Minggu pagi kemirin aku beraktivitas seperti biasa. Melakukan rutinitasku sebagai seorang ibu, mulai dari mencuci pakaian, mencuci piring dan menyapu rumah. Hanya memasak yang tidak kulakukan pagi itu, karena ini kan bulan puasa. Semua anggota keluarga berpuasa.

Saat menjemur pakaian di halaman depan, kulihat tetangga yang tinggal berhadapan dengan rumahku. Sintia namanya, ia juga sedang melakukan hal yang sama.

" Banyak cuciannya yuk? Tegurnya kepadaku. Yuk adalah panggilan atau sebutan untuk perempuan yang dianggap lebih tua darinya. Semacam kakak perempuan.

"Iya nih, soalnya kemarin nggak nyuci" jawabku.

Kamu masih jual kopi malam? Tanyaku.

"Gimana? Rame? "sambungku.

"Sepi apa lagi sejak musim corona"katanya.

"Tapi sudah seminggu ini rame Yuk, apalagi saat waktu sahur. " ia menjelaskan sambil terus menyelesaikan pekerjaannya.

"Wah, laris dong. Banyak yang sahur di warung ya? "ujarku.

"Iya, tapi aku takut lah Yuk" imbuhnya.

"Loh, kenapa? "tanyaku heran.

"Mereka itu, pemudik dari luar daerah. Mereka sengaja melakukan perjalanan malam hari. Biar bisa lolos dari pos jaga" katanya sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

"Nah lo! Gawat ini! "seruku dalam hati.

Ternyata dalam situasi darurat seperti ini masyarakat masih nekat melanggar larangan mudik. Entah salah atau benar yang mereka lakukan, semua itu sangat berat resikonya. Apa lagi mereka lolos dari pos penjagaan, mungkin karena mereka melalui jalur alternatif. Otomatis keadaan fisik mereka tidak diketahui oleh petugas. Apakah mereka sehat atau tidak, wallahualam. Ditambah lagi setibanya di tempat tujuan para pemudik tidak melakukan isolasi mandiri. Nah, tambah ruwet kan? Coba kalau di antara mereka ada yang terinfeksi covid 19. Bisa menyebar ke mana-mana . Ambyar kan?

Semoga saja pandemi ini cepat berlalu,agar kita bisa kembali seperti dulu. Aamin.

--

#harike-22#

Kepahiang, 18 Mei 2020