yuhana fetri

menjadi guru adalah panggilan jiwa. Menyampaikan ilmu dan mendidik adalah kewajiban setiap individu maka jalan yang paling mulus adalah berprofesi sebagai guru....

Selengkapnya
Navigasi Web
MERINDUKAN RINDU

MERINDUKAN RINDU

Vina menatap rembulan dari balik tirai jendela. Purnama seolah tersenyum menyaksikan segala sandiwara yang terus saja dipertontonkan manusia tanpa jeda. Pentas-pentas yang terbentang dalam tiap jengkal tanah di bumi, diisi dengan berbagai tabiat manusia yang kadang sangat berlebihan dan tiada punya rasa malu kepada Sang Pencipta yang selalu mengawasi makhluknya.

Vina berdebar dan tidak begitu yakin dengan keputusannya, akan menikah sebelum putusan hukum dijatuhkan terhadap kesalahan yang telah dibuat Wawan. Laki-laki itu telah melakukan perbuatan yang sangat fatal terhadap negara. Laki-laki itu dituduh sebagai pengedar narkoba dengan barang bukti yang diperoleh polisi saat ia bergadang bersama teman-temannya.

Pertimbangan Vina hanya satu, ia ingin menyenangi Mak, melihat seri di wajah tua perempuan yang bertahun-tahun berada dalam derita. Vina tidak menuduh Mak ingin menjualnya, gadis itu paham Mak tidak sejahat itu. Walau kadang lintasan pikirannya ingin memojokkan Mak bahwa Mak telah berubah. Kalau Vina mengingat berbagai derita yang telah dialami Mak dalam berumah tangga, saat-saat sulit dalam mengumpulkan recehan agar perut dapat juga terganjal, Vina menjadi sadar bahwa niat Mak hanya ingin agar anaknya tidak mengalami pula hidup susah seperti dirinya. Wawan salah seorang laki-laki yang dipandang tidak akan membuat anaknya bersusah payah.

“Vina, keluarlah, Nak, Ibu Mega ingin bicara denganmu!” Mak mengetuk pintu kamar Vina dan memanggilnya hati-hati. Mak sangat paham, Vina tidak sepenuh hati bisa menerima anak Bu Mega itu. Namun Mak berkeyakinan, suatu saat nanti, Vina akan merasakan betapa berkah dan beruntungnya ia mengikuti kemauan Maknya.

“Ya, Mak, sebentar,” jawab Vina lemah. Sekilas ia memandang wajahnya di cermin, terlihat sedikit pucat. Ia mengambil bedak tabur dan secepatnya ia olesi ke muka. Dalam hitungan detik merapikan jilbab yang sedikit terlipat. Gadis itu ke ruang tamu yang berada persis di depan pintu kamarnya.

“Bu, Tante,” sapa Vina kepada kedua tamunya yang sangat istimewa. Mak terlihat sumringah dan bahagian melihat anak gadisnya menyapa tamu dengan penuh penghormatan.

“Vina, sehat, Nak?” tanya Bu Mega tak berkedip menatap calon menantunya. Ibu Wawan mengagumi pesona perempuan berpenampilan sederhana tapi berkelas yang berada di hadapannya. Pantas saja anak bujangnya tergila-gila. Bukan hanya karena cantik, melainkan juga tindak-tanduk yang sangat memanjakan mata bagi yang memandangnya.

“Alhamdulillah, Bu,”balas Vina sedikit salah tingkah. Ia duduk di sebelah Mak sambil memandangi bunga mawar tiruan yang terangkai dalam Vas putih berukir cantik.

“Vina, Bu Mega ingin mendengar langsung dari bibirmu syarat yang akan diajukan untuk Wawan sebagai calon suamimu,” jelas Mak tentang kedatangan Bu Mega.

“Bu, Vina tidak minta syarat macam-macam, tapi yang paling utama adalah Wawan bersedia menjadi imam Vina untuk dunia dan akhirat. Maksud Vina, nanti Wawan mau sama-sama belajar tentang agama dengan Vina dan salatnya di masjid,” terang Vina mengenai permintaanya. Bu mega dan adiknya terbatuk, ia sama sekali tidak menyangka bahwa Vina akan meminta hal yang akan sulit dikabulkan Wawan. Tadi Bu Mega menaksir bahwa Vina akan meminta “paisi suduik” dengan jumlah yang sangat banyak. Biar ia menjadi perempuan paling mewah di kampung ini saat pernikahannya.

“Baik, Vin, Ibu akan menyampaikan hal ini kepada Wawan. Terus masalah isi kamarmu, bagaimana? Apakah akan pergi beli dengan Mak atau bersama ibu?” tanya Bu Mega dengan tatap penuh binar.

“Masalah itu, Vina serahkan saja kepada Ibu. Terserah mana yang Ibu belikan,” jawab Vina datar. Ia sama sekali tidak tertarik dengan segala macam tawaran yang diberikan calon mertuanya. Baginya cukup bahwa Wawan bersedia menerima persyaratan yang diajukan. Jika mungkin ia ingin membuatnya secara tertulis, agar kelak dapat ia jadikan pegangan.

Selesai makan-minum, kedua tamu itu mohon diri. Pembicaraan mereka memutuskan bahwa dua hari lagi pihak keluarga Vina akan datang ke rumah Wawan, menentukan hari pernikahan yang dilakukan sesegeranya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren cerpennya Bucan. Saya belum mampu menulis seperti ini.

27 Nov
Balas

Alhamdulillah, kita sama-sama belajar ya, Bun

27 Nov

Semoga saja penjara menjadi madrasah yang mengantarkan Wawan kedalam pelukan hidayah

26 Nov
Balas

Ceritanya selalu keren. Lanjut Bu

28 Nov
Balas

Kereeen .... salam kenal bunda

26 Nov
Balas

Terima kasih, Bunda. salam kenal juga dari saya

26 Nov

Mantab cerpennya bu. Salam sukses gih

26 Nov
Balas

Terimakasih, Pak. Salam sukses juga buat Bapak

26 Nov

Bersambungkah? Keren cerpennya, Bun. Salam kenal dan salam literasi.

26 Nov
Balas

Bun, bersambung. Senang dikunjungi Bunda, salam sukses selalu buat Bunda

26 Nov



search

New Post