Kurikukum Siaga Bencana Bagian 3 (Tantangan Hari Kedua puluh)
Bencana alam yang berbeda harus dihadapi dengan cara yang berbeda pula. Ada bencana alam yang waktu kejadiannya bisa diprediksi oleh ilmu pengetahuan dan ada yang tidak bisa diprediksi. Bencana gempa bumi merupakan bencana alam yang tidak bisa diprediksi kapan terjadi. Untuk ini maka kurikulum siaga bencana harus memberikan pengetahuan cara menyelamatkan diri pada saat gempa terjadi. Langkah-langkah apa yang harus ditempuh jika terjebak dalam gedung bertingkat, sedang berada di laut, dan di pantai. Gempa bumi kerap diikuti dengan tsunami. Langkah-langkah untuk mengurangi resiko bencana tsunami juga semestinya menjadi materi yang harus dihadirkan dalam kurikulum siaga bencana dalam bentuk teori dan simulasi.
Bencana longsor memiliki gejala-gejala yang bisa diamati sebelum terjadinya bencana. Untuk itu dalam kurikulum siaga bencana harus ada penjelasan tanda-tanda apa saja yang bisa diwaspadai, seperti retakan tanah, pohon-pohon yang miring dan sebagainya. Selanjutnya barulah masuk pada materi penyelamatan diri dan orang lain dalam kondisi terjebak dalam bencana longsor.
Bencana banjir umumnya bisa diprediksi dengan tanda-tanda yang cukup dikenal, seperti curah hujan yang tinggi dengan waktu yang panjang, naiknya air sungai dan sebagainya. Untuk itu dalam kurikulum siaga bencana pengenalan tanda-tanda awal bencana banjir ini harus menjadi bagian penting untuk mencegah timbulnya korban. Jika bencana sudah terjadi, langkah penyelamatan diri dan orang lain dalam kondisi banjir harus dikuasai oleh peserta didik. Keterampilan berenang seharusnya dimiliki oleh semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Keterampilan mendayung perahu juga layak dimiliki.
Bencana gunung berapi adalah bencana alam yang paling sedikit menimbulkan korban sekiranya masayarakat bersedia mengikuti arahan pihak berwenang dengan adanya kemampuan ilmu pengetahuan mempredikasi kejadian letusan gunung berapi. Yang diharapkan dari masyarakat adalah kesadaran untuk mau meninggalkan daerah dalam radius berbahaya yang sudah ditetapkan dan melakukan evakuasi diri. Kesadaran itulah yang mestinya ditanamkan dalam pendidikan dengan kurikulum siaga bencana.
Kurikulum siaga bencana selayaknya juga berisikan materi tentang cara untuk bertahan hidup pasca bencana. Ketika bencana alam berlalu dan bantuan tanggap darurat selesai, masyarakat harus melanjutkan kehidupan mereka kembali. Jika rumah masih ada, masyarakat bisa kembali kerumahnya. Akan tetapi apa yang harus dilakukan jika semuanya atau sebagian besar harta yang dimiliki dan bahkan keluargapun tak ada lagi? Disinilah peran kematangan mental spiritual yang kuat dibutuhkan. Oleh karena itu kurikulum siaga bencana harus berisikan materi yang mampu menguatkan jiwa para penyintas bencana alam sehingga para penyintas mampu kembali memulai kehidupan baru. Penyusunan materi ini perlu melibatkan pihak yang berkompeten seperti psikolog, psikiater, dan agamawan, lalu ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Kurikulum siaga bencana semestinya menumbuhkan kesadaran, memberikan pengetahuan dan keterampilan yang melekat pada setiap diri insan Indonesia sebagai bentuk penerimaan pada kondisi negeri dan bentuk kewaspadaan akan bencana alam yang bisa terjadi kapan saja, sehingga dengan demikian bisa meminimalisasi jatuhnya korban dan memberikan kekuatan untuk bertahan dan memulai kehidupan baru bagi para penyintas bencana alam.
Selesai
# Tantangan Gurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar