Yulma Refianti S.pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
TAKDIR CINTA KINARA ,BAGIAN 4

TAKDIR CINTA KINARA ,BAGIAN 4

BAGIAN 4

Di ruang keluarga tampak tuan Miler dan Jasmine istrinya sudah menunggu kedatangan putri mereka. “Non Kinara sebentar lagi turun Tuan, saya permisi,” ujar bi Asih berlalu dari hadapan majikannya.

Kinara menghampiri kedua orang tuanya dan duduk di hadapan mereka.

“Papi memanggil Kinara, Ada apa Pi?” Sambil menatap ibunya yang diam membisu. Tuan miller memperbaiki posisi duduknya.

“Bulan depan, keluarga Handoko akan datang ke sini menentukan pesta pertunanganmu dengan Bagas anaknya. Papi harap kamu jangan bikin ulah mengulur waktu, atau menolak lagi. Papi capek memberikan pemahaman padamu.” Tuan Miller terlihat gusar pada putri satu-satunya itu.

Kinara menatap ibunya yang diam membisu. “Mi, Kinara belum mau menikah.” Sambil mendekati ibunya dan memegang jemari tangan ibunya. “Kalaupun Kinara menikah, yang pasti itu bukan dengan Bagas. Dia bukan sosok yang baik buat Kinara Mi.” Mengguncang tangan Jasmine.

Jasmine diam menundukkan kepalanya. Rasa perih mengiris hatinya. Namun dia tak mampu berbuat banyak. Keputusan suaminya adalah mutlak. Apalagi disokong oleh Ronan putra mereka. “Ikutilah keinginan Papimu Nak, doa mami selalu untukmu,” ujarnya lirih

Kinara berdiri, matanya mulai berkaca-kaca. “Gak bisa Mi, ini hidup Kinara, Nara yang akan menjalaninya Mi. dan Papi gak tau gimana kelakuan Bagas di luar sana,” ucapnya sedih.

Tuan Miller menatap putrinya. “Dengarkan Papi nak. Jika kamu tidak mau menerima lamaran Bagas, mereka akan menarik sahamnya dari perusahaan Papi nak. Perusahaan kita akan bangkrut.” Mengusap wajah dengan kedua telapak tanganya.

Kinara mengeleng lemah, bulir air mata menitik dari kedua pipi mulusnya. “Papi tega menjadikan Kinara sebagai tumbal ya. Coba Papi teliti dengan benar. Merosotnya perusahaan kita itu sejak Papi nyerahin kepemimpinan pada kak Ronan. Lalu mengapa Nara yang harus menerima akibatnya Pi?” isaknya tertahan.

Jasmine ibunya Kinara menoleh pada suaminya, “Nara benar Pi, coba pikir ulang. Mami gak mau Kinara tertekan dengan semua ini.” Mendengar ucapan ibunya Kinara makin terisak. Tanpa persetujuan mereka Kinara beranjak sambil berucap lirih. “Papi tega sama Nara. Nara benci Papi,” teriaknya.

Suasana seketika menjadi senyap. Jasmine diam menatap suaminya yang terlihat galau. Dia tahu kalau suaminya juga terpaksa melakukan ini semua. Tapi dia juga tak bisa berbuat banyak. Karena dirinya hanya Wanita rumahan, bukan Wanita karier.

Suara Langkah kaki, membuat mereka menoleh. Dua pemuda berjalan ke arah mereka. Keduanya lalu menyalami tuan miller dan istrinya. “Silakan duduk nak Bagas,” sapa Jasmine seadanya. Hidungnya mencium bau alkohol dari mulut pemuda itu saat bersalaman. Makin kecut hatinya memikirkan putri mereka. Sementara Ronan meminta minuman pada bik Asih.

Terjadi percakapan ringan. Dan Ronan Kembali menekankan pada orang tuanya kalau Bagas sahabatnya itu akan segra melamar adiknya. “Mi, Kinara ada di rumahkan? Bik…panggil Kinara donk, ini ada Bagas.” Sambil membakar sebatang rokok.

Saat itulah Jasmine berujar, “Gak usah Ronan, adikmu lagi tidur. Kapan-kapan aja ya.” Ronan melotot kea rah ibunya. “Mami gimana sih?” Ronan terlihat kesal.

Karena gagal bertemu Kinara tak lama kemudian, Bagas minta pamit pulang. Ronan marah- marah pada orang tuanya setelah Bagas pergi.

“Mami gimana sih, Bagas kesini mau bertemu Kinara. Malah gak dibolehin. Apa Mami mau perusahaan Papi gulung tikar. Susah ya ngomong sama Mami yang gak punya jiwa bisnis,” ujarnya emosi.

Jasmine berdiri menatap putranya itu. “Oooo jadi Kinara akan kamu jadikan sebagai alat dalam bisnis ini ya? Perusahaan ini di ambang kehancuran itu karena kamu, harusnya kamu yang bertanggung jawab.” Melihat hal itu, Ronan makin marah, bahkan tak terlihat lagi sopannya sebagai anak. Padahal ibunya selama ini sangat menyayanginya dari kecil.

Ronan melangkah ke arah Jasmine, “Mi, perusahaan begini bukan karena aku. Tapi pengawai Papi yang baru setahun bekerja itu yang maling uang perusahaan. Dan Mami lihat sendirikan, kalau aku sudah membuat dia masuk penjara,” ucap Ronan Jasmine menatap putranya itu dengan senyum sisnis, “Kamu yakin, kalau sudah memejarakan orang yang salah?”

Ronan tersentak. “Apa maksud Mami? Jangan membuat sa…”

“Cukup, cukup,” teriak tuan Miller sambil memegang dadanya. Jasmine berlari menghampiri suaminya. Saat itu Kinara sudah berada di belakang Ronan.

“Kalau Papi kenapa-kenapa, aku tak akan tinggal diam. Ingat itu Kak,” ujar Kinara. Tuan Miller dipapah ke kamarnya. Dan Kinara melakukan tindakan untuk menstabilkan jantung papinya. Ya…karena inilah yang menyebabkan tuan Miller menyerahkan kepemimpinan perusahaan pada Putranya itu.

******

Karena dapat sif malam, Kinara pagi ini stay di rumah. Sambil membawa segelas jus jeruk, dia melangkah ke kamar, melewati kamar kakaknya. Perlahan langkahnya melambat. Pintu kamar Ronan sedikit terbuka. Dan sepertinya dia menerima telpon seseorang, yang membuat rasa kepo Kinara tumbuh. Didekatkannya telinga kearah celah pintu yang sedikit terbuak itu.

“Ha ha ha……usahakan dia membusuk di penjara. Tak ada orang yang akan membuatnya keluar dr penjara itu. Hukuman pembunuh kepala bagian keuangan Papi itu akan mati di penjara.” Diam sejenak, sepertinya Ronan mendengarkan lawan bicaranya di telpon.

“Tenang saja, Percaya padaku. Aku memegang kuasa di keluarga ini. Mereka tak tahu kalau aku sudah mengetahui bahwa aku bukan anak kandung mereka. Jadi aku akan selalu bersikap manis seperti yang mereka tahu sifatku dari kecil, ha ha ha.” Mondar-mandir sambil tertawa.

Kinara kaget bukan main. Sehingga tak sengaja tanganya mendorong pintu tersebut. Ronan menoleh dan masih menjawab telpon. “Sebentar. Seperti ada yang menguping.” Kinara gemetar bukan main. Bukan karena takut pada kakanya itu. Tapi gemetar karena mendengar apa yang baru saja didengarnya.

Ronan keluar kamar, menelisik seluruh penjuru ruangan di luar kamarnya. “Tak ada siapa-siapa. Mami pasti sibuk di kamarnya di lantai bawah mengurus suaminya itu. Dan si kucing imut Kinara pasti dari pagi sudah berangkat ke rumah sakit. Diakan gila kerja. Sampai tak mau mengenal laki-laki,” ucapnya pelan.

Ronan berjalan ke arah ujung pintu kamar Kinara. Membuka pintu tersebut.

“Benarkan? Pintunya dikunci. Seperti nyembunyiin harta karun aja. Dari mulai SMP pintu kamar selalu dikunci. Bodo amat. Emang gue pikirin,” ujarnya. Dan Kembali masuk kamar, keluar sambil meneteng tas kerjanya.

Di balik Gorden jendela Kinara menarik nafas lega. Untung secepat kilat tadi dia bersembunyi. Dan untung juga, pintu kamar dikuncinya dari luar saat mengambil jus jeruk ke dapur tadi. Dengan berbagai pikiran yang berkecamuk Kinara masuk ke dalam kamarnya.

Sementara itu Ronan sudah sampai di lantai dasar dan menuju kamar kedua orang tuanya. Dengan sangat sopan dan memperlihatkan sifat manjanya, Ronan menanyakan Kesehatan Papinya, serta menciun tangan mami dan papinya, sebelum berangkat ke kantor.

Kinara menatap tajam mobil mewah kakaknya meninggalkan pekarangan rumah mereka yang luas itu. Keringat dingin membasahi keningnya. Ada rasa lain sekarang yang tumbuih dalam dirinya, terhadap kakak laki-lakinya yang selama ini dia sayangi dan hormati.

“Benarkah dia bukan kakak kandungku? Selama ini kami tumbuh bersama. Dari kecil dan tak ada perlakuan berbeda dari mami dan papi,” ujar Kinara lirih. Kinara mondar mandir dalam kamarnya.

“Lalu siapa yang dipenjarakan kakak? Apakah kejadian 3 th lalu saat aku masih kuliah di luar negri itu ada kecuranagan?” Sambil mengetuk keningnya dengan jari.

Kinara ingat Kembali kisah tiga tahun yang lalu, kalau kepala keuangan perusahaan dibunuh asistennya di kantor papinya. Dan pegawai itu ditangkap dengan bukti berada di tempat kejadian dengan belati ditangannya, serta uang yang dicurinya, Sehingga sekarang mendekam di penjara.

Kinara merenung sejenak. “Jika hal itu benar, mengapa Kakak tadi bicaranya seolah bukan orang yang dipenjarakan itu pelakunya. Sepertinya lawan bicaranya itu ada hubungan dengan masalah ini.“ Segelas jus ludes dalam tenggorokan Kinara tanpa disadarinya.

“Lalu ucapan kakak tadi apa ya maksudnya? mereka belum tahu kalau aku sudah tahu aku bukan anak kandung mereka.”

Kinara terlonjak seketika. “Ya Allah… rahasia apa yang disembunyikan kedua orang tuaku? sepertinya Papi juga dalam tekanan. Apa kutanya Papi saja? Hhhmmm… tidak tidak. Ini akan membahayakan Kesehatan Papi. Aku harus selidiki sendiri secara bertahap dan teliti.” Berdiri ke arah laci meja.

Kinara mengambil pulpen dan menuliskan Langkah penyelidikan yang akan dilakukannya. Langkah apa yang akan Kinara Lakukan?

BERSAMBUNG

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap cerita yg menarik

25 Oct
Balas

Mantap bund semakin seru konfliknya next bund

25 Oct
Balas



search

New Post