Yuliani Hermaningsih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kak Budi & Dompet Kuning Saya

Kisah ini saya alami sewaktu kuliah tingkat 1 di IKIP Bandung pada sekitar akhir tahun 1998 atau sekitar awal tahun 1999. Pada hari jumat, saya kehilangan dompet entah dimana. entah di jalan, entah di angkot. Rencananya saya akan membayar uang SPP namun selalu saya tunda karena ingin bersama teman-teman. Saya sendiri tidak tahu apakah dompet saya jatuh atau hilang dimana. Entah dimana, entah kapan, namun pada hari jumat. Tidak ingat apakah di angkot pergi ke kampus ataukah pulang dari kampus. Karena uang di dalam dompet tersebut lumayan besar untuk membayar SPP. Tapi, saya juga menyimpan uang kecil di saku celana saya. Sehingga ketika jajan dan mengeluarkan uang untuk ongkos, saya tidak membuka-buka dompet lagi. Di kampus, karena mau bayar SPP harus ke BAAK dan pergi kesananya ingin berbarengan dengan teman-teman saya, maka hari itu saya memutuskan membayarnya minggu depan saja biar rame-rame bayarnya bersama teman-teman. Ya, zaman dulu bayar SPP masih manual belum bayar ke Bank seperti zaman sekarang. Pulang ke rumah, saya belum sadar dompet saya hilang. Ketika membutuhkan nomor telepon... zaman dulu itu musim buku telepon kecil yang memakai magnet, ah lucu-lucu bentuknya, Bila magnet dibuka, didalam magnet tersebut ada gulungan kertas yang bisa dilipat lipat berisi catatan nomor-nomor telepon teman-teman, dll. Tentu saja didalamnya ada identitas nama dan no telp kita juga. Hanya saja karena belum zaman HP maka nomor telepon yang tertulis adalah nomor telepon rumah saja. Bingung saya... ko dompet saya tidak ada ya... saya jadi panik hingga susah tidur. Bukan memikirkan magnet nomor-nomor telepon teman-teman yang hilang, tapi memikirkan uang yang ada di dalam dompet saya. Saya tidak tahu dompet saya dimana, dan jatuh dimana, rasanya memang saya bawa dompet ke kampus tidak saya tinggal di rumah.

Saya tidak bisa tidur malam itu. Padahal besoknya saya harus kuliah. Karena dosen mata kuliah tersebut sedang melanjutkan pendidikan di Jakarta, maka hanya bisa mengajar pada hari sabtu. Kuliah saya sabtu pagi jam 9. Tetapi dari jam 6 pagi, saya sudah pergi dari rumah untuk mencari dompet tersebut, mudah-mudahan jatuh di angkot dan diberikan kepada supir angkotnya. Padahal kuliah jam 9, pergi dari rumah jam 8 lebih 15 menit pun tidak akan terlambat biasanya masih ada waktu menunggu sekitar 10-30 menit, tergantung angkotnya ngetem atau tidak sih.. Duh pagi itu pusing juga memikirkan angkot Lembang yang kemarin saya naiki entah kenapa bentuknya rasanya sama semua. Saya berdiri di depan sebuah toko yang cukup legendaris di Lembang, yaitu Toko Enggal. Di depannya ada Telepon umum koin berwarna biru. Sambil memperhatikan angkot yang lewat dan berusaha mencari cari angkot yang mirip dengan yang saya naiki kemarin ko tidak nemu ya. Stress sendiri. Tiap angkot berhenti rasanya bukan itu supirnya, bukan itu keneknya. Malah saya ditawari naik angkot tersebut. Memang biasanya angkot berhenti di depan toko Enggal tersebut sebentar, untuk menaikturunkan penumpang. Bila ada angkot yang mirip dan berhenti, buru-buru saya hampiri dan segera bertanya pada supir ataupun keneknya apakah menemukan dompet yang terjatuh? Siapa tahu diketemukan di dalam angkot dan diberikan kepada kenek atau supir angkotnya. pikiran saya polos sekali ya. Usia saya sekitar 18 tahun waktu itu. Setidaknya saya berusaha mencari dompet saya yang saya tidak tahu hilang dimana jatuh dimana. Kepikirannya bisa jadi dompet saya jatuh di angkot dan pikiran polos saya mencoba berpikiran positif, dompetnya di supir angkot dan karena sibuk menyupir, jadi tidak sempat mengembalikan. wow, pemikiran yang positif sekali, hehe...

Jam 8 pagi.

Saya makin gelisah. sebentar lagi jam 9 dan saya harus segera pergi atau saya tetap harus berdiri di depan toko Enggal ini seperti orang linglung?. Tiba-tiba saya dihampiri sesosok pemuda, yang bertanya sebuah alamat. Pemuda tersebut habis menelepon dari telepon umum koin di depan Toko Enggal tersebut. Alamat tersebut di daerah Bandung. Daerah jalan Kembar, ah ya saya tahu! Sangat jauh dari Lembang, saya jelaskan kepadanya harus pergi ke terminal Ledeng dulu naik angkot. Ko rasanya pemuda tersebut bukan orang kampung ya, berkacamata, pakaian seperti mahasiswa tingkat atas. Bukan mahasiswi baru seperti saya. Kenapa menanyakan alamat daerah Bandung. Ternyata dia bilang, orang Jakarta yang datang dari Jakarta naik bis dan turun disitu. Saya lupa mengingat, apakah dia turun atau diturunkan disitu. Kalau diingat-ingat lagi, rasanya aneh juga bis dari Jakarta tetapi kenapa turun disitu. Jarang sih bis umum lewat situ kecuali menuju Subang Pamanukan. Saat itu saya belum berpikir apapun hanya memberitahu dia harus naik angkot Ledeng lalu naik angkot Kebun kelapa. Di kebun kelapa, saya sarankan bertanya lagi disana naik apa.

Akhirnya kita berkenalan. Namanya Budi katanya. Mahasiswa tingkat akhir jurusan teknik... teknik apa ya lupa... tapi di Universitas Trisakti Jakarta. Dia mengatakan, saya seperti adiknya yang kuliah di IKIP Jakarta jurusan sejarah kalau tidak salah. Entahlah saya lupa, hehe.. bagian ini, saya lupa jurusannya... mencoba mengingat kembali ko pilihan teratas dalam.memori saya sejarah ya jurusan adiknya. Dia menanyakan kenapa saya seperti orang bingung berdiri di pinggir jalan. Saya jawab kehilangan dompet dan berusaha mencari di angkot. Dia hanya tersenyum dan menyuruh saya tenang. Saya gelisah karena sebentar lagi kuliah, namun saya juga tidak semangat pergi kuliah. Padahal mata kuliah ini sangat penting. Kak Budi menyuruh saya segera kuliah. Saya masih tidak mau beranjak dari situ. setengah memaksa, dia menyuruh saya naik angkot juga. Ada kata-katanya yang membuat saya kaget. Nanti juga dompetnya ketemu. Mending kuliah saja ayo, naik bareng sama saya. Begitu katanya. Seperti terhipnotis saya mengikutinya naik angkot yang sama, karena memang dari Lembang, itulah satu-satunya angkot menuju terminal Ledeng selain elf Subang. Saya terpesona oleh kata-katanya yang cukup menghibur, nanti juga ketemu. Apa jangan-jangan mentang-mentang orang Jakarta pandai bicara ya. Orang kampung terkesima dengan pesona orang kota, itu yang ada dalam pikiran saya.

Di dalam angkot.

Kak Budi bercerita tentang kegiatannya sebagai mahasiswa. menanyakan apakah mahasiswa Bandung suka berdemo seperti mahasiswa di Jakarta? saya jawab suka juga. Tapi saya sih tidak ikut-ikutan. Dia bercerita kepada saya kalau dia suka demo. Bahkan dia menunjukkan pundaknya, saya pernah kena tembak disini katanya. bagian ini saya lupa apakah pundak kanan atau kiri.. hehehe... Di depan saya, duduk teman SMP saya dulu. Saya berbasa basi sebentar, namun tetap ngobrol dengan Ka Budi. Teman SMP saya tersebut akhirnya banyak terdiam memandangi saya sepertinya yang asyik mengobrol dengan Kak Budi. Saya tanyakan kenapa yakin sekali dompet saya bakal ketemu lagi. Dia menjawab ya bakal ketemu lagi katanya sambil tersenyum. Saya heran. Dompet warna kuning kan? saya mengangguk. Wah senangnya saya. Ko tahu ya padahal seingat saya, saya tidak sampai menyebutkan warna ketika bertanya kepada supir maupun kenek, kalaupun dia mendengar. Hanya sampai apakah menemukan dompet jatuh di angkot ini. Itulah yang membuat saya makin kaget. Dia kemudian mengeluarkan kertas kertas HVS berwarna putih berisi tulisan tulisan berbahasa Arab dari dalam ranselnya. Saya sedang belajar bahasa Arab begitu katanya. Sebenarnya saya ingin meneruskan kuliah saya ke Mesir kalau lulus dari sini. Saya ingin kuliah ke Al Azhar, begitu katanya. Saya hanya mengangguk angguk seperti kerbau di cocok hidung. Dia menyarankan saya hari itu kuliah, pulang kuliah jangan main (heloow dia sepertinya tahu saya tukang main dengan teman-teman saya, tapi dalam keadaan hilang dompet tak punya uang, ya pilihan terbaik hanya pulang ke rumah sih. ) Dia menyuruh saya selesai sholat untuk membaca Al Qur‘an beberapa surat tertentu (yang saya ingat menuruti kata-katanya itu saya membaca surat Jin). lalu menyuruh saya tidur siang. Dompet saya bakal ketemu, kembali lagi begitu katanya. Saya senang, di Ledeng, saya turun, dia pun turun, bahkan dia membayari saya angkot karena dia bilang, saya sedang tak punya banyak uang.

Di Kampus.

Tiba di gedung Pentagon, kampus tempat kuliah saya yang berbentuk pentagon sehingga dinamakan Pentagon, ternyata kuliah belum dimulai, masih menunggu lama, jadwal kakak tingkat saya yang masuk jam 7.30 belum selesai. Jadilah saya mengobrol dengan teman teman saya, menceritakan saya kehilangan dompet sampai pertemuan dengan Kak Budi. Teman-teman kuliah saya tidak percaya begitu saja. Sehingga saya pun shock jadinya. Betul juga ya, ko saya percaya orang baru. Kami mulai merasa aneh, kenapa dia tahu warna dompet saya kuning? Kenapa dia yakin dompet saya akan kembali lagi? Apakah dia yang menemukan? Ataukah dia copet? Ataukah dia ketua geng copet yang menghimpun dompet dompet yang dicopet oleh anak buahnya dan menemukan identitas diri saya mahasiswa UPI? Ah kesal jadinya ingin mengejar kembali Ka Budi untuk meminta penjelasan. Tapi mungkin dia pun sudah terlalu jauh saya kejar, karena begitu kami turun dari angkot, dia masuk wartel pinggir jalan dan bilang akan segera naik angkot kebun kelapa. Tentunya percuma saya kejar pun belum tentu ketemu. Siapa tahu sudah di angkot sampai mana. Itu pikiran polos saya. Tapi teman teman juga membesarkan hati saya, kalau memang dia ketua geng copet, tentunya dia merasa kasihan sama saya, sehingga berani mengatakan bahwa dompet saya akan ketemu lagi, kembali kepada saya dengan uangnya. Karena saya bilang itu uang untuk membayar SPP. Tentu dia kasihan melihat saya seperti orang linglung dan dia berniat mengembalikan dompet saya beserta isinya. Mungkin cerita dia sedang mempelajari bahasa Arab dan menyuruh saya membaca surat surat Al Qur‘an hanyalah modus supaya saya percaya dompet saya memang bisa kembali seperti skenarionya.

Pulang Kuliah

Pulang kuliah, saya segera melaksanakan ibadah sholat Dzuhur. Teringat pesan Kak Budi, Saya membaca surat surat Al Qur‘an yang dia bilang sewaktu di angkot. Ada surat Jin juga. Saya baca setelah sholat. Kemudian saya tidur siang. Lelah sangat, karena malamnya kan tidak bisa tidur, dan pagi-pagi juga dengan konyolnya memperhatikan angkot lewat dan berusaha menanyakan keberadaan dompet. Lalu kuliah dan secara fisik sudah betul betul lelah siang itu. Dalam tidur siang, bermimpi sepasang tangan laki laki sedang memegang dompet kuning saya.

Besoknya, hari minggu, saya masih ke kampus juga. Ada kegiatan keagamaan di mesjid kampus, Al Furqon. kegiatan Tutorial agama Islam. Teman teman menanyakan apakah dompet saya sudah kembali, saya bilang belum. Saya mulai resah juga dan tidak bisa fokus. Hari itu, saya kesal dengan diri saya sendiri, bodohnya saya mempercayai kak Budi begitu saja. Saya pulang ke rumah, sholat dan berdoa. Tanpa mengikuti kembali saran kak Budi. Takut juga, teman saya bilang, kalau kita baca surat Jin, nanti malah didatangin jin beneran. Serem ah.

Selasa malam.

Sudah 3 hari dompet yang hilang tidak kembali. Saya pun berusaha mengikhlaskan, mudah-mudahan diberikan ganti yang lebih baik lagi. Orang tua saya pun saya yakin punya solusinya untuk membayar SPP. Oya kejadian ini sebelum saya mendapatkan beasiswa yang baru saya peroleh di semester 2. Saya di rumah sedang memikirkan kata-kata untuk merayu mama agar mau memberikan uang lagi sesegera mungkin... Mama ibu rumah tangga. Papa saya yang bekerja mencari nafkah dan malam.itu sedang dinas di luar kota. Saya tahu mereka akan memberi lagi tapi dengan kejadian seperti ini sepertinya mereka akan sengaja memberikan waktu agar saya jera dengan keteledoran saya yang tidak berhati hati membawa uang banyak dan tidak segera dibayarkan untuk keperluan yang dimaksud yaitu membayar SPP. Telepon rumah berdering. Saya angkat, dan saya kaget ketika yang diseberang sana mengatakan akan mengembalikan dompet saya. Tentunya setelah beliau memperkenalkan diri dan menanyakan apakah betul ini rumah saya. Ternyata beliau memeriksa isi dompet saya dan menemukan identitas diri, alamat dan nomor telepon saya di dalamnya. Suara Bapak bapak. Sumpah seperti mimpi rasanya.

Dengan menggunakan ojeg, dia turun didepan rumah saya setelah saya memberi petunjuk arah menuju rumah saya ketika tadi menelepon.. Saya dan mama menunggu dengan cemas, di depan rumah, ruang tamu sudah sengaja dibuka. Malam itu sekitar jam 8, kami menerima tamu yang akan mengembalikan dompet saya. Namanya Pa Harsoyo atau Harsono ya saya lupa deh... disini saya hampir amnesia lagi hehehee... cerita ini sudah 20 tahun yang lalu ternyata yaa... Beliau menemukan dompet saya terjatuh sekitar kampus dekat gerbang. Memutuskan membawanya dan memohon maaf baru bisa mengembalikan karena kesibukan beliau sangat banyak katanya. Ternyata beliau juga mahasiswa UPI asal Solo yang sedang kuliah S2. Jurusan pun saya mohon maaf kalau salah... jurusan pendidikan luar biasa ? fakultas ilmu pendidikan, FIP ... Ah ya sebatas itu ingatan saya.

Saya tanyakan kepada beliau apakah mengenal Kak Budi? Tidak mengenal, begitu katanya. Saya dan mama hanya bisa berpandangan. Senang tentu saja saya senang, dompet saya bisa kembali lagi ke tangan saya dalam keadaan utuh, uangnya pun bisa untuk membayar SPP kembali. Beliau pamit karena sudah malam dan memohon maaf baru bisa mengembalikan sekarang. Diberi uang pun beliau tidak mau. Besoknya, saya di suruh mama mengirimkan makanan ke kosannya di daerah PKB Jayagiri Lembang. Setelah itu, tidak ada kabar lagi dengan beliau.

Kak Budi?

Entahlah Kak Budi ada dimana. Semoga tercapai cita-citamu Kak, sudah jadi orang sukses sepertinya. Tapi saya tidak ingin bertemu lagi dengan Kakak. Cukup menakutkan waktu Kakak bilang pernah ikut demo reformasi 1998 dan kakak bilang kakak pernah kena tembak di pundak. Sampai sekarang, saya masih ingat wajah kakak, namun ketika teman-teman saya menunjukkan foto korban penembakan Trisakti di demo 1998 Jakarta, tidak ada yang wajahnya seperti Kak Budi. Saya akhirnya bisa tenang sampai disini.

Selamat hari Sumpah Pemuda!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanalloh, anugrah luar biasa! Dompet, Kak Budi, Seseorang, semua membawa gemilang, hingga tulisan ini melayang! Keren! Alhamdulillah!

29 Oct
Balas

Asyik ceritanya, luar biasa, masih mengingat dg baik kejadian 20 th yg lalu. Sukses selalu dan barakallah

28 Oct
Balas

Kadang kadang diingatkan kembali oleh teman teman lama, hehe.. Aamiin makasih banyak Bunda Siti Ropiah

28 Oct



search

New Post