Yeti Chotimah

Yeti Chotimah, saat ini menjadi guru di SMPN 3 Rogojampi Banyuwangi Jawa Timur. Motto "Menjadi guru adalah pilihan, mengabdi kepada masyarakat adalah kewajiban"...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sunrise of Jafa & Kecerdikan Nenek Moyang
Msnggung

Sunrise of Jafa & Kecerdikan Nenek Moyang

SUNRISE OF JAVA & KECERDIKAN NENEK MOYANG

Oleh:YETI CHOTIMAH, M.Pd.*

Banyuwangi merupakan batas ujung timur Pulau Jawa, berbatasan langsung dengan Selat Bali. Kondisi Geografis yang mengkondisikan sebagian wilayah Banyuwangi menjadi bagian lintasan berbagai budaya. Lintasan budaya ini menjadikan masyarakat Banyuwangi yang heterogen. Sedikit banyak mempengaruhi perkembangan kultural masyarakat Banyuwangi secara dinamis, harmonis dan simbiosis mutualisme. Keberhasilan interaksi kultural tersebut menjadikan Banyuwangi sebagai obyek pembicaraan hangat dan dialogis. Berbagai pencapaian prestasi didapatkan dengan tatanan dan kerjasama yang apik dikalangan masyarakat dan dan penentu kebijakan. Berbagai predikatpun disandang oleh Banyuwangi. Antara lain, Banyuwangi surga budaya, Banyuwangi kota pisang, Banyuwangi lumbung padi, Banyuwangi miniatur Indonesia dan yang terpopuler, Banyuwangi mendapat julukan “Sunrise of Java”. Indikator yang mendukung berbagai predikat tersebut yakni eksistensi masyarakat Banyuwangi terhadap bentuk kesenian, dan budaya yang bersifat tradisional, kerakyatan maupun modern. Terutama pelestarian seni dan budaya tradisi yang dijaga kelestariannya dengan menyesuaikan perubahan zaman sebagai bagian dari tropical country.

Salah satu kekayaan kultural masyarakat Banyuwangi hususnya Osing, yakni masih dilaksanakannya berbagai upacara adat. Pelaksanaan upacara adat di Banyuwangi sebenarnya sama halnya dengan upacara adat yang dilaksanakan di belahan dunia lainnya yakni didasarkan pada lingkungan, kepercayaan, mata pencaharian dan kebutuhan masyarakat setempat. Banyuwangi sebagai wilayah agraris, yang merupakan penjelmaan dari sisa-sisa kerajaan Belambangan yang berasal dari kata “Blambang-blambang (= bahasa jawa “ berlimpah ruah)” artinya wilayah yang banyak mengandung sumber mata air, sehingga tanahnya subur dan berlimpah hasilnya. Hasil yang berlimpah ini kemudian dimanifestasikan dengan ungkapan syukur dalam bentuk pelaksanaan upacara yang penuh dengan kesakralan. Betapa kita harus mengakui kecerdasan nenek moyang yang ingin terus menjaga sumber mata air, sumber benih lokal dan sosio kultural yang membumi dengan membalutnya menjadi satu kesatuan upacara adat yang sampai sekarang dijaga keberlangsungannya.

Jika dicermati, dari seluruh upacara adat di Banyuwangi, baik itu Seblang, ider bumi, Arung kanal, kawin kucing, keboan, dan lain-lain, senantiasa terdapat bagian tatanan pelaksanaan upacara yang diposisikan di sumber mata air. Contohnya pada upacara adat kebo-keboan yang dilaksanakan di desa Alas Malang, terdapat ritual di empat penjuru desa. Keempat ujung desa yang disebut watu ulo, watu loso, watu gajah dan watu karang tersebut merupakan sumber mata air. Pada upacara adat Seblang Bakungan dan oleh sari, terdapat tata laksana yang mengharuskan penduduk untuk datang ke “sumber penawar. Sumber penawar tersebut juga merupakan sumber mata air.

Adat dan kebijakan lokal yang mengacu pada pelestarian sumber mata air juga terdapat di banyak tempat. Salah satu contoh di desa Baunyale Lombok terdapat selamatan subak/lolor. Subak lolor merupakan bagian kebijakan lokal yang berlaku yakni jika kedapatan ada masyarakat yang menebang pohon, maka untuk satu pohon hukumannya membayar atau mengganti dengan dua ekor kerbau, 10 pohon, beras dua kintal agar penunggu wilayah tidak marah dan si penebang pohon tidak terkena malapetaka. Penyerahan denda dilaksanakan dalam upacara Subak lolor. Upacara adat Subaklolor tidak lain merupakan salah satu bentuk perlindungan wilayah yang dekat dengan sumber mata air.

Sumber mata air - sumber mata air tersebut kemudian di ramu dalam “wilayah tabu” untuk dikunjungi siapapun saja. “Wilayah tabu” yang dimaksud ditengarai terdapat berbagai macam penjelmaan kerajaan atau wilayah dari roh halus. Barangsiapa yang mengusik wilayah tersebut apalagi sampai berbuat kurang baik sampi dengan merusak wilayah tersebut, maka penghuni wilayah tersebut akan mendatangkan malapetaka.

Secara Logika, bisa dibenarkan “aturan lokal tersebut. Karena jika sumber mata air banyak dikunjungi orang, kemudian secara umum sifat dasar manusia yang selalu “merasa kurang “, maka sumber mata air tersebut akan dieksploitasi dan menjadikan “wilayah tabu” sesuai dengan kehendak hati dan kebijakan yang kurang keberpihakannya pada kepentingan rakyat.

Realita yang sering dijumpai di masyarakat, jika terdapat developer bangunan dalam bentuk apapun, entah itu perumahan atau proyek tertentu yang menafsirkan wilayah tersebut strategis untuk dijadikan lahan yang menguntungkan secara pribadi atau kelembagaan, maka segala cara akan dilakukan untuk mendapatkan wilayah tersebut. Banyuwangi dalam lima tahun ini sedang trend nya banyak dibangun perumahan. Terutama di daerah daerah persawahan. Hal ini tentu saja sangat merisaukan beberapa kalangan pecinta lingkungan.

Suatu contoh, jika wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian, maka salah satu caranya yaitu dengan membeli dengan berbagai cara, tanah sawah yang paling dekat dengan hulu sumber air diperoleh. Sehingga dengan terpaksa, petani yang mempunyai tanahdi hilir sumber, akan dengan berat hati akan menjual tanah pertanian miliknya karena sudah tidak ada lagi mata air yang mengaliri tanah persawahannya. Hal ini sepertinya sudah lumrah dan jarang pula kerawat desa yang peduli. Apalagi jika imbalan sudah ada di tangan, akan semakin tidak peduli bahkan dengan suka rela menjadi juru bicara bagi sang developer. Pada akhirnya nanti Banyuwangi tidak semakin dikenal sebagai derah lumbung padi.

Bahkan varietas padi asli Banyuwangi diantaranya yakni Genjah Arum, Tali Gawar, Ho’ng, Untup, Pelang dan Sri Kuning. Kesemuanya masih tersebar di beberapa desa saja antara lain Kemiren, Alas Malang, Sukodono, Kabat, dan Macan putih. Varietas padi asli Banyuwangi akan semakin menghilang dari peredaran dan petani banyak menggunakan varietas benih padi olahan pabrik. Belum lagi semakin sulit menemukan pupuk di Kabupaten Banyuwangi. Meskipun pada kenyatanya terdapat pabrik pengemasan pupuk di daerah Kalipuro yang bekerja 24 jam non stop untuk mengemas pupuk yang kemudian dikirim entah kemana.

Namun jika adat istiadat di tiap daerah dan di Banyuwangi terus dijalankan dengan hikmad, maka benih asli daerah tak akan musnah. Antara lain dari kecerdikan nenek moyang kita lainnya yakni, melalui upacara adat, mereka akan tetap menjaga keaslian benih milik nenek moyang mereka sebelumnya. Terbukti setiap kali berlangsung upacara adat dilaksanakan, kemudian persyaratan yang salah satunya wajib dipenuhi yakni menyediakan palawija, palagantung dan palapendem, selalu menghadirkan tanaman yang berasal dari warga di kampung tersebut yang merupakan kebijakan lokal untuk menjaga plasma nutfah. Hal ini perlu disadari oleh pemangku kebijakan ditingkat manapun, bahwa sangat pentingnya menjaga etno botani melalui berbagai inovasi edukatif berbagai kalangan.

Salah satu fakultas yang ada di Universitas Negeri Jember, mulai satu tahun yang lalu terdapat mata kuliah etno botani yang harus di tempuh. Adanya mata kuliah etno botani terinspirasi dari budaya yang ada di Regional sekitar Jember, termasuk Banyuwangi yang dijadikan sebagai pusat penelitian. Inspirasi munculnya mata kuliah etno botani, berawal dari salah satu adegan dramatik lokal genius kebo-keboan di Alas Malang yang mana untuk mengakhiri upacara terdapat benih padi asli desa Alas Malang akan diperebutkan oleh beribu-ribu orang yang memadati upacara tersebut. Benih padi tersebut dipercaya akan mendatangkan kelimpahan panen yang berlipat-lipat.

Kecerdikan nenek moyang yang membalut berbagai macam kebutuhan kesehatan, kelestarian alam, keseimbangan kehidupan melalui kultur budaya yang dibangun melalui berbagai macam larangan, nasehat dan anjuran dalam upacara adat. Contoh dalam upacara adat selalu ada kelapa muda, pisang, jambe, kelor, kunir yang disajikan dalam balutan nasi kuning yang kesemuanya mengandung antibodi bagi tubuh manusia.

Secara umum Jambe mempunyai manfaat mengobati luka pada kulit, obat cacingan, menguatkan gigi dan gusi, dan mengobati telinga bernanah. Kelor mempunyai manfaat menyembuhkan penyakit kulit, mengobati sakit kuning, rematik atau pegal linu, alergi dan sakit mata. Untuk kelapa muda mempunyai manfaat Membersihkan kulit, menyembuhkan peradangan, minuman isotonik, membantu penyembuhan pada pasien jantung dan diabetes, energi enzim bioaktif untuk meningkatkan metabolisme, menyembuhkan infeksi urine, meningkatkan sirkulasi darah dan dapat menanggulangi kerontokan rambut. Bukankah kesemuanya membuktikan sangat pentingnya pelestarian etno botani bagi kelangsungan hidup manusia ..?

Perlu ada rasa tergugah, ketika orang ataupun isntansi luar Banyuwangi banyak memikirkan luar biasanya Banyuwangi….Bagaimana orang Banyuwangi sendiri mau berpikir untuk ghiroh dan krenteg mengeksplor kemampuan yang dimiliki untuk membangun Banyuwangi menjadi lebih berkah, bermanfaat, maju dan maju lagi.

Tentunya yang dibutuhkan lagi adalah perlu dilakukan tindakan preventif oleh masyarakat Banyuwangi, para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan untuk melanggengkan kecerdikan nenek moyang diantaranya menjaga sumber mata air dan plasma nutfah dari kepunahan melalui berbagai kebijakan penduduk lokal daerah, perangkat desa, Perangkat kecamatan dan pemerintah kabupaten. Nah... peran kita pada tataran yang manakah agar etno botani dan kecerdikan nenek moyang dalam upaya melestarikan keseimbangan alam akan terus terngiang sampai anak, cucu, cicit dan seterusnya kelak sehingga tidak hanya menjadi eforia upacara adat sesaat belaka...?(*)

*) Pengajar Mata Pelajaran IPA

di SMPN 3 Rogojampi Banyuwangi

( [email protected] )

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post