Yuli Purnamasari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

COACHING, PENDEKATAN KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL YANG BERDIFERENSIASI

Sistem among merupakan metode Pendidikan pengajaran menurut Ki Hajar Dewantara dengan semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Seorang guru sebagai pendidik diharapkan dapat menuntun dalam proses pembelajaran sesuai kodrat yang dimiliki siswa. Perkembangan yang ada pada diri siswa terjadi di luar kecakapan atau kehendak guru. Guru hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya potensi-potensi siswa agar dapat memperbaiki tingkah lakunya.

Coaching menjadi salah satu pendekatan komunikasi dalam menuntun siswa untuk menemukan potensinya dalam memperbaiki tingkah laku. Coaching dalam konteks Pendidikan adalah:

· Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)

· Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003).

Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai seorang coach (guru) kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun ada kalanya coachee kita (siswa) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, diperlukan teknik komunikasi yang baik yaitu:

· Komunikasi Asertif

Pemahaman komunikasi asertif perlu dibangun agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir dalam sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk berkomunikasi.

Hal-hal yang dapat dilakukan seorang coach dalam komunikasi asertif diantaranya adalah:

1. Menyamakan kata kunci

Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai tujuannya.

Sebagai contoh, jika siswa menggunakan bahasa dan istilah kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.

Percakapan 1

Siswa : “Bu, aku tuh kalau uda masuk kelas Pak Mato, pikiran tuh langsung ambyar..byar byar Bu.”

Guru : “Oh demikian? Bisa kamu ceritakan ambyar yang bagaimana sehingga kamu sulit konsentrasi belajar di kelas?”

2. Menyamakan bahasa tubuh

Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.

Coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung pada apa yang disampaikan coachee dengan senyum atau dengan anggukan. Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan mengikutinya. Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan halus dan tidak kentara agar coachee tidak merasa ditiru.

3. Menyelaraskan emosi

Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional.

Contoh:

Siswa : “Saya sudah gak bisa kerja sama Toni lagi Bu. Dia tidak pernah menerima ide yang saya berikan.”

Guru : “Ya, Ibu dapat memahami perasaan kamu. Tidak semua orang dapat dengan mudah menerima pendapat orang lain.”

· Mendengarkan Aktif

Mendengarkan adalah memebri perhatian terhadap informasi yang disampaikan oleh penyampai pesan. Melakukan kontak mata dengan penyampai pesan akan membuat dirinya merasa lebih dihargai.

· Bertanya Efektif

Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak. Pertanyaan seorang coach diharapkan ‘ dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

· Umpan Balik Positif

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. TIRTA ini disarikan dari model GROW (Goal, Reality, Options and Will). Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada siswa melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA kepanjangan dari:

T: Tujuan apa yang ingin dicapai coachee

I: Identifikasi, menggali semua hal yang ada dalam diri coachee

R: Rencana aksi, memilih hal-hal yang ada dalam diri menjadi sebuah rencana aksi

TA: Tanggung jawab, prioritas dan komitmen coachee dalam melakukan tindakan.

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan siswa kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas seorang coach adalah menemukan potensi-potensi siswa yang memungkinkan untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang ada.

Keterhubungan Antara Coaching, Pembelajaran Sosial Emosional dan Pembelajaran Berdiferensiasi

Komunikasi efektif melalui model TIRTA akan membuat coachee merasa nyaman, hingga akhirnya menimbulkan motivasi dalam menemukan solusi secara mandiri. Setelah rencana aksi disusun oleh coachee dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, diperlukan kesadaran penuh (mindfulness) agar solusi di aplikasikan dengan maksimal. Dengan kata lain, pembelajaran sosial emosional juga memegang peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan. Seorang guru yang bertindak sebagai coach juga perlu mengenali kebutuhan setiap individu di kelas dengan karakter yang beragam.

Dalam kegiatan pembejalaran berdiferensiasi, seorang guru dengan karakter siswa yang beragam memerlukan kesadaran penuh (mindfulness) dalam pengelolaan emosi dan ketrampilan berkomunikasi efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Maka coaching, pembelajaran sosial emosional dan pembelajaran berdiferensiasi adalah ketiga hal yang saling terkait satu dengan yang lainnya untuk mencapai wellbeing (kondisi nyaman dan bahagia saat siswa belajar).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam literasi bunda

25 Apr
Balas

Ulasan yang sangat luar biasa Bunda. Salam literasi.

01 Apr
Balas



search

New Post