Yuli Trianto

Penulis "Intuisi Cerita Pagi dan Bening Bola Mata Raisha," belajar menuangkan imajinya dalam bentuk tulisan. Walau tak cukup bekal teori menulis ia selalu saja ...

Selengkapnya
Navigasi Web
SENYUM INSPIRATORKU

SENYUM INSPIRATORKU

Entah kekuatan apa yang mendorongku. Ketika nara sumber dalam sesi pelatihan penulisan buku mengajak kami menulis bentuk kolom. Dengan teknik sederhana menceritakan foto sendiri. Kakekku menginspirasi, aku harus tersenyum. Melihat foto wajahku di layar smartphone, konsentrasiku pada senyum, karena memang ingin tersenyum.

Sejuk. Tutur katanya menenangkan kalbu. Sikapnya yang ramah membuat siapapun mudah menerima kehadirannya. Itulah sosok sederhana kakekku. Satu hal yang tidak bisa terlupakan. Sewaktu beliau masih aktif mengajari kami anak-anak surau, selalu menyampaikan pesan singkat untuk tidak lupa bersedekah. Sedekah paling mudah dilakukan adalah dengan tersenyum. Maka tersenyumlah jika kalian berjumpa dengan seseorang, begitu tuturnya.

Lama sudah beliau wafat. Sosoknya boleh meninggalkan kami. Tetapi tradisi sedekah senyum tidak boleh mati. Senyum adalah hal sederhana. Tetapi tidak semua orang dapat dengan ikhlas melakukannya. Untuk dapat tersenyum ikhlas ternyata dibutuhkan energi positif. Pola pikir dan keterampilan menyikapi situasi harus lebih dahulu terbangun. Setelahnya, senyum itu akan keluar sebagai cerminan suasana hati.

Senyum itu menular. Tutur sederhana bahasa kakekku. Beliau memberikan pembelajaran bukan saja dengan kata-kata tetapi dengan tindakan. Setiap mengawali pengajian, mengajari kami dengan senyum ringan. Suasana sedikit gaduh sebelum pengajian berubah senyap ketika kakekku mulai duduk menebar pandang dengan senyum khasnya. Tanpa banyak berkata-kata kakekku berhasil mengkondisikan situasi awal sebelum pengajian dimulai. Kami sepontan ikut membalas senyum beliau. Itulah bukti bahwa senyum itu menular.

Kami anak-anak surau terbiasa antri, bersalaman dan mencium punggung telapak tangan kakekku. Kakekku sekaligus guru ngajiku mengajarkan tradisi ini untuk memberikan penghormatan kepada guru. Petuah beliau agar kami membudayakan bersalaman dengan mencium punggung telapak tangan kepada orang tua, sesepuh, dan guru-guru kami di sekolah. Ada rasa tersendiri dalam kalbu kami. Sejuk suasana hati. Kedekatan yang terbangun dengan senyum dan berjabat tangan memberikan motivasi tersendiri. Kami merasakan nyaman jika berada di dekat beliau. Lama sudah wafat, kami selalu merindu senyuman beliau. Senyum kedamaian.

Yuli Trianto, 9 September 2017

Sagu Sabu – Purbalingga

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sip!

14 Oct
Balas

Ibu... Aku iri dengan semangatmu, senantiasa menelorkan ide kreatif

18 Oct

wau karya perdana yang memukau, kedekatan terhadap Sang Pencipta memang menelorkan sikap budaya yang adem

10 Sep
Balas

Mari pompa semangat, selalu berusaha lebih dekat, agar yang empunya kita tak lagi berjarak

11 Sep

Siiip ...Pak

14 Oct
Balas

Terima kasih, sobat

18 Oct



search

New Post