Yuniar Prihanti

Lahir di Bondowoso 18 Juni 1974. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Guru Kimia di SMA Negeri 2 Bondowoso. Tinggal di kota Bondowoso, Jawa Timur. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
BUDAYA POSITIF
Kegiatan diseminasi budaya positif

BUDAYA POSITIF

BUDAYA POSITIF

Penerapan Budaya Positif di Lingkungan Sekolah

"Titan, pagi ini kamu terlambat lagi, Nak ?" Ya Bu, " jawabnya, tanpa rasa bersalah. "Sekarang apalagi alasanmu terlambat ?" Sambil tersenyum Titan pun lancar menjawab, "Sama seperti kemarin Bu, bangun kesiangan. Setelah sholat subuh saya tidur lagi Bu. Dan pukul setengah tujuh, baru bangun."

Percakapan ini terjadi hampir setiap hari, antara Titan dan guru piket di sekolah. Budaya datang terlambat ke sekolah seolah menjadi kebiasaan Titan, belum lagi kebiasaan lain yang membuat bapak dan ibu guru pengajar di kelasnya menjadi gregetan. Walaupun tak seberat kasus kenakalan murid ( remaja ) yang lain, kasus Titan adalah salah satu kasus yang membutuhkan perhatian kita sebagai guru. Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu Titan ?

Menurut KHD, pendidikan adalah ‘tuntunan hidup tumbuhnya anak-anak’. Yang menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat

Pendidik hanya sebagai penuntun tumbuhnya kekuatan kodrat yang ada pada anak dan sebagai ‘pamong’ yang memberi tuntunan dan arahan pada anak agar tidak hilang arah dan membahayakan dirinya.

Dalam proses menuntun tidak lagi dibutuhkan ancaman, paksaan atau memberi hukuman kepada murid.

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplinkan diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.

Disiplin positif merupakan model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif murid agar menjadi pribadi yang mulia dan bertanggung jawab. Kebalikan dari disiplin positif adalah disiplin negatif yakni hukuman. Disiplin negatif cenderung menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid. Dengan disiplin positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di kelas maupun sekolah.

Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas.

Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan.

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.

Pemahaman yang komprehensif akan konsep budaya positif, posisi kontrol guru dan segitiga restitusi merupakan landasan dalam membangun budaya positif di sekolah.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Restitusi juga sebagai proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Dalam teori restitusi tidak ada yang salah, ataupun kalah, yang ada adalah menang menang.

Dengan melaksanakan restitusi ini anak dibimbing memperbaiki kesalahannya dan untuk bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.

Demikian pula dalam kasus Titan. Guru diharapkan mampu menerapkan segitiga restitusi, bersinergi dengan orang tua/wali murid, sehingga Titan akan tidak hilang arah, menjadi insan mulia, bertanggung jawab pada dirinya dan memiliki karakter yang kuat.

Demikian paparan tentang paparan tentang budaya positif, semoga bermanfaat bagi kita semua.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu Yuniar. Suka sekali sama tulisan ini..

13 Feb
Balas



search

New Post