Yetti Muryati Tanjung

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ya Latiif

Ya Latif

Entah mengapa pertama kali aku mendengar cerita ini seluruh bulu kudukku berdiri dan secara spontan aku menangis. Saat ini pun, beriringan dengan mulainya jemariku menari mengetikkan huruf demi huruf untuk menuliskan kembali cerita itu, tanpa aku sadari air mata mulai membasahi kedua mataku. Bagaimana tidak, cerita yang tanpa sengaja aku dengar ini dapat menyadarkanku akan betapa Maha Lembutnya campur tangan Allah SWT dalam membalas segala perbuatan hamba-Nya.

Siang itu, hari Senin pertama setelah libur panjang di sekolah kami yang kata orang adalah sekolah terbelakang karena memang posisinya yang kurang menguntungkan, seperti biasanya ramai dengan suara riuh rendah siswa-siswa yang sedang beristirahat.

Ibu, Ibu! terdengar suara memanggilku dari arah belakang di lorong sekolah . Oh, ternyata beberapa muridku memanggilku.

Aku pun menoleh sambil menyahut seadanya, Iya.

Bu, kapan kita reunian? tanya salah satu di antara mereka sambil langsung berdiri mengelilingiku

Insya Allah hari Jumat di rumah Nurul. Jawabku sambil senyum seadanya. “Huuuft, padahal baru saja mereka naik ke kelas 8 di tahun ini sudah minta reunian dengan teman di kelas 7, pikirku dalam hati.

Setelah bertanya kepadaku, mereka berceloteh satu sama lain di depanku sambil sesekali mengajakku bercengkrama dengan mereka. Bu, Leli kan ulang tahun, kita mau ditraktir di PGC besok.

Oh, ya Selamat ya Leli, semoga menjadi anak pintar dan soleha sahutku sambil memberikan seuntai doa untuk Leli.

Leli, aku ikut ya, kata Linda. Sejurus kemudian mereka pun berlalu sambil menuju ke kantin.

Begitulah sebagai seorang guru seperti itulah yang biasa aku lakukan, menjadi pendengar yang baik akan kisah-kisah konyol mereka sambil tentu saja, me- na- si- ha- ti mereka jika ada perbuatan mereka yang menyimpang. Karena memang itulah tugas utama seorang guru, tidak hanya mengajar secara akademik tetapi juga dapat mendidik. Mengenalkan nilai-nilai mulia ajaran agama Islam. Apalagi aku kan mantan wali kelas mereka ketika di kelas 7-2.

Aku harus bisa menjadi teman, sahabat, orang tua, kakak bagi mereka. Apa yang kulakukan hanyalah sekadar ingin menciptakan rasa nyaman ketika mereka berada di dekatku. Dengan demikian, mereka akan nyaman pula mencurahkan isi hatinya kepadaku. Mempertemukan hati anak-anakku dengan hatiku. Itulah kuncinya. Iya, anak-anakku, sebutan itulah yang aku sukai untuk menyebut murid-muridku.

Mereka adalah anak-anak yang beranjak remaja dengan usia sekitar dua belas atau tiga belas tahun. Kadang-kadang sifat polos kekanakan mereka muncul. Namun , sifat dewasa mereka pun kadang-kadang muncul.

Ketika masih kecil dulu, mungkin mereka belum mengenal arti berbagi kebahagiaan dengan teman, tetapi kini mereka mulai mengenalnya, seperti yang akan dilakukan Leli pada teman-temannya, berbagi kebahagiaan karena ia sedang berulang tahun.

Hari Jumat pun tiba. Hari Reunian.

Semenjak pagi, ketika berpapasan dengan mantan siswa-siswa kelas 7.2. Reunian. Itulah yang mereka tanyakan. Bu, nanti jadi kan di rumah Nurul? tanya Nova untuk sekadar meyakinkan.

Iya jawabku sekenanya. Sehabis shalat Jumat ya, kumpul di rumah Nurul. sambungku.

Cahaya matahari semakin menantang. Rombangan jamaah shalat Jumat mulai berhamburan keluar dari masjid dekat sekolah. Aku pun menunaikan shalat zuhur di musholla sekolah. Kemudian bersiap-siap untuk melangkahkan kaki ke rumah Nurul, yang bukan suatu kebetulan berada di RT yang sama dengan sekolah kami.

Assalamualaikum. Ucapkku setibanya di depan pintu rumah Nurul.

Sahutan murid-muridku dari arah dalam rumah terdengar serentak menjawab salamku, Waalaikumsalaaaaam

Aku pun masuk dan bersalaman dengan ibunda Nurul dan mengambil posisi duduk di sampingnya. Kami dan para murid duduk melingkar bekeliling di ruang tamu. Sambil menunggu beberapa murid yang belum datang, kami pun memulai acara. Nurul sebagai tuan rumah membuka acara reuni siang itu lalu mempersilakanku memberikan sambutan. Sejurus kemudian ruangan menjadi hening saat aku memulai kata dalam sambutanku.

“Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat tak terhingga kepada kita semua. Shalawat dan salam tidak lupa pula kita sampaikan kepada Rasulullah SAW, yang telah membimbing kita dari kegelapan menuju jalan yang penuh cahaya.

Yang terhormat ibunda Nurul serta anak-anakku yang ibu sayangi,

Tak terasa setahun telah berlalu sejak kalian pertama kali duduk di bangku kelas 7. Selama itu pula banyak kenangan yang telah kita ukir. Ibu berpesan semoga waktu setahun itu jangan kalian lupakan. Walaupun kini kalian sudah berganti kelas, tetaplah jalin silaturahmi.

Ibu doakan semoga kalian menjadi anak-anak yang solih, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Demikian sambutan yang Ibu sampaikan. Mohon maaf atas segala kekurangan. Wabillahi taufik walhidayah. Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Lalu Nurul mempersilakan Andhika untuk membaca doa. Dengan senyum malu-malu, Andhika memimpin pembacaan doa. Marilah kawan-kawan kita membaca surat Al-Fatihah bersama-sama.

Kami tunduk sejenak, khusyuk membaca surat Al Fatihah. Aamiin ucap kami masing-masing di akhir surat Al Fatihah. Ibunda Nurul pun mulai sibuk menyiapkan makanan yang akan dihidangkan.

Yeaaah! Acara yang ditungu-tunggu pun tiba, makan-makan. Hahaha, terdengar tawa lepas serta celotehan-celotehan kecil beriringan dengan suapan makanan ke mulut mereka. Aku pun ikut menengahi cerita-cerita mereka.

Bagaiman acara traktir teman-teman kemarin di PGC, Leli?

Dengan spontan dan bersemangat Leli pun langsung menjawab, Waah Bu, masa kemarin kita dibayarin orang.

Maksudnya? tanyaku penasaran.

Iya bu, sahut muridku yang lain. Waktu mau bayar, kasirnya bilang bahwa makanan kami sudah dibayar sama pasangan suami istri yang duduk di pojok.

Loh kok bisa? Memangnya kalian kenal dengan suami istri itu? tanyaku penasaran. “Nggak Bu, sahut Leli dan Kania bersamaan.

Aku pun tersenyum sambil mengatakan kepada Leli, Alhamdulillah ya Leli. Itu rezeki anak soleha.

Hehehe, Leli menyahuti dengan tawa seadanya. Uang yang dikasih mama buat beli es krim deh, Bu.

Huuuft, sesaat setelah Leli dan Kania menceritakan kejadian yg membahagiakan mereka itu, dadaku tiba-tiba sesak. Aku mencoba menolak air mata yang tiba-tiba mengalir hangat di pelupuk mataku. Di sela-sela gelak tawa mereka aku menangis. Iya, aku benar-benar menangis. Ya Allah betapa Maha Lembutnya Engkau. Teriakku parau dalam hati.

Kutetap menyuap nasi di piringku sambil menunduk mengusap air mata yang belum sempat jatuh di pipi dengan sehelai tisu. Jangan sampai mereka melihat aku menangis Ucapku dalam hati. Kucoba tersenyum tipis di hadapan mereka, seolah ikut merasakan kelucuan-kelucuan yang mereka ceritakan. Gina terus mengoceh membalas candaan teman-temannya. Sambil menyuap nasi, Linda kembali menggoda Gina. Rida ikut menimpalinya. haa..haa..haaa. terdengar suara tawa mereka serentak memenuhi ruangan.

Tak terasa hidangan mulai berkurang, kue-kue dalam piring hanya satu atau dua saja yang tersisa.. Tumpukan piring-piring kotor semakin meninggi di hadapan kami. Yuk, kita bawa ke dapur, ajak Sabrina kepada Linda.

Oke, jawab Linda dengan sigap.

Piring-piring kelar dicuci, tikar dan karpet telah digulung, kami pun berpamitan pulang kepada Nurul dan ibundanya. Assalamualaikum, ucap kami.

Waalaikumsalam, balas mereka menjawab salam kami.

Si Rahma, Asma dan Thoriq belok kanan seketika sehabis memberi salam menuju gang ke arah rumah mereka, sedangkan aku dan sebagian yang lainnya bersama-sama belok kiri hingga ujung gang kami pun berpisah.

Kembali sendiri aku menyusuri jalan pulang menuju rumah. Cerita Leli selalu terngiang di telingaku. Tak kuhiraukan kebisingan lalu lalang kendaraan di sekelilingku. Otakku terus berputar menganalisis kejadian di luar nalar itu. Kok bisa ya? tanyaku kepada diri sendiri. Aku kembali memutar ulang cerita Leli dalam benakku. “Sungguh sempurnanya skenariomu ya Rabb. Siapa yang menyangka Leli dan teman-temannya akan ditraktir oleh orang yang tak dikenal? Bagaimana mungkin ada orang yang mau berbaik hati kepada orang yang tak dikenalnya?”

Sudah sebelas menit aku berdiri terpaku menunggu angkot jurusan Cawang yang tak jua tiba. Kembali aku tenggelam mencurahkan ketakjubanku kepada-Nya Ya Allah benar-benar telah Engkau berikan rezeki tak terduga kepada Leli.

Kakiku mulai terasa pegal. Alhamdulillah, seruku kegirangan dalam hati karena angkot jurusan Cawang mulai tampak wujudnya dari kejauhan. Lalu sang sopir melambatkan laju angkotnya mendekati tempatku berdiri di sisi jalan. Bismillah ucapku dengan perlahan seraya menaiki angkot yang berwarna hijau telur asin itu. Kupilih posisi duduk di bangku kosong sisi sebelah kiri bagian paling belakang. Kembali kumenyelam dalam renunganku tentang kehmahalembutan kasih-Nya. Kuresapi makna zikir berulang dalam hatiku, Ya, Latiif, ya Latiif, ya Latiif.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post