Tidak semua orang terlahir dari keluarga yang beruntung. Jika bisa memilih, sudah pasti semua menginginkan terlahir dikalangan keluarga mapan. Itulah lika-liku kehidupan yang sudah menjadi ketentuan Allah, SWT yang patut kita syukuri dan jalani.

Menjadi bagian dari keluarga marginal, kita dituntut untuk ulet dalam mengikuti proses belajar mengajar ditengah masa pandemi.  Bayaknya keterbatasan media yang digunakan membuat kita perlu untuk beradaptasi dengan belajar secara online. Mulai dari gawai yang harus berpunya, kuota yang juga harus cukup serta kepiawaian kita dalam menggunakan gawai tersebut juga menjadi tolak ukur. Hal ini tentu Berbeda dengan mereka yang mapan, yang mempunyai kemudahan dalam memperoleh segala sesuatu terkait belajar online saat ini.

Namun bagaimana dengan mereka yang yang berada dipinggiran. Tentu hal ini menjadi sebuah penghalang bagi mereka yang ada. 

Namanya cintia

Bukan Walikota bukan pula cinderela

Hanya anak biasa yang penuh derita

Yang pedih hanyalah hidupnya bukan hatinya

Namun tetap pada pendirianya

Uang tak ada Gawaipun tak punya

Apalagi kuota juga tak ada

Mau belajar online, numpang dirumah tetangga

Ah, itu biasa saja

Itu menurutmu, tidak untuk Cintia

Dia ingin ilmu tetap ditimba dan diraihnya

Walaupun kata ibunya, cukup hanya sampai SMP saja

Cintia harus pasrah menerima

Masih banyak anak-anak senasib Cintia

Ada yang peduli, ada yang menutup mata

Beginilah wajah lesuh dan penuh darita

Gadis belia yang tiada bepunya

Sampai kapan Ia akan mengalaminya?

Kala kita mendengar Cintia meminta,

bolehkah aku meminjam Gawaimu?