yuniakbar

Ternyata menulis itu menyehatkan jiwa. Ia menjadi jejak bahwa kita pernah ada. Karena kita akan tiada. Tulisan dari hari akan bertemu hati pembaca. Alumni S2 A...

Selengkapnya
Navigasi Web
Membeli Jamu dan Nasehat Gus Baha'
sumber: sarjana.pharmacy

Membeli Jamu dan Nasehat Gus Baha'

4Remidi #5 (harusnya #198)

Pasti banyak yang sudah pernah mencoba jamu atau minuman herbal. Dari yang dipakai untuk melancarkan urusan perut sampai untuk menguatkan otot-otot tubuh. Banyak produsen jamu kelas kakap yang gencar mensiarkan produk herbalnya. Bahkan kalimat ‘orang pintar bisa masuk angin’ begitu akrab ditelinga akibat masifnya iklan. Lalu ada yang lain lagi dengan kalimat ‘orang bejo kalah sama orang londo’. Aku tidak habis pikir minuman saset begitu kok ya pakai sindir-sindiran. Kurang kerjaan. Oh, bukan! Itu pekerjaan mereka.

Begitulah, entah sejak kapan minuman herbal begitu laris manis dipercaya sebagai suplemen atau bahkan obat untuk berbagai macam penyakit. Analisaku, mungkin karena masyarakat banyak melihat orang dulu yaitu mbah-mbah kita hidupnya begitu sehat, jarang punya penyakit. Paling angin duduk atau bengek. Mengapa? Konon karena mereka suka minum jamu godokan atau rempah dan makan daun-dauan. Baik daun muda maupun daun tua. Jadi, konsumsi demikian membuat orang-orang berpikir untuk back to nature. Kembali ke alam. Maksudnya alam kubur atau alam yang lain? Memang kita pernah pergi kemana kok kembali ke alam?

Aku bukan termasuk golongan yang latah suka ikut-ikutan tren seperti itu. Tapi kalau ada yang memberi ya tidak aku tolak. Sebagai bentuk penghargaan terhadap yang memberi begitu maksudnya. Tapi aku suka minum jamu kunir asem dan beras kencur made in simbah-simbah jamu gendong yang suka jualan ndeprok di bawah tiang listrik dekat Mister Blanjan. Jamu-jamunya didalam botol-botol plastik putih besar berisi sekitar 2 liter yang warnanya sudah menguning. Seperti warna telapak tangannya simbah. Ada sekitar 6 botol ditaruh dalam tenggok bambu. Kalau tidak ada pembeli, Simbah ngunyah sirih dan membuang liurnya yang berwarna merah itu ke sembarang tempat. Kalau masih ada yang menempel di mulut atau gigi, selendang simbah yang melintang di leher sampai dada itu siap jadi pengering. All in deh pokoknya. Dulu aku jijik melihat seperti itu. Lama-lama biasa. Aku hidup di Indonesia, tidak ada aturan khusus untuk membuang liur. Pelakunya tidak akan didenda apalagi masuk penjara. Santuy…

Di tenggok itu ada gelas-gelas plastik kecil seukuran 200 mili kalau terisi penuh. Di samping tenggok ada ember plastik kecil berisi sedikit air tanpa merek ‘sinar matahari’ atau sabun pencuci lainnya. Air itu untuk mencuci gelas yg sudah dipakai. Jangan berpikir tentang higienis. Selama ini toh tidak ada yang terkena penyakit setelah pakai gelas plastik itu. Kan yang diminum jamu? Seandainya tidak dicucipun khasiat jamunya masih nempel ha…ha…ha…

Aku biasa membeli 5 ribu rupiah, Terserah simbah mau memberi jamu seberapa. Istilah Jawanya ‘nibakke duit’ begitu. Keputusan banyak sedikitnya barang yang kita terima menjadi hak prerogative penjual. Ini asyiknya belanja ala tradisional. Bandingkan dengan kalau membeli di super atau mini market. Segala hal harus ditimbang dan harus menggunakan quantifier yang ketat. Huh!

Ngunjuk mriki nopo beto wangsul?” tanya Simbah menengadah menatapku. Ah, aku tidak suka dengan posisi duduk dan berdiri begini. Lalu akupun jongkok di depan Simbah.

“Bungkus.” jawabku. Aku tidak berani minum di tempat. “Expire datenya kapan, Mbah?”

Opo kuwi?”

“Ini bisa diminum sampai berapa hari?” jelasku.

“Lho, lha mung sithik kan iso langsung diombe sampek entek?” jawabnya.

“Wuaduhh!” aku garuk-garuk kepala. “Maksud saya, kalau tidak diminum hari ini, jamu ini bisa tahan sampai berapa lama?”

“Lho, yo suwi to, Nok. Masukkan di kulkas yang atas itu biar jadi es. Nanti kan bisa lama.” Di frezzer. Haiyaa… Simbah cerdas juga ya.

“Oh, begitu?” aku mati kutu.

“Kalau minum kunir asem setiap hari khasiatnya apa, Mbah?”

Yo ora ngerti. Jari ben awakke ora mambu he…he…he…” simbah geli sendiri.

“Lha Simbah jualan kok tidak tahu khasiatnya?” protesku.

Nek aku ki yo pokoke jamu iki payu wae, ora mikir koyo ngono kuwi.” Lagi-lagi kecerdasan sosio-kapital Simbah muncul. “Lha sampeyan itu yang minum sudah merasakan khasiat apa?” tanyanya balik.

“Ndak ada.” jawabku.

“Lha tidak merasa ada khasiat kok beli terus?”

“Buat menyenangkan penjualnya, Mbah. Saya ndak mikir khasiatnya apa buat badan saya ha…ha…ha…!”

“Oh, ngono to? He..he..he..” Simbah tertawa. Ada barisan gigi berwarna merah yang tampak masih kokoh tertanam di gusinya. “Maturnuwun, nggih.” Lanjutnya.

“Nggih sami-sami.”

Lalu akupun menerima 2 plastik jamu kunir asem dan beras kencur dalam kantung plastik bening kecil. Murah bukan? Padahal rangkap 3 plastik!

Aku ingat salah satu ceramah Gus Baha’ tentang membeli. Ceritanya, anaknya pulang membeli suatu jajanan. Sampai di rumah jajanan itu dibiarkan tidak segera dimakan. Sang istri mengingatkan anaknya, kalau tidak dimakan ya jangan dibeli, begitu kira-kira. Kata Gus Baha’ menasehati istrinya, jangan kamu marahi anak itu. Biar dia beli jajanan, kalau perlu yang banyak. Butuhnya penjual itu, barangnya laku, mau dimakan atau tidak, perilaku membeli itu sudah menyenangkan penjualnya.

Jadi, membeli itu sendiri bisa dianggap sebagai kegiatan menguatkan usaha menghindarkan penjualnya dari mengemis atau perilaku sejenis. Aku kira banyak dari kita ‘suka’ jajan terutama dari pedagang-pedagang kecil, bukan karena butuh, tapi karena kasihan. Ya, walaupun jajanannya dimakan juga, sih. Ini bagus, ya. Lepas dari apakah penjualnya itu menyenangkan atau njelehi. Suka memaksa atau tidak. Kita tidak berpikir begitu. Kalau dagangannya laku, penjual itu pulang, uangnya dipakai untuk menafkahi anak istri. Luar biasa, kan? Meskipun kecil, semoga kita tetap bisa berkontribusi terhadap hal-hal luar biasa yang demikian.

Bagaimana? Mau membeli jamu dari pabrik besar atau simbah-simbah di pinggir jalan?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

setujuuuhhh. beli di mbak-mbak jamu gendhong.. yang mbah-mbah leren...sudah regenerasi mereka

21 Nov
Balas



search

New Post