Yulma Refianti S.pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TAKDIR CINTA KINARA

TAKDIR CINTA KINARA

BAB 1

PASIEN DARI RUTAN

BAGIAN 1

“Suster, beri kami dua brankar cepat!” teriak seorang polisi muda yang diikuti oleh beberapa rekannya memasuki ruangan lobby rumah sakit. Suasana rumah sakit yang tenang meskipun ramai pengunjung seketika berubah menjadi panik. Kenapa tidak, sebab korban yang terluka yang mereka bawa adalah dua sosok dengan pakaian tahanan yang berlumur d*rah. Beberapa dari pengunjung rumah sakit segera menjauh dari ruangan tersebut.

Dua orang perawat datang membawa brankar ke hadapan polisi tersebut dan menempatkan korban yang terluka itu untuk dibawa ke ruangan tindakan. Sementara polisi dan sipir penjara menuju ke bagian administrasi rumah sakit.

Di sebuah ruangan, seorang dokter muda cantik melamun menatap tumpukan kertas di meja kerjanya. “Ada apa denganku? perasaan ini tiba-tiba gelisah. Semoga mami baik-baik saja, dan papi tidak lagi meneror mami tentang keinginannya menjodohkanku dengan anak rekan bisnisnya. Seperti zaman Siti Nurbaya saja,” ujarnya sambil menarik nafas.

Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan dan kegundahanya. Dengan suara wibawa dia menjawab, “Silakan masuk!” Berdiri dari kursinya.

seorang perawat tergopoh menghampiri,

“Maaf, dokter Kinara diminta ke ruangan tindakan sekarang juga oleh dokter Jones, membantu beliau menangani dua pasien yang terluka serius,” ujarnya hormat.

Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Kinara melangkah mengikuti suster tersebut ke ruangan yang dimaksud. Seketika langkahnya melambat saat melihat beberapa polisi di pintu masuk ruangan tindakan. Namun segera diabaikannya dengan sedikit tersenyum saat melewati mereka.

Dr Jones lega dengan kedatangan Kinara. “Terima kasih dr Kinara, bantu saya menagani pasien yang satu lagi itu.” Menunjuk sosok yang terbaring penuh luka pada pundak dan wajahnya. Kinara segera meminta seorang perawat bersamanya. Entah mengapa, kembali gundah hati menyerangnya. Namun sebagai sosok yang professional dalam tugasnya, Kinara berusaha menepis perasaan yang tak jelas menyerangnya dari pagi tadi.

Dengan bantuan suster luka di pundak dan kepala pasien yang mengenakan baju tahanan itu dibersihkan perlahan. Sementara sosok yang terbaring, sedikit menggerakkan tubuhnya menandakan rasa sakit yang dialaminya. Sosok dengan tinggi badan sekitar 175 cm, terlihat kekar, dengan sedikit brewok yang tak terapikan itu kembali memejamkan matanya. Sedangkan pasien yang ditangani dr Jones berperawakan kecil, juga sedikit lebih muda usianya.

“Masa sih badan segede ini berkelahinya dengan Napi yang berbadan kecil? gak banget deh.” Suster Nunik sedikit mencibir. Seketika Kinara mendelikkan matanya sambil berkata,

“Sus, jangan ngomong sembarangan kalau tak tahu duduk perkaranya. Fokus dengan tugas kita sebagai tenaga medis.” Kinara menggelengkan kepala.

“Maaf, saya keceplosan dok.” Menggaruk kepalnya.

Percakapan itu membuat si pasien membuka matanya. Menatap suster Nunik. Ada rasa gemetar menyerang suster Nunik. Sementara Kinara sibuk menjahit luka di pundak Pasien. Dia tak menyadari kalau si pasien menatapnya dari tadi. Nunik yang menyaksikan hal itu memandang aneh pada tatapan si pasien terhadap dr Kinara. Pandangan yang sulit untuk diartikan.

“Jangan jatuh cinta lo sama dr Kinara hai Napi. Lo gak pantes deh. Para dokter ganteng di rumah sakit ini aja gak mampu mendapatkan hatinya. Apalagi elo. Seorang penjahat,” ejek Nunik dalam hatinya.

Kinara heran melihat senyum mengejek di bibir suster Nunik. Lalu memintanya mengambilkan perban. Saat itulah Kinara beradu pandang dengan si pasien. Dada Kinara bergemuruh saat beradu pandang. Ada getaran tak biasa yang dirasakannya. Namun Kembali jiwa profesionalnya menepis rasa itu.

“Maaf Mas, bisa lebih rileks sedikit, karena saya akan mengobati luka di kepala anda,” ujar Kinara lembut seperti sikapnya kepada pasien lainnya selama ini. Bedanya saat ini debaran jantungnya tidak baik-baik saja.

Kembali terjadi benturan pandangan di antara mereka. Kegugupan terlihat jelas. Tapi Kinara tidak mengerti dengan apa yang membuatnya gugup. Namun mata itu,

“Ah masa sih, itu tak mungkin. Sangat tidak mungkin,” ujarnya dalam hati. Kembali fokus pada pengobatan yang dilakukannya bersama suster Nunik.

“Beres. Mas silakan istirahat dulu, nanti dipindahkan ke kamar pasien ya.” Membuka sarung tangan tanpa menatap lawan bicaranya. Sehingga Kinara tak melihat senyuman manis penuh arti pasien Napi tersebut. Hanya Nunik yang memperhatikan itu semua dengan berbagai spekulasi dalam benaknya. Perlahan Kinara melangkahkan kakinya untuk keluar ruangan. Tiba-tiba suara itu menghentikan langkahnya.

“Dokter.”

Kinara tertegun dadanya bergemuruh kencang. Sekuat hati dia membalikkan wajah ke arah datangnya suara.

“Terima kasih ya, sudah mengobati luka saya,” ujar pasien itu, dengan pandangan teduhnya. Kinara sedikit gugup, mengganggukkan kepala,

“Sudah menjadi tugas saya. Permisi.” Melangkah meninggalkan ruang tindakan.

BERSAMBUNG

*********

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Msntap salam literasi

15 Oct
Balas

Msntap salam literasi

15 Oct
Balas



search

New Post