yudi hermawanto

Mengikat ilmu dengan menulis. Menjadikannya lekat sepanjang hayat...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ujian Berbasis Kertas VS Ujian berbasis komputer

Ujian nasional sesungguhnya memang sakral, karena dalam melaksanakannnya perlu syarat dan prasyarat yang harus dilalui. 5 tahun yang lalu, saat kertas menjadi media utama melaksanakan ujian, perlu beberapa pekerjaan tambahan selain menyediakan kertas itu sendiri. Setelah naskah selesai dicetak (dengan sangat rahasia), kemudian didistribusikan ke sekolah – sekolah. Agar lebih terjaga lagi keamanannya, kertas ujian tersebut dititipkan ke polres – polres setempat. Sungguh menjadi poyek yang padat karya. Karena melibatkan orang dalam jumlah banyak.

Maka setiap jam 5 pagi kepala sekolah harus mengambilnya untuk diujikan ke sekolah masing – masing. Agar lebih dramatis (maklum Dokumen Negara, Sangat Rahasia), setiap kepala sekolah dikawal oleh anggota kepolisian. Sementara itu, 1 jam sebelumnya dilokasi ujian siswa sudah dikondisikan untuk siap sedia mengerjakan soal yang proses kehadirannya itu sangat dijaga kerahasiannya itu

Namun entah bagaimana, ujian kertas itu bisa bocor kepada lembaga bimbingan belajar. Konon master naskah ujian sudah mereka terima terlebih dahulu untuk dijawab oleh tutor sebelum akhirnya jawaban ujian itu disebarkan kepada siswa. Akhirnya selain sibuk les, Siswa juga masih disibukkan lagi untuk berburu dan melengkapi berbagai model/tipe soal.

Ujian Kertas sesungguhnya sangat mudah dilaksanakan. Karena dalam pelaksanaanya siswa hanya memerlukan peralatan standar yang sangat sederhana. Soal bahkan bisa dibacakan. Namun dibalik kemudahannya tersimpan pula potensi kecurangan dari model ini, karena secara teknis memang amat mudah mencuranginya. Mulai dari saling bertanya antar peserta, diskusi, ngerpek.. dan lain – lainnya.

Sekarang mari melihat dari sisi pengadaannya , apabila untuk setiap mata pelajaran rata – rata dibutuhkan 4 lembar kertas. Jika jumlah peserta, katakanlah, 300 orang maka paling tidak diperlukan

- 1200 lembar x 11 mata pelajaran = 13.200 lembar / 26 rim kertas CD.

- 26 rim x ± Rp. 20.000 = Rp. 520.000,-

- Biaya penggandaan 13.200 lembar x Rp. 50,- = ± Rp. 660.000,-

- Waktu persiapan terdiri dari Pembuatan soal, Penggandaan, Sortasi, distribusi dan koreksi, 12 hari kerja.

- Maka dari sisi pengeluaran diperlukan biaya antara 1.000.000 – 2.000.000 untuk satu kali ujian. Kalikan saja untuk berapa siswa dan berapa kali ujian akan diselenggarakan.

Kajian minimalis diatas akan coba dikomparasikan dengan pemanfaatan komputer dalam sebuah ujian.

Pertama, prinsip dasar yang harus dipahami adalah mengubah proses pembelajaran berbasis IT adalah “dari ruang kelas ke mana saja, dari waktu siklus ke waktu nyata, dari kertas ke online, dan dari fasilitas fisik ke jaringan kerja” (Abdullah, 2009). Prinsip ini memudahkah dalam mengolah beberapa soal yang berbeda untuk dikerjakan secara bersamaan oleh siswa. Kemungkinan soal dan jawaban yang sama dapat dikurangi.

Kedua, CBT tidak membutuhkan soal yang banyak, karena mampu mengeluarkan soal dan jawaban secara acak (suffle), disamping itu penskoran dan pembobotan tiap soal dapat dilakukan dengan amat mudah. Selain itu komputer dapat diintegrasikan dengan alat – alat analisis (tool) untuk mendeteksi dan dan bahkan memprediksi jawaban. Guru akan mengetahui sebesar besar tingkat kesulitan siswa dalam menjawab soal yang ditunjukkan oleh pola jawaban siswa.

Berdasarkan soal yang dikerjakan dapat diketahui tingkat kemampuan peserta ujian. Secara grafis akan dapat dilihat kecenderungan siswa dalam memilih jawaban, waktu berpikir sebelum pilihan jawaban dijatuhkan, serta sederet “bacaan” statistik lainnya.

Bagaimana dengan pembiayaannya? Anggaplah bahwa komputer diadakan secara mandiri. Maka pengadaannya jauh lebih besar dari ujian berbasis kertas. Karena untuk 1 server saja minimal butuh dana Rp. 6.000.000. dan Rp. 2.000.000 untuk 1 klien. Waktu pengerjaan, koreksi dan analisa 1 hari kerja.

Kesimpulan.

Dari sisi integritas, efektifitas dan efisiensi, kemampuan CBT sangat diunggulkan dibandingkan dengan kertas, namun berbanding terbalik dengan pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh sekolah. Investasi untuk pengadaannya tidaklah murah. Apalagi untuk sekolah dengan jumlah murid yang sedikit atau berasal keluarga berpenghasilan rendah maka akan kesulitan menyelenggarakannya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Berarti USBN-BK berhasil dengan baik. Lanjutkan...! hehehe..

27 Mar
Balas

Kita tunggu respon teman-teman guru di daerah. Tentunya pengadaan komputer juga gak murah, di samping itu juga insentif Tim IT-nya juga harus diperhatikan...

27 Mar
Balas

gratisss ..

27 Mar
Balas



search

New Post