Yudi Aryanto

Adrianus Yudi Aryanto lahir di Baturaja, 15 Januari 1969. Saat ini tinggal di Kota Bandung. Lulusan Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI jurusan Bahasa dan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Nihil Difficile Volenti (27) - Nada dan suasana dalam puisi
Sumber gambar: Kompasiana.com

Nihil Difficile Volenti (27) - Nada dan suasana dalam puisi

Tantangan Menulis Gurusiana 365 hari

Kolom

Nihil Difficile Volenti (27)

Nada dan suasana dalam puisi

Meskipun menulis puisi itu dirasakan mudah, mengalir begitu saja. Namun, dalam setiap menciptakan puisi setiap penulis atau penyair harus memiliki sikap tertentu terhadap pembaca, di antaranya: menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.

Sikap penyair kepada pembaca disebut nada puisi. Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi. Suasana adalah akibat yang ditimbulkan oleh puisi terhadap jiwa pembaca.

Nada dan suasana puisi saling berhubungan. Nada puisi menimbulkan suasana tertentu terhadap pembacanya. Nada duka yang diciptakan oleh penyair dapat menimbulkan suasana iba di hati pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk. (E.Kosasih, 2008: 39)

Yuk, cermati bersama untaian bait puisi berikut.

Abang Becak

Sepinya penumpang hari ini adalah kekhawatiranku

Anak istri tetap berharap ada rezeki dari keringat tuaku ini

Asalkan asap dapur tetap mengepul sudahlah cukup bagiku

***

Sais Delman

Di tikungan ini kita berhenti dan duduk, rehat sejenak

Kau tetap setia menemani hari-hariku, kuda poniku

Pernahkah kau bermimpi ‘tuk terlena dalam kelelahan ini?

***

Pedagang Asongan

Ratusan bus sudah kunaiki, kini sepi para penumpang

Mereka kian menjauh, kian terbatas ruang gerak

Hanya debu jalan nan akrab bersapa di sekeliling kebisuan ini

***

Graha Bukit Raya, 13 September 2020, 19:27, (suatu sore di persimpangan jalan)

(Sumber: Yudi, Sebab Bulan Bernyanyi)

Puisi dalam ketiga bait di atas berisi potret keseharian tentang pengamatan terhadap tiga sosok; abang becak, sais delman, dan pedagang asongan. Penulis ingin menyampaikan sisi kegetiran atau kegelisahan apa adanya sebagai ungkapan empati kepada pembaca, seperti yang terungkap dalam kata-kata: sepinya penumpang hari ini adalah kekhawatiranku, kau tetap setia menemani hari-hariku, kuda poniku, dan mereka kian menjauh, kian terbatas ruang gerak.

BERSAMBUNG

Graha Bukit Raya, 9 Mei 2021 09:50

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa Mas Yudi.....sangat bagus utk literasi pembelajaran puisi di kelas....ditunggu sambungannya.....mkasih

10 May
Balas

Selalu keren ulasannya pak Yudi

09 May
Balas

Sangat mencerahkan Pak Yudi. Senang membacanya.

09 May
Balas

Anak istri tetap berharap ada rezeki dari keringat tuaku iniAsalkan asap dapur tetap mengepul sudahlah cukup bagiku...Terima kasih ilmu pak.

09 May
Balas

Keren sukses terus pa

09 May
Balas

Terima kasih, Bu. Salam sehat selalu.

09 May



search

New Post