Nihil Difficile Volenti (36) - Menjadi Pribadi yang Inklusif
Tantangan Menulis Gurusiana 365 hari
Hari ke-485
Kolom
Nihil Difficile Volenti (36)
Menjadi Pribadi yang Inklusif
Akhir-akhir ini, melihat orang asyik dengan dirinya sendiri saat berada di tempat umum bukanlah pemandangan yang asing lagi. Malah orang sudah menganggap biasa. Mereka jarang memberikan perhatian terhadap situasu di sekelilingnya. Bahkan terkesan orang enggan membangun komunikasi dengan bertegur sapa kepada orang lain yang tidak dikenal. Seakan-akan masing-masing orang sudah memiliki dunia yang eksklusif atau mengeksklusifkan diri.
Tanpa disadari, masyarakat modern mulai menjadi masyarakat yang eksklusif, membatasi kehidupan sosialnya hanya pada kalangan tertentu atau kelompok tertentu saja. Mereka cenderung kurang peduli dengan keadaan di sekitarnya.
Lalu, apa yang bisa diperbuat terhadap situasi demikian? Sebagai pribadi bagaimana menyikapi hal ini?
Sebelum menjawab, perlu menilik arti kata inklusif. Inklusif berasal dari bahasa Inggris “inclusive” yang artinya “termasuk di dalamnya”. Secara istilah berarti menempatkan dirinya ke dalam cara pandang orang lain/kelompok lain dalam melihat dunia. Dengan kata lain berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah.
Sikap inklusif yang dapat dikembangkan
Pada dasarnya kebutuhan individu dan bermasyarakat bersifat luas seiring dengan perkembangan zaman. Kerja sama dengan individu atau kelompok lain menjadi keniscayaan. Prinsip bersikap inklusif muncul karena adanya kebutuhan bekerja sama untuk mencapai cita-cita, titik tolaknya adalah memandang sisi positif perbedaan sehingga mendorong usaha-usaha untuk mempelajari perbedaan dan menarik sisi-sisi universal yang mungkin bernilai positif dan menunjang cita-cita/misi pembangunan masyarakat.
Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk mengembangkan sikap inklusif, seperti yang dikutip dari Wahyu Nugroho dalam https://www.kompasiana.com/sasmitonugroho/54f83227a33311cd5d8b4778/sikap-inklusif, di antaranya:
1.Menyadari bahwa setiap orang atau kelompok di masyarakat memiliki potensi mencapai kebenaran, sehingga tidak menghindari primordialisme yang berlebihan terhadap keunggulan dirinya dan kelompoknya, setiap orang atau kelompok juga memiliki sisi kelemahan yang membutuhkan kerjasama dengan orang atau kelompok lain.
2. Mengakui adanya aspek-aspek universal yang mungkin bernilai positif pada orang lain/kelompok lain yang berbeda pandangan (aliran) agama untuk menunjang tercapainya cita-cita/misi pembangunan masyarakat.
3. Menumbuhkan jiwa sportif dalam bersosialisasi dan hidup bersama dengan orang lain/kelompok lain, sehingga terdorong untuk mengelola perbedaan secara etis atau mengembangkan kompetisi yang sehat meskipun memiliki pandangan dan cara hidup yang berbeda.
4. Membiasakan berkomunikasi dengan sehat tidak semata-mata didasari persepsi yang sempit dan kacamata kuda, melainkan berdasarkan pengamatan dan pengertian terhadap perbedaan yang ada.
Keempat aspek di atas bila senantiasa tetap diterapkan pada masing-masing individu dalam bersosialisasi (kehidupan bermasyarakat), niscaya membawa pada kehidupan sosial pada pribadi yang lebih sehat, peduli, dan tetap terjalin rasa persaudaraan yang kental.
Sumber referensi:
https://www.kompasiana.com/sasmitonugroho/54f83227a33311cd5d8b4778/sikap-inklusif, diakses pada 29 Mei 2021 09:43
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren mas ulasannya. Tidah hanya inklusif tapi jg pribadi yg merdeka. Siip.
Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi
Terima kasih, Pak. Salam sehat selalu.
Selalu keren mas ulasannya. Semoga sehat dan sukses selalu.
Tulisannya sangat menginspirasi, keren
Kewaspadaan terhadap covid 19, saat ini juga dapat menjadi penyebab jaga jarak. Menggunakan masker membuat kita malas berbicara. Semoga badai ini cepat berlalu, dan kita dapat kembali saling menyapa.
Betul, Bu. Aamiin.Terima kasih. Salam sehat selalu.
Ulasan keren yang menyejukan Pak Yudi
Mantap Pak Yudi.
Siip ulasannya ,Pak Yudi. Semoga kita termasuk yg inclusif. Banyak alasan mengapa orang cenderung bersifat exclusive. Tentu kita juga harus menghargainya. Salam sukses selalu.
Terima kasih, Bu. Salam sehat selalu.