Kemah Kenangan (2)
#tantanganharike308
#tantangangurusiana
--
“Bu Guru takut?” Seseorang, atau sesuatu di dalam tubuh Desi bertanya padaku.
“Yo jelas. Kamu mengganggu muridku,” kataku sedikit gemetar.
Desi masih terbaring di pangkuanku. Entah mengapa rasanya berat sekali. Tanganku mulai mati rasa hingga aku benar-benar tidak bisa berkutik.
“Kalau takut, baca-baca Bu Guru. Bisa ayat kursi to?”
Lhah, jika benar ada makhluk halus di tubuh Desi, kurang ajar betul dia menantang aku baca ayat kursi. Meskipun demikian, kujawab tantangannya. Pelan-pelan kubaca Al Fatihah, surah Al Ikhlas, Al Falaq, An Nas, dan dilanjutkan ayat kursi. Apakah dia takut? Tidak, Desi malah terlihat menutup matanya sambil mengangguk-angguk. Bibirnya tersenyum.
Melihat hal itu aku jadi minder. Ya Allah, jangan-jangan aku banyak dosa sehingga ayat suci yang aku baca tidak membuat setan takut. Dia malah terkantuk-kantuk keenakan.
“Ayo lagi, Bu. Aku suka mendengar Bu Guru membacanya,” katanya ketika aku sampai di ujung ayat yang kubaca.
Dia membuka matanya kembali. Wajahnya yang begitu dekat membuatku semakin merinding menatap hitam bola matanya yang berubah menjadi ungu itu. Apalagi jika dia menatapku sambil tersenyum. Menyeringai lebih tepatnya. Aku terus membaca-baca. Sesungguhnya aku justru khawatir jika dia nanti pindah padaku.
Murid-muridku yang lain, kawan-kawan Desi semakin berkerumun sambil bergidik ngeri. Para peserta perkemahan dari sekolah lain juga mulai berdatangan. Mereka berkomentar sambil berbisik-bisik. Wajahku mungkin terlihat memelas tak berdaya.
“Siapa yang kesurupan? Sini, biar kutempeleng setannya.” Tiba-tiba Wanto, salah satu murid Aliyah yang juga mantan muridku di MTs dulu dan menjadi panitia kegiatan, datang sambil berteriak.
Mendengar kalimat itu, Desi tiba-tiba mendelik. Suasana tenang ketika dia terkantuk-kantuk tadi mendadak buyar. Wajah Desi terlihat jengkel.
Wanto mendekatiku. Kemudian dia meletakkan telapak tangannya di kening Desi sambil membaca ayat kursi. Desi memberontak dan menepis tangan Wanto.
“Kowe ki ngapa?” tanya Desi sambil mendelik.
“Minggat Kowe!” kata Wanto menggertak.
Desi tertawa terbahak-bahak. Gertakan Wanto sama sekali tidak membuatnya takut.
“Kowe sing minggat. Aku lagi ngaji karo Bu Guru,” jawabnya.
Wanto mulai menyerah. Sepertinya sesuatu dalam diri Desi memang ‘lebih’ dibanding dirinya. Di madrasah Wanto memang terkenal sebagai anak pemberani. Menurut yang kudengar dia beberapa kali mengusir jin nakal. Tadi ketika dia datang aku sebenarnya berharap padanya. Tetapi melihat kenyataan ini aku kembali pasrah menunggu bala bantuan berikutnya.
“Ayo Bu Guru, ngaji lagi,” katanya kemudian.
“Mbok kamu pergi. Jangan ganggu muridku,” kataku mencoba bernegosiasi.
Kupikir dia marah pada Wanto karena cara bicaranya yang kurang pas. Kucoba dengan cara yang lebih halus. Siapa tahu berhasil.
“Hahaha … Nggak mau Bu Guru. Di sini enak,’ jawabnya.
Aku menghela nafas panjang. Kemudian aku melanjutkan membaca-baca lagi ayat suci Al Qur’an. Dia kembali tenang.
Beberapa Pembina dan Panitia juga mulai berdatangan. Mereka mengusulkan berbagai pendapat. Aku hanya mengangguk-angguk saja sementara bibirku masih membaca-baca. Karena itu membuat dia tenang maka aku lanjutkan terus membaca ayat suci.
“Dibawa ke rumah penduduk terdekat saja, Bu. Takutnya menimbulkan keributan buat peserta lain,” kata Ketua Panitia padaku yang hanya mengangguk mengiyakan.
“Biar saya yang bawa,” kata Wanto sigap.
“Haish. Brisik!” sentak Desi.
“Aku nggak ngomong sama kamu,” jawab Wanto.
Melihat mereka bertengkar sebenarnya aku ingin tertawa geli. Namun situasi ini tentu tak mungkin menjadi hal yang lucu.
Kemudian Wanto mengambil posisi menggendong Desi. Anak umur enam belas tahun itu memang sudah terlihat gagah dan kekar. Sementara Desi berbadan mungil dan kurus. Pelan-pelan kulepaskan Desi dari pelukanku. Aduh, lega rasanya. Dia tidak memberontak ketika digendong. Namun ketika posisi gendongan sudah mantab dan Wanto sudah berdiri, tiba-tiba dia terjatuh dengan Desi dalam gendongannya.
“Hahaha…,” Desi tertawa terbahak-bahak.
Orang-orang sigap membantu. Wanto terduduk kebingungan mengapa dia bisa jatuh. Dua orang panitia kemudian menggendong Desi dan membawa dia pergi ke rumah penduduk yang terdekat dengan kompleks perkemahan.
“Bu Guru, Bu Guru. Aku mau sama Bu Guru!” teriak Desi.
Aku tercengang mencengar kalimat itu. Salah satu panitia menyuruhku untuk mengikuti dua orang yang membawa Desi itu. Aku mengangguk walaupun sebenarnya enggan. Jika dipikir egois aku ingin pulang saja. Biar Desi diatasi oleh panitia. Akan tetapi tanggung jawabku sebagai ‘ibu’ dari anak-anak ini di sini mencegahku berbuat demikian.
Aku minta Nur untuk memimpin kawan-kawannya makan siang, sholat dan beristirahat. Dia juga kuminta menyuruh salah satu anak untuk memberitahu Pak Khamid di tenda anak putra tentang situasi di sini. Nur mengangguk tangkas. Dia memang ketua regu yang bisa diandalkan.
Aku melangkah mengikuti arah Desi dibawa. Melewati Wanto yang masih duduk tertegun aku mengusap kepalanya untuk menenangkan. Wanto menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Berat sekali, Bu,” katanya.
--
Bersambung
Glosarium:
Kowe ki ngapa = kamu tu ngapain
Minggat kowe = pergi kamu
Kowe sing minggat. Aku lagi ngaji karo Bu Guru = Kamu yang pergi. Aku sedang mengaji sama Bu Guru
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Makhluk halusnya betah di tubuh Desi. Mengerikan apalagi jika berontak-berontak nantinya. Cerita yang penuh hikmah Bu Yuniar. Tak boleh lupa doa dan zikir. Salam literasi.
Wah seru nih... Ditunggu lanjutannya...
Hehehe... Siap Bu.
Pengalaman yang menegangkan
Menegangkan menyeramkan, hehehe...
Serem nih.. Yang masuk ke Desi sangat berat kato Yanto. Keren Bucantik. sehat dan sukses selalu
Agak senior kayaknya, hahaha...
Bu gurunya disenengi jinLanjut bunda
Seneng dibaca-bacain, hehehe...
merinding aku bun.... lanjut
Padahal bacanya siang lho, hehehe...
Keren Bu, ditunggu kelanjutannya, sukses selalu untuk Ibu
Ya Allah, jangan-jangan aku banyak dosa sehingga ayat suci yang aku baca tidak membuat setan takut. Dia malah terkantuk-kantuk keenakan. Bisa aja hehe. Keren banget Bun. Semoga sehat selalu aamiin
Perasaan kayak gitu je, Bu, hehehe...
Keren Bu. Di tunggu kelanjutannya. Sehat dan sukses, Bu.
Terima kasih Bu Yessy. Siap lanjutkan.
Lanjut Bu...
Insyaallah siap, Bu.
Kata anak saya, "NGERONG", artinya ngeri sekali. Tidak tampak, tapi ternyata ada dan bersemayam di tubuh manusia. Siapa dia? Yang jelas bikin penasaran. Idenya oke terus Bu. Lanjut...
Hahaha... Mas Aly ada2 aja. Padahal setahu saya ngerong itu rumah, Bu...
Mantap Bu sukses selalu salam literasi
Keren kisahnya ibu cantik... Tetap semangat an lanjutannya dinanti ya bu... Sukses buat ibu hebat... Salam santun
Terima kasih, Bu. Siap insyaallah...
seram. Keren ceritanya. Lanjut bu Yuniar
Terima kasih, Bu...
wah, next aja deh ditunggu
Siap, hehehe...
Tak tunggu e cerito kelanjutane yo bu. Apik tenan. Sukses selalu dan salam literasi.
Matur suwun Pak Rusman. Insyaallah segera, hehehe... Salam sukses kembali.
Ha ha ha.. keren bu, ditunggu kelanjutannya. Salam sukses selalu
Jinnya kocak, hehehe...
Keren Bu. Cerita yangvsangat menarik.
Terima kasih Bu Fita.
Kereen ceritanya, Bu. Lanjutt.... Salam sukses.
Terima kasih bu Cicik. Salam sukses.
kereen lanjut
Siap Bu...
Bagus ceritanya Bunda, menarik buat penasaran,, salam sukses
Terima kasih, Pak. Salam sukses kembali.
Lanjutkan buk.. Salam literasi.
Siap Bu. Sslam literasi.
Semoga Desi bisa segera diatasi
Penasaran lanjutnya Bun...kerenn
Siap Bu...
Mantap ceritanya. Lanjut mbak
Siap Dinda.
Serem....tp juga lucu. Keren bu Yuniar
Jinnya memang kocak, Bu, hehehe...