PUBER JAMAN NOW #2
Oleh : Yudha Aditya Fiandra, S.Pd., M.Kom
2. Puber Agama
Saya sadar tulisan ini bisa saja menimbulkan celah multi penafsiran, mudah untuk dipelintir, maka dari itu saya tekankan dari awal, puber dalam beragama berbeda dengan fenomena hijrah yang ramai akhir-akhir ini.
Memang fase untuk menuju puber agama adalah dengan berhijrah, tetapi tidak semua yang berhijrah terjerumus menjadi puber dalam beragama. Ada yang menjalani hijrahnya dengan baik dan sempurna tanpa harus menjadi puber.
Sebagaimana telah saya jelaskan pada puber politik sebelumnya, puber agama juga merupakan sikap yang belum mencapai pendewasaan diri. Ciri-ciri yang mudah ditemukan seperti cenderung merendahkan tingkat keimanan seseorang yang menurutnya tidak pas dengan ideologinya. Merasa sudah mendapatkan nikmatnya iman, dekat dengan sang pencipta, kemudian dengan mudahnya menakar dosa setiap orang yang belum berhijrah. Fenomena puber agama ini tidak melulu dialami oleh kaum muda yang sedang mencoba hijrah saja, karena fenomena ini bisa terjadi pada setiap fase umur, pun tidak mengenal jenjang pendidikan apapun. Kita tentunya sangat bangga jika setiap anak muda di negeri tercinta ini berhijrah untuk menjadi lebih baik, mengenal agamanya lebih dalam. Namun jika tujuan hijrah tersebut hanya untuk mengikuti tren yang ada, merubah gaya berpakaian demi konten media sosial seperti instagram, apakah tidak seharusnya kita meluruskan niat yang seharusnya baik ini.
Mereka yang berada di lingkar puber agama, pada tingkat yang ringan mungkin hanya sekedar merubah tren berpakaian kemudian mengunggahnya di media sosial agar terlihat sudah menjadi orang yang berbeda, hanya sebatas itu. Pada tingkat yang lebih parahnya, ini agak mengkhawatirkan, orang-orang ini tidak akan bisa tinggal di lingkungan yang majemuk, dimana tinggal orang-orang dengan berbagai macam agama disekitarnya. Keberagaman adalah sesuatu yang mustahil ada pada diri mereka, selamanya mereka akan berada pada sangkar yang membatasi gerak dan pemikiran, selalu berada pada lingkungan homogen.
Mengenai keberagaman, setidaknya saya bisa belajar banyak dari kota Manado Provinsi Sulawesi Utara, saya adalah seorang muslim yang pernah bertugas mengajar di perguruan tinggi swasta disana, sembari mempelajari adat budaya, perilaku sosial beragama masyarakat disana. Bagaimana bisa Gereja didirikan bersebelahan dengan Mesjid atau Mushala, bagaimana ribuan agama (6 agama resmi, sisanya kepercayaan lokal) hidup rukun tanpa ada gesekan disana, bahkan disana juga ada penganut Yahudi, yang jarang Anda temukan di Provinsi lain di Indonesia.
Sebenarnya tidak hanya Manado, kota lain di Sulawesi Utara seperti Kota Tomohon yang sudah diketahui secara luas sebagai salah satu kota dengan tingkat kerukunan umat beragama tertinggi di Indonesia, puncaknya pada tahun 2017 Kota Tomohon meraih “Harmony Award” dari Kementerian Agama. Torang Samua Basudara, slogan yang selalu meraka dengungkan, agaknya sesuai dengan implementasinya.
Kembali pada pembahasan awal, puber agama bukanlah sebuah penyakit, ini hanya semacam fase yang seiring bertambahnya ilmu tentang agama, semakin mampu menerima perbedaan ideologi bahkan perbedaan agama, serta tidak akan mudah memberi label sesat kepada seseorang yang diluar kelompoknya. Ibarat sebuah buku, kaum puber ini masih berada di bab awal buku, belum membaca sepenuhnya keseluruhan isi buku, fanatisme yang berlebihan terhadap sepotong ilmu yang baru dipelajarinya, kemudian dengan penuh semangat menunjukan “kesesatan” orang-orang yang mereka anggap sesat, tidak jarang kaum puber ini berdebat di media sosial “debat kusir” yang tiada bermanfaat sedikitpun.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga dikuatkan hati kita untuk istikomah mempelajari ilmu agama agar tak "Puber Agama". Jazakallah khoir untuk tulisan yang mencerahkan ini. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, Pak Guru.
Alhamdulillah Buk Raihana, mari kita sesama muslim saling mendoakan buk. Barakallah.
Puber agama, biasanya telat belajar agamanya. Belajar agamanya setelah dewasa, lewat sumber gurunya yaoutube, dan google. Bahaya...di tambah lagi pemahaman dalam memahami ayat secara tekstual..