Yudi Hamdan Dardiri, M.Pd.

Guru Matematika SMPN 2 TALAGA MAJALENGKA...

Selengkapnya
Navigasi Web
Runtuhnya Kerajaan Konservatif oleh Guru Penggerak

Runtuhnya Kerajaan Konservatif oleh Guru Penggerak

Benar ada mutiara kata mengungkapkan "Makin aku banyak membaca, makin aku banyak berpikir. Makin aku banyak belajar, makin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun”. Untaian kata tersebut sangat menggambarkan keadaan penulis yang dengan mempelajarai sebuah pengetahuan jadi mengetahui bagaimana seharusnya menjadi seorang pendidik yang ideal yang mampu mengkompetenkan anak sehingga mampu berkompetensi dengan alam dan zamannya. Sangat kontradisksi dengan realitas di lapangan atau dalam proses pembelajaran. Selama ini sudah mengakar dalam banyak proses yang dilakukan guru bahwa peserta didik hanya sebagai objek pendidikan. Peserta didik hanya bertugas mendapatkan ilmu pengetahuan dari pendidik. Mendengarkan ceramah guru, mencatat dan merangkum pelajaran di kelas, dan menyetorkannya ke guru lalu dapat nilai yang memuaskan dari hasil pekerjaannya. Keluar kelas mereka harus bisa tentang suatu hal yang diberikan guru. Pulang sekolah mereka harus dapat nilai yang bagus. Tak jauh beda dengan tuntutan orang tua, mereka bahagia kalau menerima laporan anak dapat juara atau dapat nilai bagus. Ini tidak semuanya salah karena karena selama ini penomena pendidikan terkungkung oleh paradigma bahwa anak yang sukses itu adalah anak yang mampu melanjutkan ke sekolah pavorit, anak yang jadi juara di kelas atau anak yang pulang mendapatkan piala.

Inilah beberapa kondisi yang sering terjadi dalam proses yang harus terus diperbaiki

1. Teacher Center (pembelajaran berpusat pada guru)

Kondisi ini adalah kondisi yang menggambarkan proses pembelajaran di mana gurulah yang menjadi satu-satunya sumber pengetahuan. Guru bertugas menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik. Guru berperan penuh secara aktif dalam mentransper pengetahuan (transper knowledge).

2. Peserta didik sebagai Objek

Kondisi yang menggambarkan Peserta didik sebagai penderita. Peserta didik bersifat pasif. Mereka dipersiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan yang diberikan guru tanpa penggalian secara maksimal.

3. Terpusat ke Ranah Kognitif

Tujuan pembelajaran selama ini hanya mengharafkan peserta didik mampu menyelesaikan proses pembelajaran dengan hasil belajar atau prestasi yang memuaskan, minimalnya peserta didik mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Tidak pernah ada yang mengungkapkan atau membuat tujuan pembelajaran misalnya setelah pembelajaran peserta memiliki jiwa gotong, kreatif dan mandiri yang bagus atau tinggi. Proses tersebut menciptakan kondisi yang sangat mudah sekali kita menemukan orang “pintar” karena saking banyaknya, tetapi sangat sulit sekali menemukan orang-orang “benar”. Orang yang yang memiliki karakter budi pekerti yang luhur.

Kondisi di atas harus secepatnya ditangangi jangan sampai akar yang sudah tumbuh makin banyak dan makin kuat manancab di tanah. Seluruh elemen pendidikan harus bahu membahu mencari solusi jitu mengantsipasinya, jangan sampai rasa nyaman dengan kondisi tersebut menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan secara kontinyu dan menciptakan ketidaksadaran bahwa hal tersebut tidak benar dan tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan yang termaktub dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 telah gamblang menjelaskan bahwa tidak hanya mengembangkan ranah kognitif akan tetapi bertujuan juga mengembangkan potensi ank didik agar menjadi insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul Karimah, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang tersebut menegaskan akan pentingnya pembelajaran tidak hanya menjadikan anak cerdas akan tetapi menciptakan suatu pendidikan yang menguatkan karakter, budi pekerti serta nilai-nilai positif yang tertanam dalam diri peserta didik sehingga menjadi suatu kebiasaan.

Salah satu upaya bentuk kepedulian sebagai stakeholder (pemangku kebijakan) pendidikan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menteri pendidikan Indonesia Nadiem Anwar Makariem, B.A., M.B.A. atau sering dipanggil mas Nadiem atau mas Menteri melaunchingkan program merdeka belajar jilid 5 yaitu guru penggerak. Guru-guru pemimpin pembelajaran yang mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang sinergis antara pemerintah, sekolah, masyarakat dan pemangku pendidikan. Guru penggerak harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang berpusat terhadap peserta didik, mendorong tumbuh kembangnya peserta didik secara holistik, aktif dan proaktif. Selain itu, guru-guru yang menjadi teladan dan agen tranformasi pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila.

Iklim tersebut sebenarnya diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara lewat pemikiran-pemikirannya. Adapun pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dapat dijadikan solusi untuk menyelesaikan masalah ketidakidealan pendidikan yang berkembang saat ini yaitu :

1. Mengembangkan Budaya “Menuntun”

Puncak kebahagian dan keselamatan anak dapat diperoleh dengan usaha guru dalam menuntun segala kodrat yang dimiliki mereka. Maksud konteks menuntun menurut Ki Hajar Dewantara bukan pada kodrat dasarnya akan tetapi menuntun mereka untuk meningkatkan kualitas akhlak atau tingkah lakunya menuju ke arah yang lebih baik. Ki Hajar Dewantara mengibaratkan seorang pendidik dengan petani yang sedang menanam padi. Petani akan mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk mengolah sawahnya, sehingga dapat hasil panen yang sesuai harapan. Begitu juga seorang pendidik ketika mendidik akan mempersiapkan segalanya, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Konteks “menuntun” mengandung makna bahwa peserta didik tidak lagi menjadi objek akan tetapi telah bergeser menjadi subjek pembelajaran, yang memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mengeksplore pengetahuannya. Guru berperan sebagai fasiliator.

2. Menyelaraskan dengan Kodrat alam dan kodrat zaman

Kodrat adat merupakan lingkungan alam tempat tumbuh dan berkembang baik secara budaya maupun secara geografis. Sedangkan kodrat zaman merupakan era dimana peserta didk tumbuh dan berkembang mengikuti perubahan waktunya. Setiap anak berkembang dan hidup sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya. Pendidik tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk diikuti oleh peserta didik. Pendidik seyogyanya menyeleraskan pendidikan yang mampu mengakomodir dan mengembangkan kenanekaragaman potensi peserta didik. Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep “Menghamba pada Anak”. Menghamba ini tidak mengandung makna negative yang menjadikan guru berada di kasta paling bawah. Menghamba di sini mengandung makna bahwa pendidikan haruslah berorientasi pada kebutuhan anak melalui pendekatan pembelajaran secara holistik. Peserta didik dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakat.

3. Menanamkan Budi pekerti

Menanamkan budi pekerti pada anak didik di dunia pendidikan, bisa memanusiakan manusia menuju tingkah laku yang terpuji dan merupakan salah satu aspek urgen yang menjadi sorotan dalam pelaksanaan pendidikan. Modal dasar kebahagian yang berperikemanusiaan dapat diperoleh dengan budi pekerti. Bahkan hidup yang harmoni dan tercapainya keselarasan itu tergantung dari modal dasarnya yaitu budi pekerti. Pemikiran Ki Hajar Dewantara telah merubah paradigma kognitif tujuan pembelajaran menjadi apektif/Rasa atau budi pekerti pun harus menjadi salah satu output dari proses pembelajaran.

Pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut akan terus sejalan dan tidak akan menjadi hal yang tabu jika diimplementasikan di abad 21. Tantangan di abad 21 menuntut peserta didik untuk siap berkompetensi dengan tantangan alam dan zamannya. Di tangan pendidik-pendidik hebatlah akan tercipta peserta didik yang hebat pula. Peserta didik setidaknya pasti mencontoh pendidiknya. Pendidik dituntut untuk merancang suatu pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik dapat hidup sesuai alam dan zamannya. Pendidik mendesain pembelajaran merdeka belajar yang mengintegrasikan profil pelajar pencasila dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi/penilaian proses pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran. Pembelajaran yang selain mengembangkan ranah kognitif, juga menanamkan budi pekerti. Pembelajaran yang menyeimbangkan ranah cipta, karsa, rasa dan karya. Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa ranah pengetahuan dan ranah apektif seyogyanya tidak saling bertentangan. Jika keleluasaan pengetahuan dan moralitas seimbang maka akan terbentuk manusia yang berwawasan intelektual dan berprikemanusian. Manusia yang cerdas dan berakhlak.

Adapun hasil refleksi saya terkait pemahaman pemikiran Ki Hajar Dewantara, dituliskan dalam beberapa poin berikut:

1. Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?

Sebuah pembelajaran berharga mendalami pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara. Awalnya pembelajaran yang saya lakukan sebatas memahamkan anak terhadap konsep materi matematika. Ketika mereka paham saya menganggap bahwa pembelajaran yang saya telah lalukan berhasil. Apalagi jika diperkuat dengan hasil penilaian yang 80 % peserta didik telah mencapai KKM. Dan terkadang karena kejaran KKM itulah, saya memaksakan semua anak didik harus bisa Matematika. Peserta didik dijejali pengetahuan matematika. Mereka adalah patung yang bisa sekehendak hati untuk dikreasi. Guru mendominasi seluruh kegiatan pembelajaran. Mereka anak objek dan guru adalah subjek. Sumber ilmu pengetahuan dalam ruang kelas adalah guru.

2. Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

Pemikiran yang merubah segalanya. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Filosofi pendidikan merubah cara pandang, cara pikir, dan cara didik yang saya lakukan. Anak didik anak bakal emas generasi masa depan yang akan mengharumkan dan mengangkat derajat bangsa. Mereka adalah pemimpin-pemimpin masa depan yang akan menggantikan posisi kita. Cara pikir dan laku mereka ditentukan sekarang. Jika mereka terbiasa mengeksplor kemampuan, mereka akan terbiasa mengahadapi masalah dan mudah mendapatkan solusi. Memberikan keleluasaan kepada mereka untuk berkembang dan berpikir sesuai potensi mereka. Tidak semua anak berbakat di Matematika, ada potensi lain yang harus gali sehingga mereka mampu berkompetensi. Tugas kita hanya memfasilitasi supaya mereka menjadi manusia yang merdeka tetapi tetap bertanggung jawab. Kognitif bukanlah satu-satunya tujuan pembelajaran. Ada tujuan pembelajaran lain yang penting yaitu menanamkan budi pekerti sehingga menjadi suatu kebiasaan. Selain menjadi manusia yang cerdas, mereka juga menjadi manusia yang berbudi pekerti.

Guru harus terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dinamis. Saya harus terus mengupgrade kompetensi, baik kompetensi pedagogic, professional, social dan kepribadian, supaya menjadi guru yang up to date. Guru yang up to date adalah guru yang mampu menjadikan anak didiknya hidup sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Selain memfasilitasi peserta didik menjadi manusia-manusia yang kompeten, juga memfasilitasi mereka menjadi manusia yang mampu berkompetensi dengan alam dan zamannya.

3. Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara?

Untuk menciptakan kondisi kelas yang mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya akan menerapkan hal-hal berikut:

a. Membangun komunikasi dengan seluruh masyarakat sekolah (Kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan, peserta didik) terkait nilai-nilai positif pemikiran Ki Hajar Dewantara.

b. Sebelum mengajarkan budi pekerti kepada peserta didik, saya harus memulai dari diri sendiri untuk membiasakan diri berbudi pekerti, sehingga menjadi roll model/ teladan bagi peserta didik.

c. Menciptakan pembelajaran yang dapat mengakomodir semua potensi peserta didik, sehingga peserta didik mampu berkembang sesuai minat dan bakatnya masing-masing.

d. Menyisipkan permainan yang mengandung kearifan local yang akan menciptakan suasana pembelajaran yang asik dan menyenangkan serta menumbuhkan kecintaan mereka terhadap budaya lokalnya.

e. Membangun interaksi intens dan kontinyu dengan Kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan, peserta didik dan masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan peserta didik dalam bidang pendidikan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post