Berkah do’a Guru (bag 3)
Aku pulang, membawa formulir itu, konsultasi dengan orang tua dan menyampaikan pilihan ibu guruku itu pada orang tuaku. Ayah dan Ibu yang mendengar hal itu, tidak dapat berkata banyak. Ayah cuma mengatakan “itu masa depan kamu, kamu yang harus menentukannya, bawa sholat, minta petunjuk pada Allah. kalau kami yang memaksakan, tidak akan baik akhirnya”.
Mengikuti saran Ayah, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti pilihan guruku keesokan harinya di sekolah. Bahagia terpancar dari wajah beliau yang cantik. Beliau mendampingiku mengisi formulir sambil terus berkata “Ibu yakin kamu bisa”. Aku hanya bisa berkata “insyaAllah Ibu, mohon do’anya”.
Beberapa bulan setelah hari itu, pengumuman siswa yang diterima di jalur undangan keluar. Deg-degan aku melihat di papan pengumuman sekolah. Ternyata namaku muncul sebagai salah satu siswa yang diterima. Aku langsung mencari guru cantikku. Aku cium tangan beliau dan berkata, “Bu, aku diterima, apa aku bisa?” aku masih meragukan diri. Beliau kembali berkata “Ibu yakin kamu bisa”. Setelah itu aku pamit kembali kedalam kelas.
Aku mengikuti Ujian Nasional dengan status sudah menjadi mahasiswa undangan. Tantangan berat bagiku, seandainya aku tidak lulus ujian nasional, sekolah pasti malu pada pihak universitas karena undangan atas namaku pasti harus dibatalkan. Sebelum ujian, tidak lupa aku minta do’a restu dari Ayah, Ibu dan guru-guruku. Alhamdulillah ujian berakhir dengan baik dan aku mendapatkan hasil yang baik. Tinggal waktunya mendaftar ulang ke fakultas dan resmilah aku menjadi mahasiswi dengan modal nekad.
Satu tahun menjalani kuliah di jurusan ini, rasa penasaranku pada cita-citaku kembali menggoda sanubari. Ketika tes masuk perguruan tinggi kembali dibuka. Aku minta izin Ibu dan Ayah untuk kembali mencoba. Ayah dan Ibu setuju saja, karena tidak mau melihat anaknya dihinggapi penasaran. Akhirnya akupun ujian kembali pada hari yang telah ditentukan. Dalam hati aku bertekad “kalau memang kali ini tidak lulus, aku tidak akan mencoba lagi. Aku akan serius menjalani kuliah saat ini. Berarti aku memang tidak ditakdirkan jadi seorang dokter”.
Begitu pengumuman keluar beberapa waktu setelah ujian, ternyata namaku tidak muncul dalam kolom peserta yang lolos seleksi. Akhirnya aku ikhlas melepas cita-citaku menjadi seorang dokter dan aku bertekad akan menyelesaikan kuliahku ini dengan sebaik-baiknya. Karena Allah lebih tahu yang terbaik untuk hambanya.
Sejak saat itu, tidak pernah lagi terlintas dalam kepalaku untuk menjadi seorang dokter. Cita-cita yang enam tahun aku pupuk ternyata harus sirna. Aku berusaha menjalani hari-hariku dengan bahagia, hingga akhirnya aku dapat menyelesaikan dan meraih gelar sarjana tepat sesuai target yang ditentukan.
Ternyata apa yang dikatakan orang-orang itu ada benarnya. Kita punya orang tua di rumah, namun di sekolah kita juga punya orang tua yaitu guru. Do’a guru itu juga akan menjadi berkah bagi kehidupan kita. Seperti yakinnya guruku bahwa aku bisa, sehingga beliau pasti mendo’akan aku agar bisa berhasil dalam hidup. Akhirnya, selembar ijazah ini dan beribu ucapan terimakasih aku persembahkan untuk Ayah, Ibu dan juga guru ku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar