Bencana datang tanpa mengetuk pintu. Dia menghempaskan semua yang ada. Di sana masih ada Ayane, Osaka. Aku mengenalnya saat pertukaran pelajar Jepang-Indonesia. Dia ditempatkan di sekolahku. Dalam waktu empat bulan kami sudah akrab.

Dia pun kembali ke negerinya, kami berkomunikasi lewat email. Setelah bencana datang dia tak pernah lagi membalas emailku. Ada apa denganmu Ayane? Mataku nanar melihat berita radiasi nuklir di Jepang.

Pagi ini hatiku tergerak untuk membuka email. Jangan-jangan ada surat untukku. Ternyata ada satu kotak masuk. Aku segera membukanya. Aku mendapatkan balasan surat dari Ayane. “Aisya, aku baik-baik saja. Terimakasih sudah menanyakan kabarku. Osaka aman. Namun, radiasi nuklir tidak dapat dielakkan. Air tercemar.”

Aku harus melakukan sesuatu. Tapi aku tidak punya uang sepersen pun untuk membantunya. Bergegas kuberjalan menuju sebuah purusahaan minuman ternama di daerahku. Dengan gugup aku menemui Direktur Perusahaan air mineral, “Pak, temanku di Jepang memerlukan air mineral, air di daerahnya tercemar radiasi nuklir. Saya mohon pertolongan Bapak untuk membantu sepuluh dus air mineral.” kataku. “Hmm...apakah sepuluh cukup? Bagaimana jika saya menyumbangkan 500 dus air mineral plus ongkos pengiriman?” tanya Bapak itu. Aku mengucek-ngucek mataku. “Saya tidak bermimpikan? Terimakasih Pak” kataku riang. Tidak diduga semua berjalan dengan lancar.