Yudha Kurniawan

Salah satu editor mediaguru. Senang eksplorasi wilayah baru. Menjadi tenaga volunteer di beberapa wilayah baru, Indonesia dan CLC Etania Sabah Malaysia. Menjadi...

Selengkapnya
Navigasi Web

Transparansi Komunitas

Ternyata tidak mudah loh menjaga komunitas. Setidaknya saya punya pengalaman membersamai komunitas. Hampir dua puluh tahun bergelut di sebuah komunitas sekolah dan lima belas tahun bergelut di komunitas pertanian seperti yang saya ceritakan pada tulisan awal tentang komunitas. Saya rasa waktu tersebut bukan sebentar untuk bisa merasakan pahit getir yang namanya komunitas.

Saya bisa pastikan bahwa semangat kebersamaan dalam komunitas itu turun naik. Ya tentunya jika tidak dirawat. Pasti tidak akan lama bertahan. Sebenarnya kalau hanya dibicarakan saja memang mudah kok. Sulitnya justru saat dipraktikkan. Menurut saya satu kuncinya adalah transparansi. Apalagi jika mengenai keuangan. Duh ruwet urusannya.

Bicara transparansi menjadi perlu untuk membangun semangat keterbukaan. Bukan karena tidak percaya tapi organisasi yang dibangun secara terbuka memberi kepercayaan yang tulus.

Bayangkan, sarana dan prasarana sekolah yang terbatas mampu dipenuhi oleh komunitas. Saya masih ingat ketika kelas TK belajar tata surya. Mereka menginap di sekolah dan melihat bulan satu per satu lewat teropong pinjaman salah satu atau dua dari orang tua siswa. Padahal sekolah memang tidak memiliki sarana penunjang belajarnya.

Lain lagi ketika kelas V hendak belajar di Yogyakarta. Merencanakan pembelajaran yang tidak bisa. Napak tilas Ki Hajar Dewantara di tanggal 2 Mei. Bisa upacara “bareng” anak taman siswa kemudian dilanjutkan dengan ziarah kubur ke makam beliau. Mewawancarai anak buyutnya menjadi kegiatan pembelajaran yang “keren”. Siapa lagi kalau bukan difasilitasi orang tua-orang tua siswa yang berasal dari Yogyakarta. Orang tua yang masih memiliki snak saudaranya di sana. Bisa mengirit biaya konsumsi dan akomodasinya.

Atau ketika kelas III belajar zoo. Guru dan siswanya merancang kandangnya. Belajar tentang herbivora, karnivora, dan omnivora. Sekali lagi kerja sama dengan orang tua siswa yang mempunyai link di kebun binatang. Betapa indahnya pembelajaran tanpa batasnya. Mendatangkan beberapa binatang liar ke sekolah. Kandang kelas III. Ada tiket restribusinya. Ada nilai ekonomi yang diperoleh. Ada pembelajaran kelas eksklusif karena menghadirkan kebun binatang ala kelas III.

Sekali lagi karena komunitas. Semuanya tentu harus transparan. Pembelajarnya transparan. Pembiayaannya transparan. Guru – siswa – orang tua senang.

Susahnya kalau sudah transparan masih belum paham juga. Biasanya beda frekuensi. Gigit jari saja kalau sudah begini. Padahal pada sistem transparan dalam praktiknya cukup mampu meningkatkan partisipasi orang tua terlibat secara langsung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post