Menghidupkan kegiatan bermakna tidak mudah. Termasuk menulis buku. Saya memulainya sejak remaja. Itu pun dalam lembar-lembar diary. Ceritanya bisa tentang diri, orangrua, teman, lingkungan sekitar. Ya, didominasi oleh cerita diri.

Buat saya membuat buku butuh energi besar. Butuh kesabaran. Bituh konsistensi diri. Ada mimpi ada benang merah yang perlu dibentangkan dalam bentuk lintasan peristiwa jika itu adalah cerita panjang. Namun bisa juga ungkapan satu peristiwa-peristiwa dalam satu bingkai besar.

Kadang orang lupa bahwa menulis harus ditumbuhkan. Seperti layaknya tanaman perlu dipelihara. Disirami, dipupuk, disiangi, hingga ada beberapa tanaman perlu mendapat perlakuan khusus. Maka menulis buku pun demikian. Jenis seperti apa yang akan dituliskan. Artikel kecilkah? Kumpulan cerpen dalam fabel atau novel panjang yang di dalamnya penuh konflik?

Bisa jadi ceritanya ringan-ringan saja. Tergantung maunya dibuat seperti apapun, itu adalah hak penulis. Namun, jika ingin dipublikasikan di segmen yang levih luas, maka buatkan cerita yang menarik.

Baiklah, terlepas dari itu semua kita kembali kepada ide awal. Membiasakan menulis menjadi bagian penting dalam sejarah hidup manusia. Harus dipaksakan menjadi kebiasaan. Seperri mandi, menyikat gigi, bahkan makan karena kebutuhan.

Nah, jika sudah seperti itu, maka dengan sendirinya membaca pun jadi kewajiban. Perlu referensi, termaauk menulis hal yang ringan. Mau coba? Yuk kita buktikan.

Kang Yudha