah berusaha keras untuk tak ikut menangis karena dia ingin menguatkanku. Aku tak pernah melihat ibu menderita kesakitan, aku menjadi bertanya-tanya ada apa dengan semua ini, kenapa ibu bisa berlalu secepat ini. Banyak keluarga yang berusaha menenangkanku. Akhirnya kumencoba bertahan untuk tegar.
Pemakaman dilangsungkan dengan hikmat, setelah pemakaman telinga ini menangkap sedikit kata yang begitu lirih berucap, ibuku bunuh diri.Ya Allah, berita apa lagi ini. Ku coba memepis itu semua namun bayanganku kembali ke goresan yang ada di tangan ibu sewaktu aku memandikannya tadi. Sekelebat bayangan mengingatkan aku pada kejadian tadi malam. Potongan-potongan sekilas balik pertengkaran ayah dan ibu. Ya semua terjadi karena kepercayaan yang terkhianati.
Dari mana kamu, Da? sudah selarut ini kamu baru balik? tanya ibu kepada ayah. Aku yang kebetulan terbangun karena hajat mau buang air mendengar itu semua. Bau ini lagi Da, kamu habis dengan siapa sih Da? tanya ibu masih dengan nada lembut dengan getaran suaranya yang menahan sebak. Ayah yang mungkin lelah diberondong dengan tanya seperti itu langsung emosi menjawabnya dan ibupun membalas jawaban emosi ayah. Aku hanya bisa terpaku diam di balik tembok kamar. Bagaimanapun suara mereka sangat mengguncang hatiku.
Bersambung...
Pariaman, 10022022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren sekali, Bu Yessy. Suka. Salam kenal.
Keren ci. Lanjut ya, Salam literasi
Kisah yang sedih Cy..semoga jadi pelajaran bagi yang membaca..keren
Aduuh..sedihnya...lanjut say
Kisahnya haru, Bu Yessy. Jadi baper. Ditunggu lanjutannya, Bu. Salam sukses.
Mantap Chie. Salam sukses selalu.
mantul cerpenya... next