yudi hermawanto

Mengikat ilmu dengan menulis. Menjadikannya lekat sepanjang hayat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyerah, ditantangan hari ke 4.

Menyerah, ditantangan hari ke 4.

Dengan tangan diatas, saya menyerah……!!

Menulis memang tidak mudah. Merangkai kata menjadi kalimat dalam untaian cerita yang saling berkait bukan seperti membalikkan telapak tangan. Adalah Master Ahmad Syaihu yang dengan gempitanya mendakwahkan tradisi menulis. Bayangkan, klaim 13.000 orang membaca karyanya itu bukan lah sesuatu yang main – main. Dalam suatu waktu perbincangan dengan beliau, tatkala menunggu siswanya mengikuti salah satu lomba di Balai Pemuda Surabaya, katanya setiap waktu adalah sebuah inspirasi yang akan menjadi sebuah tulisan yang menarik.

“Lha, terus nyambut gawene kapan, Pak sampeyan? Tanya saya. Tertawanya sungguh menjengkelkan, dikatakannya, “Lah, kerja yo kerja pak. Nanti kalau ada waktu longgar, sampean bisa ketikkan ide itu di HP.”

Sarannya sudah saya penuhi. Setiap kejadian dari tidur sampai tidur lagi adalah sebuah cerita yang tinggal dirangkai menjadi kata. Maka penuhlah catatan ide itu di HP.

Ternyata masalah baru muncul saat menuangkannya dalam sebuah narasi.

Menjadikan sebuah tulisan yang mengalir ala – ala pak Ihsan, sang CEO Media Guru, juga tidak gampang. Kata – kata yang terlintas di benak kemudian berpindah ke jari – jari rasanya hanya itu – itu saja. Heran saya.. Bagaimana sebuah tulisan yang bisa mewakili sosok seeorang layaknya sedang berbicara langsung bisa mewujud begitu mudah di tangan Pak Ihsan?

Konon bahasa dalam sebuah tulisan menunjukkan kedalaman pemikiran. Dalam bahasa yang disederhanakan, kemampuan bahasa merujuk pada penguasaan seseorang atas ilmu bahasa atau linguistik. Gaya penulisan penulis produktif di media guru mempunyai kemiripan. Mungkin karena penulisnya kebanyakan seorang pendidik yang sangat terbiasa keteraturan dan sistematis. Maka setiap artikel yang dihasilkan pada umumnya runtut dari paragraph awal hingga akhir seperi dalam buku teks pelajaran (eh…ini tidak terjadi pada tulisan Pak Ihsan). Lha kok jadi pengamat, wong nulis aja gak bener – bener. Maaf, ini merupakan upaya saya agar mempunyai kemampuan menulis seperti para master di Media Guru. Haruskah bergaya seperti itu agar tulisan mengalir deras….?

Ah..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Setahu saya tiap penulis mempunya gaya berbeda dalam menyampaikan ide tulisannya. Kita tidak harus meniru siapapun tetapi jika terinspirasi maka hal tsb malah dianjurkan agar kita menemukan gaya penulisan yang gurih dan renyah ketika dibaca. Lebih jauhnya sesuai dengan gaya kita sendiri. Salam literasi dari petir alias penulis amatir. Semangat pak....

20 Feb
Balas

betul bu, karena branding tulisan dengan penulis lain adalah asupan gizi juga

20 Feb
Balas



search

New Post