yuhana fetri

menjadi guru adalah panggilan jiwa. Menyampaikan ilmu dan mendidik adalah kewajiban setiap individu maka jalan yang paling mulus adalah berprofesi sebagai guru....

Selengkapnya
Navigasi Web
MERINDUKAN RINDU

MERINDUKAN RINDU

Ayah batuk beberapa kali, ia memandang ke jendela. Tidak ada satu pun sebenarnya yang ingin ditengok Ayah, hanya sekadar mengalihkan perhatian Vina agar jangan terlalu tegang mendengar informasi darinya.

“Rin, tolong ambilkan air putih hangat,”perintah Ayah. Mak bergegas kebelakang. Perempuan yang sangat setia itu, beranjak sebelum suaminya memandangnya sebagai kode bahwa perintahnya disegerakan.

Laki-laki itu seperti tidak tega memberi tahu Vina mengapa calon menantunya ditangkap polisi. Vina berkali-kali mengucapkan istighfar. Ia mencoba membangun kekuatan bagi setiap sel tubuhnya agar siap mendengar apa pun yang akan disampaikan Ayah tentang Wawan.

“Vina, Wawan ditangkap polisi karena kedapatan membawa narkoba!” jelas Ayah akhirnya dengan suara lemah.

“Narkoba? Masya Allah, Ayah!” Vina berucap dengan keras. Ia sangat kaget mendengar berita yang luar biasa. Ternyata Wawan jauh lebih buruk dari yang ia bayangkan. Selama ini ia menyangka Wawan hanya suka bagadang dan hura-hura kelas kampung, tidak bersentuhan dengan barang haram yang menghancurkan generasi. Namun kenyataan seperti yang ia dengar, memalukan!

“Ayah, Vina bersyukur, kajadian ini terungkap sebelum Vina menerima lamarannya. Allah sayang sama Vina, ayah! Allah menyelamatkan Vina dan keluarga kita dari jurang kehancuran,” ucap Vina berapi-api. Entah mengapa hatinya terasa plong setelah mengucapkan kalimat itu ke hadapan ayah.

Laki-laki kukuh yang mempunyai senyum menyejukan itu menganggukan kepalanya mendengar untaian kalimat yang disampaikan anaknya. Sebagai seorang ayah, ia sependapat dengan Vina, putri kebanggannya itu. Mereka sangat beruntung, masalah ini terjadi sebelum pernikahan bahkan sebelum lamaran diterimanya. Sedianya hari ini keluarga Wawan sang ketua pemuda datang kembali mendengar jawab dari pinta yang mereka ajukan beberapa hari yang lalu. Sebenarnya keluarga Wawan sudah bisa memastikan lamaran mereka tidak satu pun yang akan menolaknya.

“Vina, ini mungkin salah satu cara yang Allah rancang agar perjodohan kalian tidak terwujud. Harapan Ayah semoga suatu saat nanti datang lelaki saleh untuk menyuntingmu. Membawamu ke dalam biduk rumah tangga yang sakinah. Anakku, sakinah adalah sebuah ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan menyatu dalam satu rasa yang akan membawa langkah untuk selalu dalam ridho-Nya.” Ayah berucap dengan penuh kesungguhan. Matanya menerawang , kejadian ini cukup membuat ia syhok karena sangat berhubungan dengan rencana yang sudah mereka rancang, mempertemukan Vina dan Wawan dalam ikatan yang kokoh, yakni pernikahan. Siapa sangka kejadian tadi malam yang menghebohkan orang sekampung, membuyarkan pula segala impian orang tua tersebut, bermenantukan orang yang tidak akan membuat anaknya menjadi susah.

Ayah masih ingat bagaimana ia dan isterinya banting tulang mencari nafkah agar bisa menyumpal perutnya dengan sesuap nasi. Agar kaki mereka tetap kokoh untuk berdiri. Badan mereka masih kuat untuk menyongsong hari yang selalu berganti. Ayah tidak ingin anak gadisnya yang lembut itu akan mengalami nasib yang sama dengan ibunya di awal pernikahan dulu. Bukan karena silau dengan harta orang tua calon menantunya, melainkan sebagai sebuah bentuk penjaminan masa depan yang dapat dipandang dengan kasat mata.

“Maaf, Bang, tadi air di termos habis, jadi aku rebus dulu, jadi kelamaan,” ujar Mak Vina sedikit merasa bersalah dengan keterlambatannya menghidangkan air hangat yang diminta suaminya.

“Terima kasih, Rini,”jawab Ayah seraya mengambil gelas yang diserahkan isterinya. Perlahan ia meneguk air yang menyegarkan kerongkongannya. Sesaat dadanya menjadi lebih lapang dan pikiran yang ruwet sedikit terurai.

“Sudah di beri tahu, Bang?” Rini duduk di sebelah suaminya.

“Sudah,” jawab Ayah pendek.

“Bagaimana Vina, kau bisa menerima kenyataan ini kan?” Mak memandang anaknya lekat.

“Ya, Mak,” ujar Vina.

“Baguslah, kasihan si Wawan, sudah jatuh ketimpa tangga pula!” seru Mak.

“Mak, maksud Vina, bukan bisa menerima lamaran Wawan, tapi menerima kabar ini sebagai satu cara yang Allah karuniakan untuk menolaknya,” jelas Vina dengan sekuat kemampuan menekan suaranya.

“Astaghfirulah, Vin! Mengapa Kau tidak berperasaan, betapa terpuruknya dia dengan dua kenyataan yang menghantamnya sekaligus. Bisa kah Kau sedikit merasakan beban yang ditanggungnya?” Mak sedikit emosi. Perempuan paro baya itu tetap pada pendiriannya, ingin bermenantukan Wawan sekali pun ia sedang terjerat kasus hukum yang tidak ringan, kedapatan membawa narkoba.

r
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Segala jalan telah dibentangkan-Nya, kadang kita yang tidak peka dengan Maha Penyayangnya Dia Sang pencipta

23 Nov
Balas

Segala jalan telah dibentangkan-Nya, kadang kita yang tidak peka dengan Maha Penyayangnya Dia Sang pencipta

23 Nov
Balas

Cerita yang luar biasa, semoga Vina memperoleh jodoh terbaik. apakah Wawan yg inshaf setelah mendapat hukuman? Atau hadir laki laki lain? Penasaran...

24 Nov
Balas

Terima kasih, Bun, jodoh punya jalannya sendiri, heheheh

24 Nov

Semakin membuat penasaran akan kelanjutannya. Lanjut Bu. Keren

23 Nov
Balas

Hehehe, Bu Umi, terima kasih, lanjut Insya Allah

23 Nov

Mantap makin seru ceritanya

23 Nov
Balas

Alhamdulillah, terima kasih Bund

23 Nov



search

New Post