yuhana fetri

menjadi guru adalah panggilan jiwa. Menyampaikan ilmu dan mendidik adalah kewajiban setiap individu maka jalan yang paling mulus adalah berprofesi sebagai guru....

Selengkapnya
Navigasi Web
KESETIAAN IBU

KESETIAAN IBU

KESETIAAN

Bagian ke-2

“Bu, aku mau nginap di rumah Ais, sumpek di rumah ini. Bisa-bisa aku tidak lulus ujian akhir,” pinta Dina pada Nimas yang sedang menjahit baju langganannya. Nimas memandang Dina, wajah gadisnya itu masih meyimpan kesal.

“Din, tidak baik anak perempuan tidur bertandang. Kamu gadis Minang, Nak, segala laku kita dinilai orang!” suara ibu bernada larangan. Dina menegakkan wajahnya, ia menatap loteng yang sudah bolong di beberapa bagian. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke wanita yang berada beberapa jarak darinya.

“Bu, hari begini masih sempat orang menilai? Untuk apa Bu? Ibu lihat, Ayah yang sudah dinilai orang betahun-tahun, tidak sedikit pun memengaruhi sikapnya. Orang dapat berbuat apa? Bukankah itu tidak berati sama sekali?” agumen Dina.

“Dina, berhenti lah berkata begitu tentang Ayahmu. Bersyukurlah masih Allah anugerahkan seorang Ayah, bagaimana pun sikapnya. Orang masih memandang segan kepada kita, itu karena ada laki-laki di rumah ini!” ujar Ibu sambil berdiri dan melangkahkan kakinya tepat di hadapan sang puteri. Ibu mengusap kepala Dina lembut, tiada lupa ia bedoa untuk anak gadisnya.

Dina memegang tangan Ibu, sedikit kasar memindahkan jemari yang mulai keriput dari kepalanya. Ibu telihat kaget, hati anaknya masih menyisakan panas.

“Tapi peran Ayah bukan hanya sebagai satpam, Bu! Ayah adalah pemimpin yang harus memikirkan keberlangsungan hidup di rumah ini. Keluarga kita tidak sehat, Bu! Kita berbeda dengan orang kebanyakan!” suara Dina meninggi. Sakit hati dan luka bertahun-tahun semakin menganga dan kini ingin ia tumpahkan dengan berani kepada perempuan yang selama ini ia jaga hati dan perasaannya.

“Dina, kewajibanmu adalah sekolah, tak perlu kau ikut mencampuri urusan apa pun tentang Ibu dan Ayah. Kau belum paham, hanya melihat yang terpampang di depan matamu. Kelak, Kau akan mengerti dengan jalan yang Ibu pilih,” ujar Ibu dengan suara yang volume agak meningkat dibanding biasanya.

“Bu, bagaimana mungkin yang aku pikirkan hanya tentang sekolah, aku sudah tujuh belas tahun, Bu! Sudah cukup umur untuk menilai apa yang sedang terjadi di rumah ini. Dari sekolah dasar aku belaja tentang hak dan kewajiban, aku paham dan mengerti jika Ayah adalah laki-laki ang tidak bertanggung jawab. Ia hanya duri yang akan menusuk dalam setiap kesempatan. Mengapa kita tidak segera membuang duri itu, Bu?”

“Dina, siapa mengajarkanmu bicara selancang itu? Inikah hasil sekolah yang betahun-tahun kau ikuti?” suara Ibu melemah, matanya sebak, sakit hati menusuk-nusuk demikian tajam atas ucapan anaknya.

Dina sedikit terperanjat dengan reaksi Ibu. Sesal melintas sesaat dalam hatinya. Hari ini ia telah melukai hati bening perempuan yang sangat disayangnya itu. Namun di sisi lain, ia merasa puas karena telah menceritakan segala lara yang ia peram demikian lama.

“Assalamualaikum!” ucapan salam tedengar di depan pintu masuk. Dina dan Ibu memandang serempak ke sumber suara. Dina sudah bisa menebak, itu adalah temannya, Ais.

“Waalaikum salam, masuk Ais!” Dina berlari ke pintu. Ia membuka lebih lebar daun pintu yang bunyi engselnya menyerupai jeritan. Ais tesenyum, ia dengan sopan melangkah masuk. Seperti biasa, Ais menemui Bu Nimas, lalu menyalami perempuan berhati salju itu.

“Banyak jahitannya, Bu?”tanya Ais sambil tersenyum.

“Alhamdulillah, Ais, ada beberapa pasang,” jawab Nimas sambil menunjuk baju yang telah ia selesaikan menurut permitaan pemesan.

“Aihhhh, cantiknya, baju siapa ini Bu, pasti belinya mahal!” Ais terpesona dengan baju berbahan borkat dengan wana merah jambu. Di beberapa bagian bertaburkan beberapa manik-manik yang merupakan tiruan mutiara. Terkesan mewah dan bekelas.

“Baju Bu Geni, Ais,” jawab ibu sambil tersenyum. “tinggal menggosok aja, mungkin besok pagi dijemputnya,” terang Bu Nimas.

“Kelak bikinkan aku baju secantik ini ya, Bu!” Ais masih menyisakan kekagumannya.

“Kalau Ais mau menikah, ntar dibikinkan ibu, yang lebih cantik dari baju itu!” Dina menyela untuk menggoda Ais. Gadis itu menimpuk Dina dengan percah kain yang dikumpulkan ibu di dalam kresek. Dina mengelak, mereka sama-sama tetawa.

Dina mengerlingkan mata ke arah Ais, ia memberi kode agar Ais minta izin kepada Ibu, mereka janji berkumpul malam ini di rumah Ais. Dina, Ais dan Melani akan mengerjakan tugas membuat video tentang film pendek, tugas dari Bu Wilda, guru Bahasa Indonesia meeka.

“Bu, maaf, bolehkah Dina malam ini nginap di umah Ais? Kami mau mengerjakan tugas membuat video,” harap Ais pada Bu Nimas. Peempuan paroh baya itu menatap Ais, ia merasa tidak tega menolak pemintaan anak yang santun itu.

“Boleh, tapi jangan tidur telalu larut, ya!” jawab ibu memberi lampu hijau, walau masih bersyarat, beliau membei izin untuk Dina.

“Terima kasih, Bu,” ujar Dina dan Ais serempak

“Dina, jangan lupa minta izin Ayah, ya!” Ibu mengingatkan Dina. Mendengar pemintaan ibu, serta merta wajah Dina berubah warna, sangat terlihat keengganan di wajah cantiknya.

“Bu, Ayah belum tentu pulang hingga pukul sepuluh malam. Nggak mungkin kami nunggu Ayah . Ibu sajalah minta izin sama Ayah,” Dina bekata sambil menekan suaranya agar tidak terbaca suasana hatinya oleh sahabatnya itu.

“Ya, sudah, tapi ingat jangan sampai kalian keluyuran dengan alasan apa pun, temasuk mencari jajanan. Pesiapkan dari sekarang!” Ibu memperingatkan anak gadisnya.

#YF

Nimas melirik jam, hari sudah pukul sebelas malam. Perempuan itu tiap sebentar melirik ke pintu masuk. Ia menunggu suaminya sambil menggosok baju yang baru selesai di jahitnya. Bu Geni yang perfec itu tidak akan terima jika bajunya telihat kurang rapi.

“Nimas!” tedengar suara yang sangat dihafal Nimas. Perempuan itu segera bediri untuk membukakan pintu. Matanya sesaat memandang termos air yang lupa diisinya.

“Buka pintu aja pakai lama!” laki-laki itu mendengkus. Nimas mengikuti dari belakang, ia tidak menjawab sepatah kata pun. Nimas mencari cara dan waktu untuk memberi tahu jika malam ini anak mereka, Dina, menginap di tempat temannya. Sesuatu yang tidak disukai suaminya.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren banget busay.. Bagaimana kisah selanjutnya. Kutunggu dan kutunggu.

24 Feb
Balas



search

New Post