Berita Tadi Malam
Malam itu, selepas isya aku meraih ponselku yang sejak pagi tak kusentuh. Kesibukanku hari ini membuat aku tak sempat memegang benda itu. Selain itu,tak ada satu orang pun yang menghubungiku hari itu. Otomatis tak ada perintah dari benda itu yang memintaku untuk mengangkatnya.
Tiba saatnya aku bersantai pikirku sambil membuka ponselku, kuhenyakkan pantatku di sofa yang terdapat di ruang keluargaku. Dengan cekatan aku menggamit layar sentuh itu. Apalagi kalau bukan media sosial yang kubuka. Untuk sekelas emak-emak seperti aku facebook adalah game populernya.
Saat akun facebookku nongol, alangkah terkejutnya aku.Berandaku dipenuhi dengan postingan tentang pengumuman bupati perihal warga yang positif terpapar covid 19."Astaghfirullah! "seruku sambil terus mengutak-atik layar poselku. Seraya berdiri spontan aku berteriak "Yah,Coba lihat ini!"
Aku mendekati suamiku yang sejak tadi juga sibuk memantengi ponsel miliknya.Dengan tenang ia melongokkan kepalanya ke ponsel yang kusodorkan di depan wajahnya. "O, itu" jawabnya dengan cuek mengembalikan pandanganya ke ponselnya. Mendapat respon seperti itu timbul heran di kepalaku. "Ayah udah tau ya? tanyaku sambil duduk di sampingnya. "Ya, ayah ada di sana waktu bupati konferensi pers sore tadi"balasnya.
Dengan semangat 45 aku mulai mencecar suamiku dengan berbagai pertanyaan. Panik juga menghinggapi perasaanku saat itu. Bagaimana tidak dari berita yang kubaca dan penjelasan suamiku ternyata warga yang positif itu bertempat tinggal di kampung sebelah yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami. Sementara aku tidak tahu siapa dia, seperti apa wajahnya, apakah pernah kontak dengannya. "Huh!"keluhku sambil menghembuskan nafas berat.
Tak terasa hampir dua jam kami membahas masalah ini.Sementara itu, pangeran kecilku yang sejak tadi sibuk dengan aksinya menggoreskan krayon di atas kertas gambarnya mulai mengemasi peralatanya yang bersetakan di lantai. "Sudah selesai dek? tanyaku padanya. "Udah"jawabnya singkat seraya berdiri membawa semua perabotannya ke kamar.
Aku yang masih belum puas dengan jawaban-jawaban dari suamiku berusaha mencari tahu lewat medsos. Dengan lincah jemariku mengutak atik ponsel. Menjelajahi dunia maya dari akun medsos satu ke akun lainnya. Tak puas hanya sampai di situ aku pun masih terus melanjutkan obrolan dengan suamiku. Tapi namanya juga laki-laki, pertanyaan -pertanyaanku
Selalu dijawabnya dengan singkat, seperlunya, dan tanpa ekspresi. Sementara di kepalaku sudah mulai tumbuh tanduk. "Sudahlah, jangan terlalu panik"
Sepertinya ia mulai kewalahan meladeni pertanyaan-pertanyanku. Aku sendiri heran, mengapa mulutku tak bisa menghentikan keinginanku untuk bertanya, padahal semua yang kutanyakan sudah terjawab lewat penjelajahanku di medsos. Mungkin karena aku perempuan yang sebenarnya ingin cari perhatian lebih dari pasangannya.
Seiring dengan itu aku baru menyadari, saatnya mengurus pangeranku yang sejak tadi duduk tak jauh dariku. Ia terdiam menyimak apa yang ibu dan ayahnya diskusikan sejak tadi. Sambil beranjak dari tempat dudukku aku berlalu dan menyapanya."Kita gosok gigi yuk Dek! " Sambil mengulurkan tanganku. Dengan berat bujang kecilku itu beranjak meraih tanganku dan mengikutiku menuju ke kamar mandi. "Ma!" ia memanggilku.
"ya, kenapa? "jawabku tanpa menoleh ke arahnya. "Orang yang kena corona itu anaknya juga kena ya?selidiknya.
Ibunya juga kan?sambungnya lagi.
"iya"jawabku singkat sambil menyodorkan sikat gigi yang sudah kububuhi odol kepadanya. Si adek tak langsung menggosok giginya,."Ma "serunya pelan sambil meraih lengan bajuku dan menggoyangkannya. Sepertinya masih ada pertanyaan yang ingin ia lontarkan kepadaku,tapi keburu mulutku yang berbunyi."Ayo digosok giginya, udah malam nih! "
Ia mengurungkan niatnya bertanya. Segera ia menggerakkan sikat gigi di tangannya itu, aku pun berlaku sama sepertinya.
Usai melakukan acara rutin gosok gigi bersama, ternyata putra kecilku masih belum melupakan pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepadaku. Sambil mengejar langkahku yang telah lebih dulu keluar dari kamar mandi. "Mama, mama! "panggilnya. Tanganya menarik sejumput kain rokku. "Katanya kalau sakit corona itu nggak boleh ke mana-mana ya? Terus harus kalau dibawa ke rumah sakit nggak ditemani siapa-siapa ya Ma? "
"Iya sayang, makanya kita harus jaga diri biar nggak sakit kaya gitu! "ujarku sambil terus berjalan menuju kamar tidur tanpa sedikitpun menoleh ke wajah putra kecilku itu.
Aku teringat sesuatu saat tiba di depan pintu kamar. Ku balikkan badanku menuju kamar mandi menuju stop kontak. Ku tempelkan jari telunjukku ke arah tombol putih itu. Klik, suaranya terdengar, lampu kamar mandi padam. "Loh, kok belum tidur? "seruku pada anakku yang ternyata mengikutiku.ku letakkan tangan kananku dibahunya,membimbingnya menuju kamarnya. Saat melewati kamarku, kujulurkan kepalaku ke arah tempat tidurku, ternyata suamiku sudah pulas tertidur.
"Ayo, tidur,sana! Kok malah diam di situ."tegurku. Tapi sepertinya ia enggan masuk ke kamarnya. Tubuh kecilnya melangkah cepat ke arahku dan memeluk pinggangku. "Mama tidur sama Raffa ya! "pintanya. Dengan lembut kudorong bahu kecilnya dengan kedua tanganku. Kurendahkan tubuhku hingga wajahku tepat berada di depan wajahnya. Kupandang lekat wajah polos itu. Ada ketakutan besar terlihat di wajah putra kesayanganku itu. Mata beningnya merayuku untuk menuruti permintaannya. "Raffa takut Ma"ia memelas.Kupeluk tubuh mungil itu. Kurasakan ia membalas pelukanku dengan merengkuh kuat leherku. Aku merasakan ia memintaku untuk melindunginya.
Perlahan kulepaskan pelukanku dari tubuhnya, merangkulnya menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar tidurku."Ayo, mama temani! "ajakku sambil kusunggingkan senyumku untuknya. Dengan segera sosok mungil itu berjalan menarik lenganku, meyakinkan bahwa aku harus bersamanya. Tanpa penolakan aku mengiringinya merebahkan diri di sampingnya yang sudah terlebih dulu berbaring. Kulihat tangan mungilnya menengadah di depan wajahnya.Mulutnya terlihat komat-kamit membaca sesuatu, pastinya doa sebelum tidur. Terlihat setelahnya ia mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. "Aamiin. "terdengar ia menutup doanya.
Kupikir setelah itu ia akan langsung tidur, rupanya satu pertanyaan meluncur dari bibirnya yang kemerahan,"Ma, kalau sakit corona kita bisa mati ya? "Belum sempat kujawab pertanyaan itu,ia sudah ngoceh lagi. "Raffa lihat di HP Om Dedek, di Amerika yang mati banyak Ma.Raffa nggak mau mati Ma. Raffa ngga mau Ayah, Mama, sama Mbak mati juga."
Ia memiringkan tubuhnya dan merangkul leherku. Terdengar suara hidungnya menghisap sesuatu. Kutarik tubuhku kupandang wajah lugu itu. Matanya merah dan basah. "Ya Allah! "batinku. Ia menangis, wajahnya melukiskan ketakutan yang teramat besar. Kupeluk lagi tubuh itu, seraya tanganku mengelus rambutnya. "Raffa sayang, kita kan nggak kena corona. Kita akan baik-baik saja selama kita menjaga kesehatan dan ikut kata pemerintah. " Aku berusaha menjelaskan. Kulepaskan dekapanku dan mengangkat punggungku, bersandar duduk sambil mengusap kepalanya. " Kalau kita diam di rumah, rajin cuci tangan dan tidak ke mana-mana, kita akan baik-baik saja sayang."
Wajah itu memandangku penuh kepolosan seolah mengiyakan perkataanku. Aku mencoba menuangkan senyum di wajahku untuk meyakinkannya bahwa kami akan baikbaik-baik saja. "Sekarang tidur ya! "bujukku lembut. Raffa yang baru 9 tahun itu mengangguk, diikuti gerakan mengambil posisi nyaman untuk tidurnya.
Hampir sepuluh menit, setelah yakin anakku telah lelap tidurnya. Aku perlahan beranjak meninggalkan tempat tidur itu dengan terlebih dahulu menyelimuti tubuhnya dan mematikan lampu. Entah mengapa terasa ada beban berat di hatiku teringat ocehan anakku tadi. "Huhhhh!kuhembuskan nafas dari mulutku. Kutinggalkan kamar itu.
Menjelang tengah malam, mataku belum juga bisa kupejamkan. Berita tentang pasien covid yang kudengar dari suamiku dan kubaca dari media sosial tadi sedikit banyak menggangguku. Terlebih melihat ketakutan di wajah putra kecilku tadi.Dengan berusaha keras memejamkan mata seraya kumeminta pada Nya,untuk melindungiku dan keluarga kecilku dari wabah ini. Beriring dengan lelahnya tubuh sejak siang akhirnya aku berlabuh juga di lautan mimpiku.
Tiba-tiba aku terbangun oleh suara suamiku yang begitu keras. "Hus, dasar kucing! "
Dengan terburu-buru aku melompat dari tempat tidur, bergegas menuju ke dapur. Kulihat suamiku sudah memegang sapu, kuali tergeletak di lantai.Beberapa piring terlihat pecah tak jauh dari kuali. Gulai ikan yang kumasak sore kemarin berhamburan. "Astaga! "aku hanya bisa bergumam. "Sudah, biar Mama yang beresin! "Buru-buru aku mengurus semsemua kekacauan ini.
Tak lama berselang terdengar suara azan memanggil-manggil dari pengeras suara masjid. Aku kembali dengan kebiasaan membangunkan seisi rumah, si Mbak dan si Kecil untuk mengajaknya sholat berjamaah. Si Ayah terlihat sudah siap dan menunggu.Tapi seperti biasanya, perlu perjuangan yang keras untuk membuat Raffa cepat bangun."Raffa, bangun Dek! Nanti telat sholatnya seruku sambil mengguncang tubuhnya berulang kali.
Setelah upaya yang kesekian kalinya, Raffa yang tadinya cuma ngulet-ngulet saja akhirnya bangkit juga. Dengan wajah masih dipenuhi kantuk ia berjalan menuju kamar mandi. Tentunya dengan ritual rutin mengucek mata dan menguap lebar. "Tutup mulutnya Dek! "teriak si Mbak yang selalu sebel melihat tingkah adiknya itu. Spontan Raffa memonyongkan bibir ke arah kakaknya itu. "Huh! "Mbak melengos.
"Cepat Dikit! ayah melotot. Melihat itu si Kecil Raffa yang tadinya mmasih berniat melayani perang dengan kakaknya bergegas berlari ke kamar mandi.
Pagi itu aku sedikit lega, kulihat anak laki-lakiku tak seperti tadi malam. Wajahnya tidak lagi memancarkan ketakutannya. Sekarang malah aku yang merasa takut. Apakah aku dan suamiku bisa menjaga keluarga kecil ini dari bencana besar yang melanda saat ini. Rupanya suamiku membaca kekhawatiran yang ada padaku. "Sudahlah Ma, jangan terlalu stres!"
"Ayah tau Mama gelisah karena berita tadi malam kan? "tegasnya. Aku hanya mengangguk membenarkan.
"Kamu sendiri yang selalu menasehat Ayah dan anak-anak agar tidak panik, kok sekarang malah panik sendiri. "godanya sambil tertawa. "Benar juga ya" pikirku dalam hati. Aku yang biasa selalu memberikan nasihat pada warga di sekitar rumahku, memberikan edukasi tentang penanganan covid 19 yang bisa dilakukan oleh kalangan ibu rumah tangtangga di lingkungan tempat tinggalku. Tapi meski demikian aku hanya manusia biasa yang juga punya rasa takut seperti yang lain.
Mungkin memang benar kata suamiku, aku harus tenang agar bisa berfikir lebih jernih sehingga bisa melakukan yang terbaik untuk keluargaku."Bu RT, pesananya Bu! "tiba-tiba terdengar teriakan dari luar pagar. Kulihat Mang Tar berdiri di depan pagar sambil menenteng kantong plastik berisi bahan mamakanan yang kupesan dari seorang teman yang berjualan online.Setelah menerima pesanapesananku dan memberikan sejumlah uang kepada Mang Tar, aku kembali berjibaku melakukan aktivitas seperti biasa. Ingat pesan suamiku, jangan cemas!
Kepahiang, 22 April 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar