Yulizeslika

Guru di Sukabumi Jawa Barat. Gemar membaca, menulis, jalan-jalan, dan belajar hal-hal baru. Bisa dihubungi melalui email: [email protected] ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tinjauan Banjir Jakarta
Sumber gambar: Bappeda DKI

Tinjauan Banjir Jakarta

Jakarta adalah dataran rendah di kawasan pesisir yag menjadi muara sungai-sungai yag terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya adalah DAS Ciliwung, DAS Angke, dan DAS Pesanggrahan yang berhulu di kawasan Bogor. Secara administratif Bogor berada di bawah pemerintahan daerah yang bebeda. Total ada 13 sungai yang melewati Jakarta menuju laut di utara.

Aliran sungai yang deras di musim penghujan menyebabkan dataran di kiri kanan sungai akan tergenang air atau mengalami banjir. Banjir ini meninggalkan endapan pasir dan lumpur. Dataran ini disebut dataran banjir. Sebagian besar wilayah Jakarta masuk dalam dataran ini. Air sungai kemudian akan menuju laut berdasar siklus air biru.

Zonasi yang berbatasan dengan laut di kawasan tertentu secara alami adalah daerah rawa-rawa. Jakarta berada dalam zonasi ini. Jika kita melihat Jakarta dalam profilnya yang sekarang tentu sulit untuk menemukan rawa-rawa tersebut karena hampir semua sudah disulap menjadi gedung, jalan, dan pemukiman. Sebagian kecil menjadi kawasan hijau kota.

Kawasan rawa-rawa berperan sebagai daerah resapan air. Tapi kini rawa-rawa di Jakarta meringkuk di bawah kaki gedung-gedung pencakar langit dan pemukiman. Hal ini diperparah Ditambah oleh aspal dan beton yang menutupi jalan.Hal ini diperparah lagi oleh kondisi garis sempadan sungai yang digunakan untuk berbagai kepentingan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Jenis tanah di kawasan Jakarta adalah aluvial, yaitu jenis tanah yang terbentuk karena pengendapan sedimen lumpur yang dibawa oleh aliran sungai. Endapan aluvial muda bisa mengalami kompresi dan kompaksi sehingga tanah-tanah di Jakatarta berpotensi untuk turun. Penurunan tanah dipercepat oleh pengambilan air tanah secara besar-besaran.

Berharap Jakarta tidak mengalami banjir rasanya sulit jika mengingat sejarahnya secara geomorfologis. Yang diperlukan adalah kewaspadaan dan kesiap-siagaan menghadapi banjir serta kemampuan meminimalisasi dampak banjir. Sekiranya dilakukan rekayasa sebagai langkah antisipasi, maka harus terpadu antara rekayasa fisik/teknik dengan rekayasa sosial.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Astagfirullah Bu Erza, maaf. Ini mesin sepertinya sok tau. Yang saya tulis lain, yang terpublis lain. Ini balasan saya bu.: Ya begitulah Bu, hanya bisa bersiaga saja.

02 Jan
Balas

Begitu yah Bund, berarti meminimalisir saja sudah bagus yah Bund. Karenanya bukan persoalan pimpinan dipegang siapa yah, hehehe. Sukses selalu dan barakallahu fiik

02 Jan
Balas

Kita hidup di Indonesia, negeri rawan bencana. Tidak ada cara lain kecuali bersahabat dengan bencana dan mengantisipasi dampak bencana. Pemimpin mengayomi rakyat saat ada bencana ataupun tidak ada bencana. Sukses juga buat Ibu.

02 Jan

Kasihan jg Jakarta.. mau bagaimana lagi ya bu..

02 Jan
Balas

Ya, begitulah Bu. Bersiaga saja.

02 Jan

Maaf ya Bu. Kok tulisan jadi berubah karena diedit oleh mesin komputer ini. Jawaban saya untuk ibu jadi aneh, berubah gitu. Ya, begitulah Bu, hanya bisa mengantisipasi saja.

02 Jan



search

New Post