Ayah. Tantangan ke 150
Malam dingin di bangku nomer delapan. Seperti biasa ibuku duduk di sebelah kananku dan seperti biasa pula aku tak tahu siapa yang akan duduk di sebelah kiriku. Selalu berganti-ganti setiap waktu. Aku berharap ada sekelat perempuan berhati lembut duduk di samping kiriku dan sesekali memelukku. Tetapi itu tidak pernah terjadi. Aku hanya berhenti pada tuhan semoga dan semoga, berharap dan berharap dan entahlah apakah harapanku akan menjadi nyata. Di malam takbiran ini aku tak henti memandang langit. Wajahnya sungguh lembut dengan matanya yang bening. Mungkin ayahku seperti itu. Aku tah tahu. Aku hanya seringkali memandang ke kanan dan ke kiri, lalu aku sering melihat sekelabat perempuan yang duduk jauh dari kursiku. Ia sesekali menatapku, lalu tersemyum dan kemudian menghilang. Apakah itu sosok ayahku? Aku tak tahu.
Tetapi setiap kali lebaran, lelaki itu selalu berdiri di situ dan seperti ingin dekat denganku. Aku tidak menceritakan hal ini pada ibuku. Wajah lelaki itu persis dengan wajah foto ayahku di rumah. Ya foto ayahku. Bila aku rindu ayahku, yang aku lakukan adalah memeluk foto itu. Lalu tak kusadari mataku basah, dan airmataku jatuh satu-satu menggenangi fotoitu. Dan ketika ibu datang aku buru-buru menghapusnya dengan bajuku agar ibuku tidak tahu bila aku sungguh merindukan ayahku. Sejujurnya aku sangat merindukan pelukan ayahku. Aku pernah merasakan pelukan lelaki, tapi tidak pelukan ayahku. Lebaran kali ini, entah mengapa ada tempat kosong si samping kiriku.
Seperti biasa aku menatap kanan dan kiri dan sekelabat lelaki itu kembali muncul, duduk di bangku nomor tiga. Ia menoleh ke arahku dan seperti biasa tersenyum manis. Hatiku mulai menggemuruh saat ia tidak menghilang namun justru beranjak dari tempatnya, mendekatiku dan duduk di samping kiriku. Namun entah mengapa aku tidak merasa takut. Yang aku rasakan justru rasa bahagia dan damai. Saat semua berdiri, lelaki itu juga berdiri lalu memelukku. Hangat sekali. Rasa bahagia merasuki relung hatiku. Aku tidak pernah merasakan sebahagia itu. Aku yakin itu ayahku. Dan itulah pelukan pertama ayahku sejak ia meninggal 1 jam sesudah peristiwa beberapa tahun lalu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aamiin. Terimakasih bunda
Saking rindunya dgn sosok seorang ayah, sehingga ada bayangan yg menyerupai.....Alfatihah buat alm ayah....
Aamiin. Terimakasih bunda
Semoga husnul khotimah. salam Bunda.
Aamiin.. semoga khusnulkhotomah. Alfatiha...