Yuniar Widati

Guru Bahasa Inggris MTs Negeri 3 Magelang yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Perpustakaan. Sangat suka membaca dan masih terus belajar menulis. Cukup ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Friendzone (1)
Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/319051954848789554/

Friendzone (1)

#harike382

--

“Aku tidak ingin menyesal di masa depan nanti. Jadi, aku mau jujur kepadamu sekarang,” kataku siang itu.

Sepulang sekolah ini aku sengaja mengajak Beni makan siang di warung bakso Pak Ogah yang ada di belakang sekolah. Walaupun murah meriah sesuai kantong pelajar dan mahasiswa, baksonya enak sekali. Entah siapa nama aslinya, tapi kepala botak pemiliknya membuat para pelanggan memanggilnya Pak Ogah, tokoh boneka gundul dalam serial Si Unyil.

Bulan Mei seperti ini adalah saat kami menjadi ‘pengangguran’. Apalagi istilah yang pas untuk kami. Sekolah sudah tak ada kegiatan sesudah Ujian Nasional. Di rumah pun kami masih nggak jelas statusnya. Sambil menunggu ijazah keluar dan persiapan kerja atau kuliah, kami sesekali masih muncul di sekolah walau ya itu tadi, nggak jelas statusnya.

“Kalau ngomongnya kayak gitu kayak bukan kamu,” jawab Beni seolah tak peduli sambil masih mengunyah baksonya.

Hih, ngeselin banget bocah ini. Kutendang kakinya di bawah meja. Beni meringis-ringis kesakitan tapi tak berani bersuara keras, takut mengganggu pelanggan lain.

“Aku serius, Ben,” kataku.

“Ya itu. Kamu kalau serius itu malah aneh,” jawabnya diteruskan dengan gelaknya yang semakin terlihat ngeselin.

“Mau kutendang lagi?” ancamku sambil mendelik.

“Nggak, nggak. Ampun Bang Jago,” balasnya sambil menagkupkan tangannya menyembah di atas kepala namun mulutnya masih cengengesan menyebalkan.

Aku dan Beni selalu sekelas sejak kelas sepuluh. Diantara tiga puluh kawan sekelasku, hanya dia yang akhirnya cukup keras kepala untuk berteman denganku. Aku tak cocok berteman dengan kawan-kawan perempuan. Gaya tomboyku sering membuat mereka terganggu karena tangan dan kakiku terkadang ringan saja memukul dan menendang. Aku jadi tak enak hati.

Sementara untuk berteman dengan anak laki-laki aku juga kurang nyaman. Kegilaan mereka tak mampu kuimbangi. Bagaimana pun aku tetap anak perempuan. Namun Beni berbeda. Dia anak yang supel dan teman yang seru. Anak-anak perempuan menyukainya karena tampangnya yang lumayan keren dan gayanya yang kocak. Teman-teman laki-laki pun nyaman berkawan dengannya. Gaya khasnya yang sedikit gila menurutku, cocok diajak kompak seru-seruan.

Aku yang tak cocok dengan siapa pun, ‘terpaksa’ menjadi cocok dengannya yang cocok dengan siapa saja. Kala mengerjakan tugas kelompok, dan seperti biasa aku selalu menjadi pilihan terakhir, Beni satu-satunya yang akan memilihku. Entahlah, kami tim yang kompak dan serasi. Bahkan jika kelompok lain terdiri atas empat atau lima anggota, kelompok kami cukup berdua saja dan tugas selesai.

Kami biasa saling ejek dan saling pukul (bercanda tentu saja). Namun jika salah satu sedang bersedih atau mendapat masalah, yang lain akan menghibur dan membantu. Jika salah satu marah pada yang lain, yang satunya akan jungkir balik meminta maaf. Entahlah, rasanya aku tak akan bisa menjalani hidupku di sekolah ini jika tak ada Beni di sampingku.

Satu dua tahun persahabatan kami berlalu seperti biasa. Namun di tahun ketiga aku mulai merasa ada yang berbeda. Seperti aku tak bisa hidup tanpanya. Berpisah sehari rasanya sudah rindu. Rindu bercanda dan berkelahi dengannya. Namun sebenarnya aku merasa sepi jika tak ada dia di sisiku. Oleh karena itu, di akhir kebersamaan kami, aku memutuskan untuk bicara dengannya. Jujur mengatakan isi hatiku padanya. Aku tak peduli apa jawabannya. Aku hanya ingin dia tahu, atau aku akan menyesal jika hingga saat nanti dia tidak pernah tahu.

“Bercandamu nggak lucu, tahu,” jawabnya setelah aku mengutarakan isi hatiku.

Jawaban yang sungguh tidak kuduga. Kulihat wajahnya berubah serius. Tampang kocaknya sirna dari wajah baby face yang selalu kurindukan itu. Aduh, sekarang malah aku sungguh menyesal telah mengatakannya.

“Kita temenan, Li. Dan kita akan selalu jadi teman. Aku nggak mau pertemanan kita menjadi serius,” lanjutnya.

“Aku selalu jadi temanmu. Hanya …”

Just friend. That’s all,” potongnya.

Rasanya mataku menjadi panas. Aku ingin menangis. Bukan karena penolakannya, tetapi justru karena rasa malu. Aku merasa tolol sekali menganggap Beni bisa serius denganku. Namun seperti niat awalku, aku hanya ingin dia tahu tanpa ada harapan apa pun. Jadi aku menahan tangis ini agar tidak meledak. Aku ingin selalu menjadi teman yang tangguh untuknya dan aku tidak terlihat tangguh kalau menangis. Dan aku berhasil.

--

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keseringan jumpa maupun sering ngobrol memang berpotensi jatuh cinta. Namun tentunya akan muncul dua hal yang bertolak belakang ketika menyatakan perasaan. Cerita indah Bu Yuniar. Sukses selalu. Ditunggu lanjutannya. Salam literasi.

29 Mar
Balas

Wadaw, malu pasti. Ikut terhanyut dan penasaraaaan haha...

29 Mar
Balas

Banget, Bu, hahaha...

29 Mar

Terharu membacanya, keren. Sehat dan sukses selalu Bu cantik

30 Mar
Balas

MasyaAllah,... Begitu hidup...

07 Apr
Balas

Apa alasan sebenarnya untuk menolak? Jadi penasaran bun

29 Mar
Balas

Karena blm tumbuh cinta juga Bun. Masih nyaman di zona teman.

29 Mar

Ada apa dengan Beni? Semoga sehat selalu buat Ibu Yuniar Widati

30 Mar
Balas

Berhasil tidak menangis, Bun. Sungguh keren. Semoga sehat dan sukses selalu ya Bun

29 Mar
Balas

Waduh..kenapa juga menolak, apa alasannya? Penasaran Bunda. Lanjut.. Salam sukses Bunda.

29 Mar
Balas

Cerita baru nih, menarik ceritanya jadi penasaran menunggu cerita selanjutnya.

30 Mar
Balas

Mantab cerpennya bu. Ditunggu kelanjutannya. Sukses selalu dan salam literasi.

30 Mar
Balas

Terharu. Cerpen yang keren. Sukses selalu Bu Yuniar.

30 Mar
Balas

Ikut hanyut membacanya bunda. Ditunggu kelanjutannya. Salam sukses selalu.

30 Mar
Balas

Cerpen yang selalu saya tunggu, Bu. Lanjutt... Salam sukses.

30 Mar
Balas

Ceritanya menarik bunda, bisa jadi buku nih kumpulan cerpen, salam sukses selalu

30 Mar
Balas

Cerpennya mantab keren bu, semoga sehat dan sukses selalu

30 Mar
Balas



search

New Post