Yetti Muryati Tanjung

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mendadak The Flash

Mendadak The Flash

Di sebuah laboratorium yang jauh dari pusat kota, seorang ilmuwan di bidang Biologi bernama Barry Allen dan rekan-rekannya mengadakan sebuah penelitian yang unik. Mereka memberikan perlakuan kepada seekor semut merah. Mereka menyinari semut itu dengan senter khusus. Lalu hal tak terduga terjadi. Tiba-tiba semut itu menjadi besar, kian besar.

Empat orang ilmuwan yang ada di ruangan laboratorium itu terkejut karena dengan cepatnya semut menjelma menjadi ukuran yang lebih besar daripada tubuh mereka. “Ternyata dosis yang saya beri terlampau tinggi,” kata salah satu ilmuwan dengan wajah cemas ketakutan.

Mereka segera menjauh, menghindar dari sang semut yang mulai mengganas. Namun, sebelum mereka sempat menghindar, sang semut itu terlanjur menyemprotkan asap berwarna hijau yang dikeluarkan melalui hidungnya.

Situasi panik meliputi ruangan itu. Asap hijau tebal memenuhi ruangan laboratorium. Sementara itu Barry Allen mengasingkan diri ke dalam sebuah ruangan. Ia segera membuka penutup mata cincin yang dipakainya di ruangan itu. Dari dalam mata cincin itu keluarlah sebuah jubah berwarna merah lengkap dengan sebuah topeng. Entah mantra apa yang dibacanya, seketika itu pula jubah dan yopeng itu terpasang di tubuh dan kepala BarryAllen. Kemudian ia berputar-putar seperti gasing. Wajahnya tak dapat dikenali lagi karena topeng telah terpasang juga di kepalanya. Ia berubah menjadi The Flash, Si manusia petir. Manusia yang mempunyai kecepatan tingkat dewa. Ia keluar ruangan lalu dihadapinya monster semut raksasa itu.

Jurus pertama yang dikeluarkan The Flash atau orang sering menyingkatnya Flash adalah berjalan sambil berputar-putar seperti baling-baling kipas angin. Kemudian Ia mendekati dan menyerang monster semut raksasa . Sang monster tak mau kalah. Ia membalas jurus Flash itu dengan memancarkan sinar yang tajam dari kedua matanya. Flash berhenti berputar, kekuatannya hilang. Ia terbatuk-batuk karena terisap olehnya asap hijau yang tebal. Sang semut menghancurkan tembok laboratorium lalu pergi menghilang.

Salah satu ilmuwan berkata, “Saya akan telepon polisi.”

“Lakukanlah! Sementara saya akan melakukan apa yang saya bisa,” balas Flash yang segera pergi entah ke mana menyusul monster semut yang juga entah kemana.

“Oh, ternyata itu dia,” seru Flash sambil terbang berputar di udara ketika melihat monster semut berlari kencang menuju ke sebuah goa. Belum sempat dimasukinya goa itu, cahaya panas berwarna merah menyembur dari dalam goa. Ia terpental hebat tapi tidak mati. Si monster semut telah mengeluarkan jurus dengan menggunakan sungutnya.

Flash kembali mengejar monster semut sehabis bangkit karena terpental. Ia gunakan jurus helikopter. Badannya berputar kencang, makin kencang dan makin tinggi menuju ke langit. Kemudian ia kembali ke darat dan berlari dengan kecepatan cahaya. “Kali ini kau tidak bisa kabur lagi dariku,” serunya sambil menghadang monster semut yang langsung mengeluarkan cairan dari moncong panjangnya.

“Apa ini? Ini lebih keras dari batu,” keluh Flash sesaat setelah terkena cairan. Ia tak bisa bergerak. Cairan itu membeku melingkupi tubuhnya. Semut menerbangkan batu bening berisi Flash di dalamnya. Batu terpental terantuk-antuk kemudian melayang dan jatuh ke tanah. Batu bening itu akhirnya bisa terpecahkannya. Namun, Flash tidak juga mati.

Flash kembali mengejar monster semut dengan secepat kilat. Ia berlari mendaki sisi tebing sebuah gunung dengan posisi wajah menengadah ke atas. Sampai di atas tebing dilompatinya jurang selebar 100 yard yang sebanding dengan 91,44 meter. Kemudian dilaluinya danau dengan berlari mengapung di atasnya. Semua itu dilakukan semata untuk mengejar si monster semut. Kali ini, tak dibiarkannya monster semut menyerangnya lebih dulu.

Flash segera memutar-mutarkan tubuhnya, menabrakkan diri ke tubuh sang monster. Sang monster ikut berputar-putar, terhuyung. Flash segera melayangkan serangan. “Serangan pertama,” serunya. Belum sempat sang monster membalas, “Serangan kedua,” lanjutnya pula.

Sang monster semut membalas dengan menyerang Flash secara membabi buta. Semut menembak Flash dengan sungutnya, Flash menghindar, melompat ke kanan dan ke kiri, berpindah ke depan dan ke belakang. Ia berhasil selamat. Ia tidak juga mati.

“Ada gulungan kabel baja,” ujarnya sambil melompat. “Inilah yang aku butuhkan,” lanjutnya. Gulungan kabel baja besar itu diulurkan sepanjang-panjangnya. Kemudian ia berlari secepat kilat sambil menggenggam ujung kabel. ‘Wush,’ terdengar suara seperti angin berputar. Dalam sekejap tubuh semut terlilit kabel baja. Kabel inilah yang membuat semut berubah menjadi ukuran normal. Semut mengecil kembali. Negeri kembali aman. Film selesai.

Habibi tidur-tiduran di sofa sehabis pulang sekolah. “Alhamdulilah,” tak henti-hentinya zikir ungkapan syukur itu ia ungkapkan dalam hati. Ia pejamkan mata dan tergambar dalam benaknya film The Flash itu, superhero kebanggannya waktu kecil dulu. Teringat kembali habibi pada setiap adegan dalam film itu.

"Hebat betul Barry Allen ketika menjelma menjadi Flash: dapat mendeteksi posisi musuh, dapat berlari secepat kilat, dapat lompat sejauh mungkin, dapat mengangkat batu besar, berpindah Negara dalam hitungan detik. Kehebatan flash yang lain adalah Ia tidak terluka bahkan tidak mati walaupun terjun dari langit sekalipun,” ulas habibi dalam hati menyebutkan satu persatu kekuatan Flash.

Habibi sadar, ia bukan Flash. Ia dapat mati. Semua adegan film hanyalah khayalan semata. Ia juga sadar bahwa jika Allah tidak menolongnya siang kemarin, ia sudah mati. Begitu sempurna Allah mengatur waktu bus, motor melaju dan waktu ketika aku menyeberang jalan. Tidak meleset sedikit pun.

Tepat pukul dua siang bel tanda berakhirnya pelajaran di SMK Bakti Ibu berbunyi. Gerbang sekolah terbuka lebar. Seperti biasa para siswa langsung berhamburan keluar gerbang setelah membaca doa di kelas masing-masing. Akan tetapi, tidak seperti biasa, Habibi pulang seorang diri pada siang kemarin. Sehari-hari Habibi sebernarnya selalu sejalan dengan Rendi saat berangkat maupun pulang sekolah.

“Bi, gua mau belajar kelompok di rumah Zaki,” kata Rendi memberi informasi kepada Habibi di depan gerbang sekolah. Saat itu ia sedang menunggu Zaki, Ridwan, dan Anton.

“Oh, ya udah gua balik duluan Ren,” Habibi segera berjalan meninggalkan gerbang sekolah.

“Iya Bi,” balas Habibi.

Habibi berjalan santai di sepanjang Jalan Mawar tempat sekolahnya berada. Jarak sekolahnya dengan jalan raya hanya 100 meter. Tiba di jalan raya dihentikannya langkah kakinya. Ia amati dengan cermat laju kendaraan yang lalu lalang. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia hendak menyeberang. Ada dua ruas jalan raya yang akan diseberanginya.

Agak sulit sepertinya menyeberang di jalan itu. Tidak ada zebracross atau jembatan penyeberangan yang terlihat di sekitar jalan raya itu. Jika suatu kecelakaan terjadi, tentu bukanlah kesalahan si penyeberang jalan sepenuhnya.

“Bismillah,” ucap Habibi dalam hati ketika mulai menyeberangi ruas jalan pertama. Ia mulai melangkah dan menolehkan kepala ke kanan. “Kendaraan masih jauh,” pikirnya dalam hati. Tangan kanan dibentangkannya untuk menyetop kendaraan. Lalu berjalanlah ia dengan setengah berlari menuju marka yang berada di tengah.

Jalan raya penuh dengan kendaraan. Habibi menghitung ancang-ancang hendak menyeberangi ruas jalan kedua. Ia menolehkan kepala ke kiri. Ditunggunya hingga jalanan lengang beberapa detik. Sesaat kemudian hanya ada bus angkutan umum berukuran besar. Jaraknya sekitar dua puluh meter dari tempatnya berdiri.

“Bus masih jauh,” ucapnya dalam hati. Habibi mulai melangkahkan kaki untuk menyeberang. Ternyata, jalanan lengang ini dijadikan sopir angkutan umum sebagai alasan untuk kebut-kebutan. Sopir bus terus tancap gas.

Habibi sudah terlanjur melangkahkan kaki. “Tak ada pilihan selain terus lanjut berlari,” pikirnya sambil mempercepat langkah. Ia tak mungkin mundur kembali. Habibi terdesak.

Ia berlari secepat mungkin karena bus bergerak semakin cepat. Sopir bus tidak mau mengalah. ketika posisi Habibi tepat di tengah moncong bus dengan posisi kaki berlari, bus hanya berjarak dua meter dengannya.

Habibi terus memacu kecepatan berlarinya hingga tiba di pinggir jalan. Habibi selamat tapi ia terperangah, diam membeku sesaat. Ia tak tahu bahwa para penumpang bus yang melihat ia menyeberang melampaui bus semua berteriak, sebagain mengungkapkan kebesaran Allah, “Allahu Akbar.” Yang dia tahu hanyalah seorang pengendara motor yang menghentikan motor dan sekonyong-konyong mencaci makinya.

“Bego lu, nyeberang gak liat-liat. Untung gak ketabrak. Kalo ketabrak mati lu,” umpat seorang pengendara motor.

Habibi tidak berkutik, tidak mampu berkata-kata. Ia nikmati cacian itu.

“Maaf, Pak,” kata yang akhirnya Habibi lontarkan tapi bukan di bibir melainkan di hati. Lalu pengendara motor itu pun pergi berlalu meninggalkan Habibi sambil mulutnya terus menyerocos.

Habibi akhirnya menyadari satu hal. Setengah tak percaya ia hampir saja tertabrak bus dan motor pada saat menyeberang tadi. Jika direka ulang dalam gerakan ala slow motion, tepat di sisi kiri bus yang diseberanginya, ada sebuah motor yang melaju tak kalah cepat dengan bus. Jarak Habibi dengan motor tersebut hanya satu jengkal. Dalam waktu nol koma sekian detik, ia berhasil melampaui bus dan motor sekaligus. Habibi bukan Flash, tapi ia selamat, tidak terluka. Ia belum jadi mati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang sangat bagus. Lanjutannya ditunggu bu

19 Feb
Balas

Alhamdulillah. Tetima kasih semngatnya ibu

20 Feb

Salam kenal bunda Retno, terima kasih atas supportnya. Siaap

19 Feb
Balas

Hmmmm serasa super hero itu dekat dengan Kita... Dari judulnya pasti di gemari oleh anak2 seusia murid Kita ya bund..Tulisan yang hebat, selamat berkelana menjadi penulis...

19 Feb
Balas



search

New Post