Friendzone (3)
#harike384
--
“Eh, ini Beni kan? Lama nggak main. Sini, sini, masuk.”
Terdengar suara Ibu di luar. Aku yang sedang membaca buku sambil tiduran di kamar selepas salat Ashar merasa kaget. Beni siapa?
“Li, ada Beni. Kamu nggak lagi tidur to?”
Belum hilang kagetku, Ibu ternyata sudah ada di depan kamarku. Beliau mengetuk pintu sambil memanggilku.
“Ya, Bu. Sebentar,” kataku sambil memperbaiki penampilanku. Mengganggu orang lagi santai saja. Aku bergegas membuka pintu kamarku.
“Beni siapa, Bu?” tanyaku.
“Beni bolomu lah. Beni mana lagi,” jawab Ibu sambil berlalu ke belakang.
Halah, Ibu ini. Ditanya kok santai sekali begitu. Aku semakin penasaran. Kalau Beni yang itu, aku sudah tidak pernah ketemu dia lagi setelah lulus SMA. Kuliahnya jauh dan aku juga tak pernah berkeinginan untuk mencari informasi tentangnya setelah peristiwa di warung bakso Pak Ogah waktu itu. Untuk apa dia datang ke rumahku sekarang?
Sesampai di ruang tamu aku tertegun. Ini memang Beni yang itu. Walaupun wajah dan penampilannya terlihat lebih dewasa, dia masih tetap Beniku. Senyumnya mengembang ketika melihatku yang semakin meyakinkaku jika dia memang sahabatku itu.
“Kamu sungguh nggak berubah, Li,” kata Beni sambil beranjak mendekatiku.
Tangannya memegang kedua bahuku. Badannya agak membungkuk. Entah dia yang bertambah tinggi atau aku yang mengkerut. Dulu tinggi kami hampir setara. Aku hanya tersenyum. Pelan aku melepaskan diri dari pegangannya di bahuku.
“Trus, maunya kamu aku berubah jadi apa?” kataku sambil menuju tempat duduk.
Beni tertawa mendengar jawabanku. Dia kembali duduk di seberang meja. Menghempaskan badannya di kursi lebih tepatnya. Sejak dulu dia selalu santai di rumahku.
“Galak dan ketusnya juga masih sama,” katanya sambil masih tergelak.
Aku masih terdiam. Tak tahu harus berkata apa. Entahlah, mengapa rasanya jadi canggung dan aneh begini.
“Kamu ngajar apa?” tanya Beni memecah kebisuan.
“Memangnya kamu tahu kalau aku jadi guru?”
Duh, dari tadi mengapa aku menjawabnya dengan ketus begini. Namun sepertinya Beni tidak bermasalah dengan itu. Wajahnya masih terus dipenuhi senyum.
“Ya tahulah.” Lagi-lagi dia menjawabnya sambil tersenyum menyebalkan.
Ibu masuk sambil membawa minuman dan camilan. Kehadiran Ibu menyelamatkanku dari moment canggung sejak tadi. Beni cukup akrab dengan keluargaku. Zaman SMA dia sering main ke sini.
“Kesukaanmu, Ben. Tahu aja kamu kalau Ibu lagi bikin ini,” kata Ibu.
“Kan kita memang sehati, Bu,” jawabnya cengengesan.
Aku melemparnya dengan bantal kursi di dekatku. Dia tidak mengelak, malah semakin terbahak. Ibu ikutan tertawa.
“Kamu kerja dimana, Ben?” tanya Ibu kemudian.
“Di laut, Bu. Nggak pernah di rumah. Ini kebetulan kapal lagi sandar,” jawabnya.
“Wah, kayak nenek moyangku, dong,” balas Ibu lagi.
“Iya, Bu. Memang dari dulu pengen begitu.”
“Bu, boleh nggak saya ajak Laili keluar?” tanya Beni pada Ibu kemudian.
“Eh, itu … itu …,” Ibu kebingungan menjawabnya.
Tiba-tiba gantian Ibu yang menjadi canggung. Ibu melihat kepadaku untuk meminta bantuanku.
“Jangan sekarang, Ben. Aku lagi nggak enak badan,” kataku cepat.
Ibu terlihat lega. Aku memberi kode agar Ibu masuk saja. Ibu sepertinya paham dan bergegas permisi kembali ke belakang.
Mendengar jawabanku Beni terlompat lalu duduk di sebelahku. Aku beringsut-ingsut menjauh. Tangannya ditempelkan di keningku.
“Iya, lho. Agak hangat. Kamu sakit apa?” tanyanya khawatir.
Tentu saja hangat. Aku baru bangun dari tiduran ketika dia datang tadi. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan semakin menggeser dudukku hingga ke pojokan kursi.
--
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Gawat juga jika hati sudah ada yang memiliki. Laili pilih siapa ya? Pastinya Mas Priyo nih. Sehat dan sukses selalu Bu Yuniar. Salam literasi.
Aduh aduh, apakah CLBK? Mas Priyoo... Haha... Kereeennn selalu
Nggak tahu juga nih, Bu. Jadi bingung, kan? hahaha...
Kisah nan menawan. sehat dan sukses selalu Bu cantik
Terima kasih, Bunda.
Keren Bu ceritanya... Sukses ya Bu..
Indah ceritanya Bu, nyantai dan enak dibaca. Sukses ya Bu
Salam sukses kembali Bu. Terima kasih banyak.
Oalah, tak tahukan Beni kalau Laili sudah punya Mas Priyo.. Keren Bu. Lanjut.. Salam sukses Bu.
Belum tahu kayaknya, hehehe...
Mantap Bu. Ceritanya bagus.
Terima kasih, Bu.
Keren banget cerpennya bu. Sukses selalu dan salam literasi.
Terima kasih, Pak. Salam sukses kembali, Pak.
Cerita yang menarik, Bunda. Ditunggu kelanjutannya. Semoga sehat selalu dan semakin sukses.
Siap lanjutkan, Bu Novita. Salam sukses kembali.
Cerbung yang keren bunda. Ditunggu kelanjutannya.
Yeaa ... makin asyiik ceritanya. Beni datang lagi ... lanjuuuttt, Bu. Salam sukses.
Bikin Laili bingung ini, Bu.
Mantap....
Terima kasih Pak.
Cerita yang renyah mengalir, enak dibaca, salam sukses selalu buat bunda
Terima kasih Pak.
Bagus ceritanya, Salam sukses.
Cerbung yang mantap. Bunda Yuniar paling piawai membuat cerbung. Sukses untuk bunda
Cerpen yang keren bunda. Salam kenal dan salam literasi
Cerpennya mantab keren bu, Semoga sehat dan sukses selalu