Yudha Aditya Fiandra

“Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” (Al...

Selengkapnya
Navigasi Web
PUBER JAMAN NOW #1

PUBER JAMAN NOW #1

Oleh : Yudha Aditya Fiandra

Kalau dahulu, pubertas erat kaitannya dengan perilaku remaja akibat perubahan fisik, psikis dan pematangan fungsi seksual. Namun menurut saya, kini makna puber tidak sebatas itu saja, istilah ini dapat kita pakai untuk aktivitas lainnya, seperti :

1. Puber Politik

Fenomena ini sering terjadi dekat-dekat pemilihan umum, baik pemilihan eksekutif maupun legislatif bahkan pemilihan kepala desa sekalipun.

Ibaratkan seorang remaja puber yang sedang hangatnya larut dalam perasaan menyukai lawan, puber dalam hal politik pun demikian. Seseorang yang baru saja mengenal dunia politik, akan menjadi sangat fanatik dalam memberikan dukungan, menganggap lawan politik adalah musuh abadi, padahal dalam politik itu sendiri tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan politik semata.

Masih sangat jelas dalam ingatan kita, bagaimana kontestasi pilpres 2019 lalu, pendukung A menjelekan pendukung B dengan memberi label, sebutan yang buruk bagi kelompok lawan politiknya, begitu sebaliknya.

Sehingga dalam pemilihan presiden 2019 kemarin, kita akrab dengan istilah “Kampret, Cebong, Kadrun, Sontoloyo dan Genderuwo”.

Istilah yang ada ini lahir dari pendukung kandidat, ditujukan untuk pendukung lain dan kemudian berbalas penyebutan istilah pula dari kelompok seberang. Bahkan sampai pemilihan usai, pengelompokan pendukung berdasarkan istilah-istilah diatas tetap ada. Perdebatan hangat mereka tidak hanya terjadi di media sosial, bahkan sampai warung kopi sekalipun.

Sebenarnya hal ini bisa ditinjau dari dua sisi, sisi pertama kita bisa melihat antusiasme masyarakat terhadap politik, ini tentu bagus bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Namun sisi lainnya, ini yang membuat saya geregetan dari dahulu, ingin menuliskan, tetapi sengaja menunda sampai suhu politik agak dingin.

Ketertarikan seseorang terhadap isu-isu politik saat ini tidak dibarengi dengan keahlian menyaring informasi. Teknologi digital memudahkan segalanya, termasuk dalam hal mendapatkan akses sumber informasi. Saat ini, literasi bukan lagi permasalahan bagaimana mendapatkan sumber bacaan, membacanya lalu menuliskan, lebih luas dari itu, saat ini literasi digital mengharuskan kita yang hidup di Abad ke-21 untuk kritis dan mampu menyaring informasi dari bacaan digital yang menjamur akhir-akhir ini.

Dalam buku yang sedang saya tulis (saat ini sedang dalam tinjauan editor), saya memberi bab khusus untuk literasi digital. World Economic Forum pernah merilis keahlian abad ke-21, salah satunya “ICT Literation” atau literasi digital. Literasi digital tidak hanya bagaimana melek penggunaan perangkat digital, lebih dari itu, literasi digital juga berguna dalam hal menyaring jutaan informasi digital yang berseliweran di internet. Lalu apa hubungan antara puber politik dengan literasi digital? Jika Anda membaca dengan baik penjelasan diatas, tentu Anda sudah dapat menemukan korelasinya.

Literasi digital dalam fungsinya sebagai penyaring informasi digital adalah solusi untuk menyadarkan kaum puber politik yang aktif di media sosial untuk mampu menyaring informasi yang masuk, menelusuri sumber berita yang mereka dapat, berpikir kritis sebelum membagikan berita. Anehnya saat ini, manusia puber politik tidak lagi berpikir kritis sebelum membagikan berita, asalkan itu sesuai dengan ideologinya, sesuai dengan perasaannya, langsung di share saja. Padahal banyak berita politik yang sengaja dibuat orang tidak bertanggung jawab hanya untuk memainkan perasaan agar mendapat dukungan pengguna media sosial, apa saja? Saya rasa anda bisa mencari sendiri contohnya.

Apa poin yang ingin saya sampaikan? Menjadi dewasa memang harus melewati masa pubertas, puber politik biasanya dialami oleh pemilih pemula, saya pribadi termasuk pemilih pemula. Namun tidak semua pemilih pemula menjadi puber politik dengan cara fanatik, menjadi kritis saat ini sudah sebuah keharusan. Seharusnya drama politik yang terjadi saat ini (si A bergabung dengan kubu si B, si C yang dulunya bersama si A kini bergabung dengan kubu si D) menyadarkan Anda bahwa tidak ada yang abadi dalam politik, tidak usah terlalu menyeriusi politik, tidak usah baper, tetaplah kritis, bijaklah dalam bermedia sosial.

2. Puber .....

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bismillahirrahmanirrahim... dengan modal terus menulis & menulis, insya Allah saya ingin sekali memberikan karya terbaik untuk Negeri ini...

09 Nov
Balas



search

New Post