Yuli Trianto

Penulis "Intuisi Cerita Pagi dan Bening Bola Mata Raisha," belajar menuangkan imajinya dalam bentuk tulisan. Walau tak cukup bekal teori menulis ia selalu saja ...

Selengkapnya
Navigasi Web

MISTERI TIGA BIDANG CERMIN

Bagian 1. Wisata Keliling Dunia

Pagi tadi aku memasuki ruang kelas tujuh. Guru bahasa Indonesia berhalangan hadir, karena keperluannya mengurus berkas persyaratan lamaran seleksi penerimaan GTT tahun ini belum juga terpenuhi. Perubahan persyaratan dimaknainya berbeda. Banyak versi yang mengacaukan konsentrasi mereka. Tingkat kepercayaan diri diuji. Petunjuk seleksi resmi sudah beredar. Tetapi versi pemahaman membuyarkan keyakinan. Itulah kehidupan, bagian dari teori persaingan.

Yaa Allah, berikan mereka kemudahan. Sekedar merasakan sebagian rizkimu yang tercecer di ruang kelas. Peluh, lelah mereka persembahkan untuk mengukir generasi bangsa. Bukalah hati para penentu kebijakan, untuk sekedar memperhatikan nasibnya. Yaa Rabbi, tukarkan pengabdian mereka yang tergadai dengan sedikit rupiah, pemacu semangatnya. Anugerahilah mereka SK, walau masih sebatas GTT.

Pagi tadi aku tak siap materi pelajaran. Selain kemampuanku dalam bahasa juga tak seberapa, aku tak mau gegabah menjejali mereka tak terarah. Tiga puluh lima siswa yang hadir di kelas memperhatikan langkahku, sejak memasuki ruangan. Setelah berdoa dan menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya, aku meminta maaf jika hari ini Bu Suci berhalangan hadir untuk keperluan dinas.

“Ijinkan saya masuk ke kelas kalian. Adakah yang merasa keberatan?”

“Tidak…”

Mereka serentak menjawab. Suasana kelas redup. Cahaya lampu tak menyala. Kabut di luaran membingkai kelas kami. Perlahan aku bangkit, berdiri di depan papan tulis yang lantainya sedikit meninggi. Aku mulai berkata-kata.

“Jika tidak, saya berterimakasih sekali berarti kalian menerimaku. Maka sebagai ungkapan terima kasih pagi ini saya berikan hadiah.”

“Yeeeeee, asyik…”

“Hadiah apa pak?”

Kelas sedikit ramai, dengan beberapa celoteh sepontan. Aura positif mendatangiku, berpihak kepadaku. Mereka menghargai kehadiranku, walau hanya sebagai pengganti Ibu Suci yang berhalangan hadir. Aku meneruskan tuturku.

“Kalian akan saya perdengarkan sebuah cerita dengan judul “Misteri Tiga Bidang Cermin.”

“Yaaaa, horor dong pak…”

Sela salah satu siswa yang duduk paling belakang. Aku meyakinkan mereka, bahwa cerita ini tidak akan menyeramkan. Hanya menyimpan sebuah misteri. Barangsiapa yang membaca atau mendengarnya pasti akan masuk dan terlibat dalam cerita ini.

“Anak-anakku tercinta, kalian tak usah khawatir. Karena cerita ini adalah kisah perjalanan wisata yang mengasyikkan. Kita akan berkeliling dunia. Saya akan berikan tiket gratis untuk kalian semua tanpa terkecuali. Tiket wisata keliling dunia.”

Sontak ramai, mereka tertawa mendengar tuturku yang tak mungkin. Eeeeeiit, tunggu dulu, tak boleh komentar sebelum selesai.

“Saya tepati janjiku jika kalian mengikuti perintahku. Satu langkah saja kalian lalai, mengabaikan perintahku maka kalian gagal berkeliling dunia. Siapkah kalian?”

“Siaaaap..!”

“Oke kita mulai.”

Aku mulai mengarahkan mereka dengan mengambil sikap duduk paling santai. Sandarkan punggung ke sandaran kursi masing-masing dengan sedikit kaki terbuka. Kedua tangan diletakkan di atas paha. Semua pandangan terarah ke mukaku. Lalu aku menyuruhnya terpejam.

“Sekali lagi ingat kata-kata saya. Saya akan berikan tiket untuk kalian semua tanpa terkecuali. Akan saya bagikan secara bergilir dengan rentang waktu yang tak terlalu jauh. Anak-anakku, dengarkan kisah yang saya bawakan.”

Kemudian aku mulai bercerita dengan pelan, halus agar mampu membwa mereka ke alur cerita yang terjadi. Seperti ini.

Aku seperti yang kalian pahami, seperti yang kalian kenal sebelumnya hingga hari ini. Aku berdiri di depan kalian semua bukan kehendakku juga bukan permintaan kalian. Tetapi ada yang menggerakanku yaitu Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tuhan pemelihara kita, penjaga dan pelindung kita. Dahulu Sebelum terlahir ke dunia, aku hanya sekerat daging memerah di tergeletak di dalam rahim ibuku. Lihatlah, betapa tidak berdayanya aku. Tergeletak, terkulai dalam ruang pengap tanpa cahaya, tanpa udara. Rentan dengan kondisi dan situasi. Hingga keberadaanku kerap membuat ibu tak mampu menyesuaikan. Sekerat dagaing dalam tubuhnya memberikan reaksi negatif, membuatnya sakit, panas dingin, pusing dan muntah-muntah. Bahkan sampai mengharuskan opname di rumah sakit.

Sekerat daging merah itu kian hari semakin membesar. Menjejalkan volume tubuhnya hingga mendesak ruang dalam perut ibuku. Jantungnya tak leluasa bergerak karena rongganya berdesak. Lambungnya tak leluasa menggilas makanan, karena dindingnya berhimpit dengan kantong Rahim istanaku.

Tersiksa. Itulah kondisi yang ibuku jalani, sebagai kenikmatan yang tak bisa terbayang. Tidur tak bisa leluasa terlentang, karena kulit perutnya takut tertarik. Tak bisa tengkurap, karena takut aku tertindih. Tak betah miring karena berasa berat sebelah. Itulah kenikmatan ibuku, mengandungku.

Ibu dalam sebuah penantian. Waktunya tiba. Kontraksi ototo-otot perutnya semakin berasa, nyeri, sakit dan hebat. Berasa seperti hampir pecah perutnya. Saat itu, tubuhnya dibaluri cucuran keringat. Darah menetes, bahkan mengalir deras karena luka-lukanya mulai menganga. Nafasnya tersengal, tenaganya terkuras. Menggeliat, menggelepar. Berjuang mengerluarkan sekerat daging yang semakin menyiksanya dalam sakit luar biasa. Menyeruak, merobek pintu-pintu sempit. Ibuku mengerang keras, mengeluarkan seluruh kekuatannya. Menyabung nyawa tanpa lagi terhiraukan. Akhirnya sekerat daging itu pun keluar, terkulai. Terbungkus dalam selaput tipis berdarah. Kotor dan menjijikan. Bau anyir memenuhi ruangan. Sekerat daging bergerak-gerak, ingin terlepas dari kantongnya. Sekerat daging itu aku.

Tangan lembut menyentuhku, entah siapa aku tak tahu. Bagaikan malaikat, tak berhitung waktu, tak peduli rasa dan suasana. Menghangatkanku dengan kain-kain halus yang paling berharga. Telah dipersiapkan sebelumnya. Bentuk sambutan istimewa terhadap hadirku di dunia.

Aku dalam dekapan ibu. Tangannya lelah tak berdaya menyentuhku. Tetapi senyuman dan kalimat syukur menguatkannya untuk menciumku. Kali pertama aku mendapat hadiah kecupan mesra dari ibuku. Walau susah payah, berjibaku mengeluarkanku. Ibu tetap mengucap: terima kasih Allah, dengan mata berbinar menebar kebahagiaan.

Aku, masih saja dalam ketidakberdayaan. Sekedar menggaruk dahiku yang gatal saja tak mampu. Hingga aku berontak dan menangis. Sekedar mengatakan ketidaknyamanan cairan urine membasahi tubuhku saja tak mampu. Hingga aku berteriak-teriak. Itulah aku dalam ketidakberdayaan.

Ibu… Engkau mengasihiku tanpa butuh balasan belas kasih. Engkau menjagaku setiap waktu. Sekedar dihinggapi nyamuk di pipiku saja, engkau tak rela. Mengejarnya, memburunya hingga nyamuk jahat itu tewas tak berdaya. Ibuku, engkau pertaruhkan segalanya untukku. Untuk anakmu ini. Yang sekarang ada di sini. Aku adalah engkau. Yang tak mungkin lepas dari cerita kehidupan yang hampir sama. Sama-sama menghadiahkan beban berat bagi ibunda tercinta. Aku dan kamu, kita, kalian… Sama-sama tak tahu malu. Betapa kita telah mengabaikan perjuangan ibu. Hingga hari ini.

Tangis, pedih ia sembunyikan ketika menyaksikan kita tak patuh hanya sekedar menuruti sedikit keinginannya. Membantah dengan suara keras, menyesakkan dada sang ibu. Betapa durhakanya kita. Tuhan tak mungkin rela, jika makhluk mulia yang disebut ibu engkau sia-sia. Kecongkakan kita semakin menyiksa batin ibunda. Keangkuhan kita, hanya sekedar memberi senyum pagi hari tak mampu kita beri. Betapa berdosanya kita, aku kamu, kalian semua.

Sekarang, ibumu hadir di dekat kita, di ruangan ini. Sambutlah dia dengan kedua tanganmu. Ciumi, rasakan alirkan darah kemesraan hingga rongga-rongga dada. Peluklah, dan katakan Ibu, maafkan anakmu. Sekai lagi katakan Ibu, maafkan anakmu. Terima kasih atas segala upayamu. Membesarkanku hingga saat ini.

Aku menghela napas, menyaksikan seluruh siswaku berubah posisi yang sama. Kepalanya tertunduk di atas meja. Tak mampu bangkit, karena tangisnya terus terisak, tak mampu berhenti. Aku tak bisa memaksa, kecuali hanya membiarkan sesaat meluapkan bebannya, dalam tangis penyesalan. Kepeduliannya terhadap ibunda terkikis dengan egois masing-masing.

Suasana mulai tenang, aku masih bisa mengendalikan mereka. Perintah berikutnya adalah meluangkan waktu dengan sedikit peduli. Memberikan perhatiannya kepada ibunda masing-masing, dengan cara menorehkan kata-kata dalam kertas yang tak sadar telah tersedia di hadapan mereka.

Perlahan, selembar kertas putih mereka raih, sebilah pensil diambilnya dari dalam tas. Sisa-sisa air mata membasahi kertas di tangannya. Aku mengtakan untuk abaikan jika kertasnya basah. Menyuruhnya untuk menulikan apa pun yang mereka rasa, menceritakan apa yang mereka bisa. Dalam selembar kertas.

Enam puluh menit sudah mereka menulis, tak cukup waktu. SubkhanAllah… selembar kertas putih, bolak-balik terpenuhi dengan ungkapan penyesalan. Luapan kesedihan. Jeritan keangkuhan, ampunan dosa kedurhakaan tertuang. Lengkap mengisi dalam bentuk untaian kalimat-kalimat penyesalan dan ratapan. Selembar kertas putih adalah cermin datar, yang mampu memberikan bayangan sesunggunya. Bayangan kita seutuhnya. Cermin telah jujur menceritakan, tanpa suruhan dan kendali. Itulah cermin. Pagi ini, aku telah bercermin pada siswaku, tentang hidupku.

Beberapa siswa sudah terlihat lega. Bebannya mereka tuang dalam selembar kertas. Aku menyimpulkan bahwa…

“Kalian telah terbawa dalam cerita kehidupan dua dunia. Artinya, kita telah berhasil melakukan perjalanan wisata keliling dunia. Inilah cerita Misteri Tiga Bidang Cermin. Siapa yang membacanya, mendengarnya, maka akan terlibat di dalam cerita misteri.

Karangjambu, 16 November 2017

Salam literasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya ikut terhipnotis...eh ikut wisata Pak Yui

16 Nov
Balas

Hehe ibu, semoga bermanfaat mengingatkan sosok nan mulai, ibunda kita.

17 Nov

Keren ah,,senada dengan pak pras,, pak yuli punya kompanion bu puspa nih,,,eh bu puspa punya kompanion baru pak yuli,,

17 Nov
Balas

Ibu hehe, malah belum pernah ketemu bu Puspa. Terinspirasi cover buku ibu Puspa ternyata. Terima kasih motivasinya.

17 Nov

Salut, diksi nya jannn..... Manstappp

17 Nov
Balas

Salut, diksi nya jannn..... Manstappp

17 Nov
Balas

Hehe ibu, mencoba bermain kata. Mari belajar, terus belajar.

17 Nov

Cermin yang menyehatkan jiwa. Mantap. Bu Puspa punya teman baru.

17 Nov
Balas

Pak Pras, terima kasih sudah singgah, terima kasih motivasinya

17 Nov

Beberapa menit selama membaca sy ikut hanyut! Sukses! Lanjutkan !

17 Nov
Balas

Matur suwun ibu, Aamiin. InsyaAllah

17 Nov

Bahasanya halus...

17 Nov
Balas

Bahasanya halus...

17 Nov
Balas

Bahasanya halus...

17 Nov
Balas

Terima kasih ibu, masih belajar, terus belajar.

17 Nov

Luar biasa...benar adanya kita mengikuti hukum tarik menarik,panras Allah mendekatkan Bpk utk mantap mengikuti workshop karena memang sesuatu akan mensrik dg yg sama.selamat...bagus

17 Nov
Balas

Ibu InsyaAllah saya butuh waktu, kesempatan berpihak. Semoga ada yg menuntunnya. Terima kasih motivasinya.

17 Nov

Sangat menyentuh hati ini pak Yuli!

17 Nov
Balas

Terima kasih ibu, alkhamdulillah kita sama" butuh cermin.

17 Nov

Membuat hanyut seluruh denyut organ tubuh ke dalam cerita yang dibaca merupakan bagian nikmatnya sajian Tentunya hanya koki profesional yang bisa membuatnya

17 Nov
Balas

sentuhan itu dtg ketika kita tak segan utk bercermin.

17 Nov

kisah yang takan pernah saya lupakan biarpun suatu hari nanti.terima kasih pak yuli

13 Jul
Balas

Meneladani perjuangan seorang ibu, tak bisa terukur dengan alat ukur apapun. Ibu adalah penyala semangat setiap anak.

13 Jul



search

New Post