Aku jarang mengunjungi laut. Bukan karena aku tidak suka tapi jalan yang kutempuh terlalu jauh. Berpeluh-peluh. Tapi aku mencintainya. Aku menghirup segar angin diatasnya, merasakan desirnya memporakkan rambut. Aku masuki kesegaran sang air diketelanjangan kakiku. Menatap karang-karang dikejernihannya. Aku letakkan telapak, kurasakan lembutnya lumut menyambut. Riaknya memecah menggelitik kulit. Ada kalanya airnya kuraup dengan tangan lalu kubasuh muka berharap aibku sirna. Sepercik segar asin menimpa lidahku. Kukercap sesaat barangkali bisa jadi obat. Meski jarang mengunjunginya, aku mencintai laut. Seluas mata memandang, birunya menyegarkan.

Aku mencintai langit. Dimanapun aku berjalan, kutengadahkan kepala, demi mengagumi keluasannya. Atau, sembari duduk kunaikan pandangan mataku menyapu hamparannya. Aku berkhayal bisa terbang mengarunginya. Berselip-selip diantara putihnya mega. Mengunjungi angin kala ia tenang. Ada kalanya langit menggelap. Ada kalanya menerang. Ada kalanya beraneka. Ada kalanya ia dikunjungi pelangi. Ada kalanya ia dikunjungi badai. Ada kalanya gerimis ingin bercanda bersamanya. Ia sibuk menjamu tamu-tamunya itu. Tapi, bila ia tidak sibuk, ia hanya akan membiru. Dan hanya biru dengan semburat malas mega putih yang tercecer dari kumpulannya. Langit tempatku mengelana sembari menenteng duka. Tempatku menggantung harapan berharap segera merealita. Padanya aku sering bertanya. Kemana ia membawa gerombolan awan? Kemana ia mengarahkan angin saat mereka liar berkejaran? Dimana ia meletakkan cakrawala tempat tipuan batas sejauh pandang mata? Dimana ia menyimpan berbagai warna yang bergantian menghias kemayaannya? Apapun itu, aku mencintai langit. Seluas mata memandang, birunya menyejukkan.

Dalam biru itu, laut dan langit bertemu.

#TantanganGurusiana (hari ke-25)