Friendzone (19)
#harike400
--
“Boleh temani Mamah nanti sore, nggak, Pah?” Aku mendekati Mas Priyo yang baru saja selesai sarapan.
Hari ini adalah hari ketiga Beni dirawat di rumah sakit. Dia sudah bisa menyapa dan mengucapkan terima kasih pada kawan-kawan di grup. Katanya dia juga sudah boleh dibezuk. Kupikir nanti sore aku bisa menengoknya ditemani suamiku.
“Kemana?”
“Ng …, ke rumah sakit.”
“Siapa yang sakit?” Aku mendapat perhatian Mas Priyo sekarang.
“Itu … Beni, teman Mamah yang kemarin itu.”
“Innalillahi, sakit apa?”
“Katanya ada cairan di paru-paru. Entah penyebabnya apa, Mamah juga baru dengar ini kalau Beni sakit seperti itu.”
“Walah, kasihan juga ya? Berbahaya nggak sih, penyakit itu?”
“Katanya kalau yang sudah parah, sih …” aku tak melanjutkan kalimatku.
Mas Priyo mengangguk-angguk. Aku akhirnya sudah menyampaikan segala sesuatu tentang Beni dan aku di masa lalu kemarin. Aku juga menceritakan padanya bahwa saat ini kami hanya teman saja, tidak pernah lebih. Aku beruntung suamiku cukup bisa memahami kondisi kami. Aku tidak heran jika dia terlihat santai saja mendengarku membicarakan Beni. Telepon dari Ocha beberapa hari yang lalu cukup membantuku menjelaskan situasiku.
“Bagaimana? Bisa?” tanyaku kemudian.
“Di Rumah Sakit mana?”
Aku menyebutkan nama salah satu rumah sakit swasta ternama di kota kami. Lagi-lagi mas Priyo mengangguk-angguk pelan.
“Sepertinya hari ini jadwal Papah padat. Nggak tahu nanti pulang jam berapa. Mamah pergi sendiri saja, ya?”
Waduh, kok malah disuruh pergi sendiri. Aku mengajaknya selain ingin memperkenalkan mereka berdua, juga ingin menunjukkan bahwa diantara kami sungguh-sungguh tidak ada apa-apa.
“Kalau sendiri Mamah nggak mau. Ya sudah, besok saja kalau pas Papah longgar,” tawarku.
“Sudah. Papah izinkan, kok. Nggak usah khawatir. Papah percaya. Daripada besok-besok, kalau ada sesuatu yang tak terduga, nanti Mamah menyesal,” jawab Mas Priyo sambil tersenyum menatapku.
“Atau kalau Mamah nggak berani sendiri, janjian saja sama teman-teman lain,” lanjutnya ketika melihatku tidak menjawab.
“Yang lain kutanya sudah pada pergi kemarin.”
“Ya sudah, sendiri saja. Cuma tengok ini. Nanti sepulang ngajar terusan saja biar nggak bolak-balik.”
“Begitu, ya.” Ya ampun, aku jadi seperti orang linglung.
Mas Priyo tertawa sambil menganggukkan kepala. Lalu dia melihat jam dan segera beranjak dari duduknya.
“Yuk, berangkat. Keburu siang, nih,” katanya.
Aku mengangguk. Lalu kami segera berangkat ke tempat kerja kami masing-masing serta mengantar si sulung ke sekolahnya. Baiklah, nanti siang aku akan mampir untuk menengok Beni ke rumah sakit sendiri. Kawan-kawan sudah pergi begitu mereka ada waktu longgar. Foto-foto mereka bersama Beni bertebaran di grup SMA kami. Aku nyengir sendiri. Apakah nanti aku juga harus berfoto sebagai laporan?
--
Bersambung
.
.
.
catatan tambahan:
Qadarullah, pada hari ke 400 gurusian premium saya kadaluarsa dan saya lupa belum memperpanjang.
Alhamdulillah sudah sejauh ini. Terima kasih untuk semuanya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpen keren
Keren mbak Yun... Saya suka ending catatan tambahnnya, lupa memperpanjang akun premium,, haha... Sukses selalu
Kasihan Beni. Semoga cepat sembuh. Cerpen indah penuh romantika. Sukses selalu Bu Yuniar. Salam literasi.
Wah, kabar Ocha gimana tuh? Dah ga ngamuk lagi? haha...
Selalu keren kisahnya. Sehat dan sukses selalu Bu cantik
kalau begini jadi lega bun... keren salam sukses selalu
Keren Bu, ceritanya semakin menarik, asyik dan enak dinikmati, ditunggu kelanjutannya, sukses selalu untuk Ibu
Selalu setia menanti lanjutan cerpen Bunda Yuniar, hehe , Salam sukses
Keren bunda. Ditunggu kelanjutannya. Salam sukses selalu.
He..he.. ntar foto jadi masalah lagi ah ... Lanjut, Bu. Salam sukses.
Semoga beni cepat sembuh, keren makin seru, salam sukses selalu
Keren bunda. Sukses selalu
Waduh, jadi foto berdua dong nanti... hehe... semoga saja ada keajaiban, ada tokoh yg belum mngunjungi beny. Lanjut bu Yuniar, sukses selalu.