Mengalahkan Kekerasan Pimpinan

Selama 29 tahun bekerja sudah banyak lecut tangan atasan yang saya rasakan. Dari sekian banyak atasan saya, ada yang memang bagus, menguasai pekerjaan dan ada yang biasa-biasa saja kemampuannya.

Awal tahun dua ribu, pegawai yang bisa mengoperasikan komputer masih belum banyak. Salah seorang kepala bidang, tidak bisa mengoperasikan komputer dan untuk menulis surat selalu mendiktekannya kepada staf. Bayangkan, mendiktekan.

Staf duduk di depannya, mencatat apa yang akan diketik. Beliau tidak mempercayai kemampuan staf dalam mengonsep surat, dan tidak menerima bantahan atas konsep yang disampaikannya.

Saya merupakan staf bidang lain. Suatu waktu saya dimintai tolong untuk mengetikkan surat, karena stafnya tidak di tempat. Beliau duduk di sebelah saya mendiktekan apa yang akan saya ketik.

Menurut saya konsepnya berbelit-belit, dan tidak sesuai dengan selera saya. Seorang atasan yang merasa hebat, tidak mau disalahkan. Bagaimana saya bisa memberi masukan? Dengan bahasa yang santun dan tidak mendikte adalah kuncinya. Dengan bahasa yang santun beliau tidak merasa ditentang.

"Pak, gimana kalau kalimatnya kita ganti dengan ini. Kira-kira mana yang lebih enak dibaca?" Ternyata dengan tidak meyalahkan dan merasa lebih baik beliau mau menerima masukan saya. Sejak saat itu, orderan selalu berdatangan dari beliau. Dan tentu saja akhirnya saya jadi staf kesayangan dan sering dapat oleh-oleh.