Cerpen Yufita Ayu Saputri
Sepasang Angsa Putih
Oleh: Yufita Ayu Saputri
Awan tampak cerah menggerombol membentuk sekumpulan kapas yang meneduhkan. Dedaunan bertebaran mengintari dasar jalan terbawa angin yang menghembuskan sekitar danau. Air mengalir dengan tenang tanpa ada goncangan yang mengusiknya. Dara menyandarkan tubuhnya pada bangku putih di bawah pohon rindang tempat burung menari ria di dalam sangkar. Sesekali pandangannya tertuju pada selembar foto di pangkuannya.
Siapa yang paling sayang kamu?
Kamu
Siapa yang paling sayang aku?
Aku
Kata-kata itu selalu terngiang dalam benaknya. Matanya yang bening menyusuri setiap sudut danau, menikmati pemandangan yang disuguhkan alam. Angannya kembali membawa pada bayangan masa lalu. Sepasang angsa putih tengah memadu kasih bak insan yang dilanda asmara. Dara memejamkan matanya erat-erat. Angin merasuki aliran nadinya, turut merasakan kerinduan pada pangeran kecilnya. Dara memeluk erat foto dalam genggamannya, pangeran yang tengah memakaikan mahkota daun untuk sang putri. Udara dingin perlahan menyentuh hati Dara yang sendu, menyapu seluruh kebahagiaan dari wajah manisnya. Membawanya terbang ke surga. Tak terasa air mata ikhlas membasahi wajah Dara yang lembut, tangis ke sekian kalinya yang tak pernah bisa tertahan ketika Dara berdiri di dekat danau itu.
Sudah berapa lama kamu menghabiskan waktu memandangi sepasang angsa putih itu? seseorang menyapa dan mendekat. Orang itu lagi. Hanya orang itu yang paham akan keadaan Dara saat ini.
Terlalu berharga menjauhkan diri dari pemandangan yang sangat indah pendirian Dara tak sedikitpun goyah. Masih tetap berpijak pada rumput yang sama. Tak begitu mengharapkan kehadiran orang itu dalam kesepiannya.
Sudahlah, Ra. Dia sudah tak ada sejak setahun yang lalu. Dia sudah bahagia di surga
Mudah bagi bang Reza tetapi sulit bagi Dara
Dara melepaskan pandangannya. Membosankan bagi Dara berdebat dengan abangnya yang menginginkan diriya menghapus semua kenangan masa lalunya.
Dara berjalan menuruni tangga bangunan rumah tua. Bola matanya menghitung jumlah anak tangga yang dia lewati, Ketika takdir harus mengambil kebahagiaannya. Dara hanya bisa pasrah meskipun terlalu berat untuk ikhlas. Dara terus menuruti langkah kakinya, di perempatan jalan seorang pemuda tengah menantinya. Seikat bunga anggrek putih ada dalam genggamannya, bunga kesukaan Dara waktu kecil tapi bukan pemuda itu yang ia inginkan.
Selamat ulang tahun, Ra. pemuda itu menyerahkan rangkaian bunga cantik kepadanya.
Terimakasih, Bang. Bahkan aku sudah hampir lupa
Beruntungnya kamu punya Abang pemuda itu memberikan bingkisan kado warna pink. Sandiwara apa lagi yang tengah dipermainkannya.
Bang Reza selalu pandai bergurau. Hadiah apa kira-kira? masih samakah seperti sepuluh tahun yang lalu?
Apapun itu yang pasti bukan permen tapai kesukaanmu
Dara perlahan membuka kotak kecil di tangannya. Raut wajahnnya berubah aneh melihat isi di dalam kado.
Secarik kertas?
Yap
Inikah yang bang Reza maksud lebih berharga dari segenggam mutiara di lautan?
Itu titipan dari Dia. Bacalah Dara, kamu akan tahu jawaban yang kamu tunggu di tepi danau setiap pagi itu
Dara duduk di bangku taman sambil memegangi secarik surat dari orang yang telah pergi jauh tanpa sebab. Bang Reza duduk agak menjauh di ujung bangku. Wajahnya datar tanpa reaksi. Dara paham bang Reza tak sedang bergurau.
Salam sayang,
Apa kabar tuan putri, masihkah mahkota daun itu menghiasi rambut cantikmu? Masihkah kamu berdiri di tepi danau untuk melihat sepasang angsa putih yang tengah bercinta? Jangan terlalu lama di sana. Kamu harus pulang nanti ibu marah. Jangan menangis, aku ingin selalu melihat kamu tersenyum manis. Kamu masih sering berkunjung ke rumah tua? Ada berapa anak tangganya?udah berhasil menghitungnya? Maaf aku tidak bisa menepati janjiku untuk menuntaskan bilangan anak tangganya. Jangan marah tuan putriku. Dara, aku mohon jangan benci diriku. Aku tahu kamu sangat terluka sejak setahun yang lalu, bukan maksudku untuk menyiksa perasaanmu. Jika kamu bertanya siapa yang salah? Akulah orangnya. Aku yang salah telah menyimpan perasaan lebih kepadamu. Aku yang terlalu menyayangimu. Dan itu pun bukan hanya hari ini. Tetapi, semuanya merekah sejak kita masih kecil, sepuluh tahun yang lalu. Ketika kita tertawa melihat sepasang angsa putih berkejar-kejaran, ketika kamu bilang kalau aku adalah pangeran yang akan bersanding dengan tuan putri. Aku berharap tuan itu kamu. Sejak saat itu pula aku suka sama kamu. Mungkin kamu mengira aku cowok paling brengsek, pengecut karena tak sedari dahulu jujur tentang perasaanku. Dan kamu pergi untuk sekolah ke luar kota, seketika itu pula hatiku hancur karena harus kau tinggalkan, tetapi aku sadar kalau keputusanmu adalah impianmu sejak kecil. Jadi tak mungkin bagiku untuk mencegahmu. Aku berusaha setia menantimu kembali, meski aku harus menunggu seseorang yang belum pasti mencintaiku. Aku mohon jangan menangis untuk kepergianku Dara. Kabar kepulanganmu membuatku sangat bahagia, aku akan bertemu lagi dengan tuan putri. Dan aku akan melamarmu saat itu juga. Kamu tahu kenapa aku tak menjemputmu di bandara? Karena saat itu aku sedang di danau, mengumpulkan seribu angsa putih untuk menyambut kedatanganmu. Merangkai mahkota daun terindah special untukmu. Karena aku akan melamarmu. Namun takdir tuhan berkata lain, dan sangat tak mungkin jika aku menyalahkan tuhan. Ketika mobil om Burhan masuk jurang, dan kamu koma selama sebulan. Aku benci dengan diriku sendiri. Aku adalah orang yang tak sanggup kehilanganmu. Ketika kamu terbaring lemah dan dokter memvonis kamu buta? Sejak saat itu hatiku mati, beku dan hancur. Aku tak kuasa melihat kamu sembuh, tetapi kamu malah menderita. Untuk itu, aku ikhlaskan mataku sebagai pengganti mata kamu. Maafkan aku Dara, maafkan aku. Aku ingin kamu tetap bisa melihat sepasang angsa putih di danau, karena di sanalah aku menitipkan semua cintaku kepadamu. Jaga mata kamu, setiap kamu membuka mata rasakan aku ada di sana bermain dengan angsa putih yang lucu dan tersenyum kepadamu. Aku tahu semuanya terlalu berat bagi mu, tapi aku mohon jangan tangisi kepergianku. Aku sudah bahagia, jangan benci aku Karena aku sangat mencintaimu. Dengan surat ini aku berusaha jujur kepadamu meskipun aku tahu itu menyakitkan. Maafkan aku, selama ini aku menyembunyikan kepergianku. Aku tak ingin kau menangisi kepergianku dan merasa bersalah, untuk itu aku rahasiakan semuanya sampai kamu benar-benar siap menerima kenyataan bahwa aku sudah tiada. Percayalah, aku pergi membawa separuh cintamu. Aku akan menantimu di surga, tak usah kau terus menyiksa dirimu karena akan ada orang yang selalu mencintaimu sepenuh hati. Selamat tinggal, Dara.
Selalu mencintaimu,
Abi Quhafah
Tangan Dara bergetar, badannya kaku. Tuhan, Dia yang selama ini Dara rindukan namun juga ia benci ternyata begitu dekat. Selalu ada setiap Dara membuka mata, Dia selalu hadir. Adakalanya cinta lebih memilih kebahagiaan yang seutuhnya dan merelakan apa yang telah cinta miliki, karena kita berasal dari sari pati tanah kemudian berangsur menjadi butiran debu yang suci, begitulah cinta.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar