Pembelajaran terintegrasi memiliki karakter berpusat pada peserta didik, menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan, belajar melalui pengalaman langsung, lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, dan sarat dengan muatan keterkaitan. Penyusunan kurikulum siaga bencana harus memperhatikan karakter tersebut.

Kurikulum siaga bencana hendaknya meliputi pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan menghadapi ragam bencana yang kerap terjadi di Indonesia. Yang pertama harus dipahami para peserta didik adalah bahwa kondisi geografi dan topografi Indonesia rentan terhadap ancaman bencana alam, dengan demikian setiap orang Indonesia harus bersahabat dengan kondisi yang ada dan siap menghadapi kemungkinan bencana alam yang bisa terjadi kapan saja. Yang kedua, bencana alam bukanlah hal yang perlu ditakuti melainkan dihadapi dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi. Yang ketiga, penanaman pemahaman bahwa bencana alam bukan bentuk kebencian Tuhan pada manusia, melainkan wujud kasih sayangnya sebagai suatu peringatan yang terjelma dalam peristiwa alam tertentu yang semestinya dihadapi dengan ikhtiar dan tawakal. Yang keempat, dalam kurikulum siaga bencana hendaknya terdapat pengetahuan tentang peta daerah rawan bencana alam, ragam bencana alam yang kerap terjadi, dampak bencana alam, cara penyelamatan diri saat bencana alam terjadi, dan cara bertahan hidup pasca bencana alam.

Pengetahuan tentang daerah rawan bencana menimbulkan sikap waspada sehingga sedari awal masyarakat sudah mengenal tempat-tempat yang rawan bencana alam dan menghindari diri dari beraktivitas dan bertempat tinggal di daerah tersebut (bersambung)

#Tantangan Gurusiana