Yudha Kurniawan

Salah satu editor mediaguru. Senang eksplorasi wilayah baru. Menjadi tenaga volunteer di beberapa wilayah baru, Indonesia dan CLC Etania Sabah Malaysia. Menjadi...

Selengkapnya
Navigasi Web

Terjerat Plastik

Beberapa hari lalu, Harian Republika mewartakan tentang penemuan bangkai ikan paus yang terdampar di wilayah pantai perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Ditemukan sebanyak 5,9 kg sampah plastik di dalam perutnya. Terbukti bahwa ikan paus tersebut menelan sampah plastik yang ada di lautan.

Artinya perairan Indonesia sudah tidak aman lagi bagi ikan-ikan besar sejenis paus yang dulu berenang bebas berimigrasi dari Laut Jepang menuju lautan Australia. Menyeberangi Sulawesi Tenggara hingga melewati Laut Banda. Menurut berita dari http://www.tribunnews.com/nasional/2018/10/15/indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-2-di-dunia-yuk-lakukan-ini Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia, sampah plastik sangat berbahaya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/ tahun. Sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Tidak hanya itu, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan (daratan) sekitar 10 miliar lembar per tahun atau 85.000 ton kantong plastik.

Saya diam sejenak mengetahui informasinya. Betapa rusaknya cara pengelolaan negeri ini yang tidak mampu merawat laut sebagai sumber penghasilan protein hewani yang dianugerahkan Allah kepada bangsa berlimpah rezeki. Padahal laut menempati porsi kurang lebih 70% atau 2/3 luasan dibandingkan dengan daratan di bumi Indonesia secara geografis.

Saya tidak habis pikir, pendidikan semacam apa yang membuat rakyatnya tidak peduli dengan sampah yang setiap harinya dihasilkan. Terlebih sampah plastik yang tidak mudah hancur. Kantung plastik yang digunakan untuk membawa belanja membutuhkan waktu 10-20 tahun hingga terurai. Styrofoam yang biasa digunakan untuk membungkus makanan dan minuman bisa hancur setelah 50 tahun. Diapers yang banyak digunakan untuk bayi dan lansia hancur setelah 450 tahun demikian juga dengan botol minuman plastik juga butuh waktu panjang, 450 tahun.

Ada yang salah dalam pengelolaan pendidikan bangsa ini. Beribu sarjana baru yang dicetak setiap tahunnya, tapi tidak memberi dampak kemaslahatan yang signifikan. Rakyat semakin berat mengarungi hidup karena masalah yang dibuat sendiri. Kemudian setelah tahu merugikan diri sendiri baru teriak-teriak pentingnya kepedulian.

Maka sikap peduli itu perlu ditumbuhkan sejak dini dari pendidikan sederhana terhadap diri, terhadap sesama, terhadap alam. Plastik yang sebenarnya bermanfaat jangan sampai menjerat kehidupan di masa depan karena manusianya tidak bijak menggunakannya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ulasan yang sangat bermanfaat semoga kedepannya pemerintah mau menanggulangi menumpuknya sampah yang banyak menimbulkan masalah

16 Jun
Balas



search

New Post