MENALAR PLAGIARISME, SI MUSUH BESAR SEBUAH KARYA
Mulanya
Izinkan saya sedikit beropini terkait topik “Plagiarisme / Plagiat”. Terinspirasi dari beberapa bahasan tulisan Mas Eko yang ada di Facebook dan Gurusiana. Mari sebelumnya kita bersama meluruskan persepsi tentang apa itu plagiat. Biar gampang, kita buka wikipedia saja.
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. (Wikipedia: 2019).
Lanjutan
Nah, cara saya membubuhkan sumber (Wikipedia: 2019) di akhir paragraf adalah salah satu cara agar kita terhindar dari sebutan plagiat. Begitu pula ketika kita mengutip sumber dari buku, artikel, jurnal, dan situs lainnya.
Banyak sekali buku yang membahas bagaimana cara menghindari plagiarisme, artikel pun banyak, Anda tinggal cari di internet (jangan pelit kuota internet).
Pengalaman
Plagiarisme adalah sebuah tindakan yang tidak ada ampunnya bagi kami di lingkungan civitas perguruan tinggi. Saya teringat pengalaman ketika menyelesaikan tesis 2 tahun yang lalu. Karena kesibukan dosen pembimbing, bimbingan banyak dilakukan via dunia maya (Email, WA, Telegram, Skype) dibanding tatap muka. Apakah ini menguntungkan saya sebagai mahasiswa? Secara kasat mata iya. Namun ini juga menjadi balada ketika bimbingan online, tentu coretan tesis saya harus dikirimkan dalam bentuk digital.
Lalu dimana tantangannya? Adalah ketika sebuah data dalam bentuk digital, akan sangat mudah melakukan pendeteksian per kalimat tentang keasliannya, saat ini banyak program aplikasi penyedia fitur untuk deteksi plagiarisme, yang biasa saya pakai “Plagiarism Checker X”.
Fungsinya mudah, tinggal masukan dokumen yang akan di cek, program ini akan mencari sumber-sumber yang terkait dokumen tadi dan di akhir scanning, program ini akan menyimpulkan berapa persen plagiat dokumen tersebut.
Saat bimbingan tesis dulu, dosen saya mensyaratkan hanya boleh plagiat sekitar 15%. 15% ini bukan angka plagiat sebenarnya, ini tentu akan selalu ada, misal penulisan kata “Latar Belakang Masalah”, ini tentu akan dianggap program aplikasi sebagai plagiat, karena program menemukan kata yang sama di mesin pencarian internet. Tentu ini semacam toleransi error program yang diberikan dosen saya, maka diambil angka 15%, lewat dari 15% saya disuruh cek lagi dokumen/bab tesis yang saya kirim untuk diperbaiki dimana kalimat-kalimat yang dianggap plagiat.
Sulit? Iya. Saya yang "tidak berniat" plagiat saja harus mengulang 10 kali bimbingan via email hanya untuk satu bab demi menghindari plagiarisme, karena di dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, plagiarisme tiada ampunnya.
Mengingat begitu susahnya menghindari plagiarisme, ketika menemui kasus seseorang yang dengan mudah menyalin keseluruhan, lalu mengakui tulisan/artikel tersebut adalah miliknya, saya hanya bisa tersenyum manis.
Ingat, plagiarisme adalah musuh besar sebuah karya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Itulah hantu yang selalu membayangiku Pak
Terimakasih ilmunya, sangat bermanfaat.
say no plagiarism. karya original meski masih tertatih2 lebih istimewa daripada karya hasil menciplak
Nah ini. Mantul Buk hehe