Renungan Untuk Teman Sejawat (10)
Aku tahu suatu saat nanti kalian akan meninggalkanku setelah lulus, akankah kalian ingat aku ? Betapa aku semangat mengajar di kelas kalian…! Bukankah aku cukup baik bagi kalian? Ingatkah kalian itu semua ?
Tiap tahun aku melepas siswaku lulus dari sekolah. Tiap tahun pula, ada saja kelas yang membuatku memiliki berbagai macam kenangan bersamaku. Apa yang kalian ingat tentang aku? Cara mengajarku? Cara bicaraku? Kebiasaanku? Semangatku? Banyak hal mungkin yang akan diingat oleh anak didik tentangku. Semoga yang mereka ingat adalah yang baik-baik tentangku.
Aku begitu semangat mengajar dan membimbingmu. Semoga kalian tidak lupa ketika kubawa seperangkat media pembelajaran agar KBM berjalan lancar. Semoga kalian juga tidak lupa betapa sedihnya aku kalau kalian mendapat nilai buruk pada ulangan yang kuberikan. Aku juga berharap kalian tidak lupa betapa aku serius mempersiapkan bahan ajar. Kalian juga tentu ingat ketika ada sedikit gangguan dan aku marah karena ulahmu membuat seisi kelas jadi gaduh. Kalian ingat semua itu kan.
Aku berusaha menjadi guru yang baik untukmu. Semoga apa yang kalian ingat tentangku adalah yang positif sehingga aku punya peran dalam pencapaian cita-cita kalian.
Ketika ada rekan kerjaku yang lebih baik dariku dari segi ilmu, ketrampilan komunikasi, dan perangkat lainnya untuk menjadi guru, sudahkah aku mau bertanya padanya meski mereka lebih muda atau guru baru? Atau aku malah sibuk mencari kekurangannnya ?
Belajar bisa dari siapa saja. Aku tahu itu. Telah bertahun-tahun aku mengajar di sekolah ini, rasanya semua sudah kukuasai. Ketika ada guru baru di sekolah dan mendadak jadi guru idola, seketika pamorku hilang. Dia lebih terampil, lebih luwes, dan sangat pandai berkomunikasi dengan siswaku. Sungkan rasanya kalau aku harus belajar darinya. Aku toh lebih senior, aku guru yang berpengalaman. Aku jadi iri dengan kedekatannya dengan siswaku, sepertinya ada saja yang mereka bicarakan. Bersamaku siswa enggan berlama-lama, apa yang salah dari diriku?
Aku lihat dia juga punya banyak kekurangan. Sebagai guru muda harusnya dia yang bertanya padaku bukan sebaliknya. Sulit rasanya kalau aku harus mengakui dia lebih baik dariku.
Aku sadar usiaku semakin tua, jarak dengan siswaku semakin jauh. Aku yang harus belajar memahami, bukan mereka. Sudah siapkah aku untuk menyerap ilmu dari guru lain? Atau aku akan cari kesalahannya?
Letih rasanya kalau aku malah sibuk mencari kekurangannya. Dia tetap disukai anak-anak. Dia malah lebih akrab dengan siswa. Hebatnya ekskul yang didampinginya selalu juara. Baiklah, aku putuskan untuk mendekat dan belajar padanya. Aku tahu aku harus belajar hal baru. Pengalaman bertahun-tahun lalu, sudah tidak tepat lagi kugunakan sekarang. Aku harus mau berubah.
(Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
belajar tdk mgenal senioritas...belajarlah dr siapa dan kpm saja
Setuju, Bu Sri
Super. Tulisan yg inspiratif. Semangat dan terus berkarya dan berjarya
Aamiin yRa..Alhamdulillah
Ibu....renungan yang hebat
Alhamdulillah, Terima kasih ya
Diary sang guru hebatt, mantul bu Yul...barokallah fiiik
Aamiin yRa, makasih ya
ditunggu sambungannya Buy :)
Siap.. akan ditulis terus , insya Allah akan jadi buku
Subhanallah keren bun,
Terima kasih, Pak